Para gisaeng cilik sudah duduk rapi di dalam ruang dandan. Di depan mereka masing-masing sudah tersedia bedak, pemerah bibir, dan bahan untuk berdandan lainnya. Bakat memang penting bagi gisaeng, tetapi kecantikan dan pembawaan diri juga tidak kalah penting, karena nantinya mereka akan berhadapan dengan para bangsawan terhormat, bahkan Raja Joseon. Oleh karena itu, selain pelajaran seni, mereka juga diajari berdandan dan tata krama.
Dipandu oleh gisaeng senior, mereka mulai berdandan. Beberapa gisaeng junior, termasuk Kyung Ja, masih kaku dalam berdandan. Ada yang terlalu menor, ada yang terlalu tipis. Kyung Ja duduk di samping Ah Reum. Kyung Ja melirik Ah Reum yang tampak sudah ahli dalam berdandan. Kemudian dia berkaca sendiri dan meringis melihat hasil dandanannya sendiri yang terlalu menor.
Dari manik matanya, Ah Reum melirik Kyung Ja, kemudian terkekeh pelan. Kyung Ja menoleh malu-malu. Ah Reum mengambil kain dan menghapus pulasan pemerah bibir yang bercelemot di bibir mungil Kyung Ja.
“Lihat, begini caranya memakai pemerah bibir.” Ah Reum mengaduk pemerah bibir dengan kuas kecil. Dengan hati-hati dipoleskan kuas yang sudah berwarna merah itu ke bibirnya perlahan-lahan, lalu mengulum bibir agar merahnya merata.
Kyung Ja mengikuti tutorial yang dilakukan Kyung Ja tadi. Hasilnya lumayan daripada percobaan pertama. Kyung Ja menoleh pada Ah Reum yang menggangguk sambil tersenyum. Kyung Ja tersenyum lebar.
~~~
BRUUUK!
Kyung Ja jatuh terduduk. Di hadapannya sudah ada tiga gisaeng cilik dengan tampang tidak bersahabat.
“Berani-beraninya seorang budak sepertimu menjadi gisaeng seperti kami? Tidak tahu malu!” bentak salah satu dari mereka.
“Kau ingin jadi gisaeng yang terkenal? Huh, jangan mimpi!” Gisaeng cilik yang bertubuh agak gemuk memukul kepala Kyung Ja.
“Ah, sakit, Jin Ae…” Kyung Ja meringis.
“A… apa? Kau panggil aku apa? Mi Ra, Kyung Soon, kau dengar dia tadi memanggilku apa?” gadis gemuk itu menyenggol kedua temannya.
Mi Ra menoyor kening Kyung Ja, “Jangan berpikir, setelah menjadi gisaeng, kau bisa memanggil nama kami begitu saja. Bagaimanapun kau tetaplah budak di mata kami. Jadi kau harus tetap memanggil kami Agassi.”
Kyung Sun melemparkan baju-baju kotor kepada Kyung Ja, “Cuci baju-baju kami, juga bajumu sendiri. Jangan lupa menyapu dan mengepel gibang seperti yang kau lakukan sehari-hari. Mengerti?”
Tiba-tiba seseorang meletakkan baju bekas latihan yang kotor dan bau keringat ke kepala mereka bertiga masing-masing hingga mereka menjerit jijik.
“Apakah kalian tidak dapat mendengar, atau tidak dapat berpikir? Bukankah Haengsu sudah mengatakan kalau Kyung Ja kini sudah menjadi sama seperti kita? Jika Kyung Ja masih harus mencuci baju kotor, berarti aku, kalian bertiga, dan semua gisaeng harus mencuci baju sendiri.”
Tiga gisaeng cilik itu pun pergi sambil menghentakkan kaki. Kyung Ja bangkit berdiri.
“Ah Reum Agassi, terima kasih.”
“Aku melakukan ini bukan untuk menolongmu. Bagamanapun juga, kau tetap sainganku. Tetapi aku akan bersaing dengan adil dan professional, tidak seperti mereka.”
“A… Aku tidak bermaksud menyaingi Agassi,” Kyung Ja mengeleng kuat-kuat.
Ah Reum mengangguk-angguk sambil mulai berjalan diikuti oleh Kyung Ja di belakangnya, “Benar juga, kau tidak mungkin bisa menyaingiku. Aku yang terbaik.”
“Iya, Ah Reum Agassi adalah gisaeng terbaik,” dua jempol terancung kepada Ah Reum.
Ah Reum bersedekap sambil memicingkan mata, “Hei, apa sekarang kau sedang berusaha menjilatku dengan pujian?”
Kyung Ja menggeleng, “Tidak, aku tulus memuji Agassi.”
Ah Reum mengibas-ngibas tangannya, “Jangan panggil Agassi terus. Status kita sama sekarang.”
Mereka tiba di ruang musik. Ah Reum duduk dan mengambil sebuah gayageum. Kyung Ja duduk di depannya, menyaksikan Ah Reum yang mulai memetik senar gayageum.
Ah Reum berhenti memetik gayageum, “Apa yang kau lakukan? Ambil gayageum itu. Kita bertanding.”
Ragu Kyung Ja mengambil gayageum dan mulai mengikuti nada yang dipetik Ah Reum. Mereka tidak sedang bertanding, melainkan berduet, menghasilkan nada-nada serasi yang enak didengar.
tbc
notes:
agassi = nona
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Gisaeng ✔
RomancePerasaan cinta hanyalah sebuah kesia-siaan bagi seorang gisaeng. Meski mencintai seseorang sepenuh hati, gisaeng tidak boleh memilikinya. Gisaeng harus bisa menahan rasa sakit hati karena tak dapat meraih cinta. Tetapi ketika pada akhirnya cinta da...