19th Memory

3.9K 279 3
                                    

Musim dingin telah berakhir. Matahari musim semi bersinar terang. Tunas-tunas baru mulai bertumbuh. Kuncup bunga mulai bermekaran. Hembusan angin terasa hangat. Seorang pria berjubah merah dengan ukiran naga, keluar dari ruang tahta. Dia berdiri di depan pintu dengan kedua tangan di belakang pinggang, menghirup udara musim semi yang segar. Tak terasa dia telah melewati beberapa kali pergantian empat musim. Meski empat musim itu berbeda-beda, tetapi dia hanya merasa hidup di satu musim saja. Musim dingin. Tetapi pada awal tahun keenam, musim semi mulai menggantikan musim dingin itu. Ada harapan yang baru.

Seorang kasim menghampirinya, “Yang Mulia, wanita itu sudah tiba. Dia sedang dimandikan dan dirias. Sebentar lagi dia akan menghadap Yang Mulia.”

Pria yang merupakan seorang raja itu tersenyum dengan penuh semangat.

“Sebaiknya Yang Mulia menunggu di dalam,” saran Kasim.

“Tidak, aku akan menunggunya di sini.”

Cukup lama Raja itu berdiri di depan ruang tahta, hingga para dayang datang bersama seorang wanita yang telah ditunggu-tunggu olehnya. Raja memberi kode agar para dayang, kasim, dan pengawal, menjauh dari mereka. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling menatap. Meski telah berpisah selama lima tahun lebih, api cinta dan kerinduan itu masih nampak di mata mereka masing-masing, kala mereka saling menatap.

“Yang Mu…”

“Panggil namaku,” potong Raja.

“Hamba tidak berani.”

“Sekali ini saja.”

Mata wanita itu tampak berkaca-kaca. Bukan sedih, melainkan bahagia, “Yong Goo… Lee Yong Goo…”

Raja yang tidak lain tidak bukan adalah Yong Goo, tersenyum bahagia. Dia segera memeluk wanita itu dengan penuh kerinduan yang mendalam, “Myung Geum…”

~~~

Lima tahun lalu…

Pedang besar algojo diayunkan menuju leher Myung Geum. Myung Geum menutup kedua matanya rapat-rapat dengan tubuh gemetar, berharap dia tidak sempat merasakan sakitnya dipenggal. Yong Goo yang terikat di kursi hukuman, terus berteriak memohon kepada Raja untuk mencegah kekasihnya dipenggal.

Ketika pedang itu hampir mencapai leher Myung Geum, Raja mengangkat tangannya. Pedang itu terhenti beberapa senti dari leher wanita itu. Napas Yong Goo yang sempat nyaris berhenti di dalam paru-parunya, kini dapat keluar dengan lega.

“Bersumpahlah, bahwa kau akan menuruti apapun yang kuperintahkan,” kata Raja.

Yong Goo mengangguk cepat, “Baik, saya akan menuruti apapun perintah Abbamama. Apapun.”

“Pertama, kalian tidak boleh bertemu lagi untuk selamanya. Perempuan ini akan kuasingkan sebagai budak pemerintah. Dan kau telah kehilangan status sebagai putera mahkota. Kau hanya jadi pangeran biasa. Tetapi kau tidak boleh sekali-kali menginjakkan kaki ke luar istana. Istana ini adalah penjaramu.”

Yong Goo menatap Myung Geum yang dilepaskan dari kayu pemasung. Tubuhnya masih bergetar hebat. Dia menoleh kembali kepada Raja, “Baik, saya akan mentaatinya, Abbamama.”

“Kedua, kau akan kunikahkan dengan putri Kepala Petugas Perpustakaan. Sebenarnya aku ingin kau menikahi putri bungsu Perdana Menteri. Tetapi kau bukan putera mahkota lagi, jadi Yong Sung-lah yang akan menikahi gadis itu.”

Yong Goo mengangguk pelan, “Baik, saya akan mentaatinya, Abbamama.”

Yong Goo dan Myung Geum saling menatap sampai petugas membawa Myung Geum keluar dari ruang hukuman.

Memories of Gisaeng ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang