9th Memory

4.6K 293 5
                                    

Di pagi hari yang cerah, diiringi oleh siulan burung, Myung Geum menari sendiri. Yong Goo duduk di atas batu besar, memandang kekasihnya yang sedang menari dengan lemah gemulai. Tiba-tiba dia bangkit dan melepaskan tas kain yang sedari tadi digendongnya. Dia mengeluarkan kertas dan tinta. Kertas itu diletakkan di atas batu, lalu dia mulai melukis sketsa Myung Geum yang sedang menari. Tidak hanya satu, tetapi banyak sketsa, sampai Myung Geum selesai menari.

“Wah, kau menggambarkan tahap-tahap tarianku?” tanya Myung Geum takjub saat melihat hasil gambar Yong Goo.

“Simpanlah. Jika setelah kau menjadi senior atau mungkin Haengsu, kau bisa menurunkan jurus tarianmu ini kepada anak didikmu.”

“Terima kasih, aku akan membukukannya.”

Sembari Myung Geum melihat-lihat lukisan itu, Yong Goo memandang wajahnya tak berkedip. Dilihatnya sebutir keringat yang mengalir dari kepala menuju dagu, melewati leher dan masuk ke dalam kerah jeogori krem Myung Geum. Karena bahan kainnya tipis, Yong Goo masih bisa melihat keringat itu mengalir menuju dada Myung Geum.

“Apa yang kau lihat, huh?” tegur Eon Hwa yang sudah berdiri di hadapan Yong Goo dan Myung Geum.

“Oh, Eon Hwa. Aku sedang melihat lukisan ini,” kata Myung Geum.

“Bukan kau,” Eon Hwa menuding Myung Geum, lalu tudingan itu bergeser ke sebelahnya, “Tetapi kau!”

“Ti… tidak, aku tidak melihat apapun,” jawab Yong Goo gelagapan.

Eon Hwa berdecak, “Ckckck… masih pagi sudah berpikiran mesum.”

Eon Hwa melepas jangot yang dia kenakan, lalu dipakaikannya ke Myung Geum, untuk menutupi baju Myung Geum yang transparan. Dia menarik tangan Myung Geum.

“Ayo, Haengsu sudah menunggu. Dan kau, Tuan Muda, sudah saatnya pergi ke sekolah.”

Yong Goo hanya menatap kepergian dua wanita itu sambil bersedekap dan mendengus kesal, “Huh, memangnya siapa dia? Ibunya? Cih, lagipula hari ini sekolah kan libur.”

***

Beberapa utusan dari negeri Yuan mengunjungi Joseon. Haengsu Baek dan beberapa gisaeng diundang untuk menyambut mereka. Bagi Myung Geum, Eon Hwa, dan beberapa gisaeng muda, ini adalah kali pertama mereka menginjakkan kaki di istana raja. Mereka harus berusaha menahan diri untuk tidak terlalu berlebihan ketika mengagumi keindahan istana nan megah ini.

Di pimpin Haengsu, mereka berjalan memasuki istana dengan langkah-langkah yang anggun. Di hadapan Raja dan utusan Yuan, mereka semua berlutut hormat, dengan kepala menyentuh lutut kanan yang sejajar dengan dada, dan kedua tangan di sisi tubuh.

“Kami para gisaeng dari Gibang Bu Yong, siap diperintahkan oleh Yang Mulia untuk menghibur para utusan dari negeri yang jauh,” kata Haengsu Baek sambil tersenyum lebar.

Raja mengangguk mempersilahkan para gisaeng untuk memulai pertunjukan, sambil menjelaskan kepada ketua utusan Yuan, bahwa mereka adalah wanita penghibur terbaik di negeri ini. Tarian pembukaannya adalah tari bunga lotus kebanggaan Gibang Bu Yong. Namun kali ini Myung Geum ikut menari bersama teman-temannya, bukan berada di dalam bunga kertas. Ketika bunga kertas itu terbuka, muncul Eon Hwa yang mengenakan baju serba putih, dengan gayageum di pangkuannya. Lagu yang dia mainkan bernada ceria, seperti menyatakan kepada dunia, bahwa dia baru saja menemukan belahan jiwanya. Lagu ini memang salah satu lagu ciptaan almarhum ibu Eon Hwa, yang menurut Haengsu, hanya dimainkan di hadapan pria yang dicintainya dulu.

Semua orang yang mendengarnya terbius oleh alunan nada indah itu. Beberapa di antara mereka jadi teringat pada masa-masa pertemuan pertama dengan orang-orang yang mereka cintai. Namun hanya ada satu orang yang nampak tegang saat mendengar lagu ini.

Memories of Gisaeng ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang