Langit menatap kumparan awan putih di angkasa. Hari pertamanya kuliah begitu terik dan cerah. Setelah menjalani ospek, masih saja banyak mahasiswa senior yang suka menjahilinya.
Seperti—
"Dek Langit. Makan bareng kita yuk?!"
Baru saja pikiran Langit akan mengelana ke tiga jam lalu. Sudah ada mahasiswa senior yang mendatanginya. Segan untuk menolak, Langit pun menjawab, "Boleh kak. Tapi nanti ya, saya shalat dulu."
Langit bergegas menarik tasnya, lalu setengah berlari ke arah masjid kampus. Tak sengaja ia menabrak seseorang.
"Alamak! Apa pula kamu tabrak-tabrak aku?"
Langit membalikkan badannya. Seorang lelaki tempo bulan yang pernah ia temui di toko roti. Laki-laki yang menyuruhnya untuk memegang kantung plastiknya.
"Hei Tur! Belum pula kau shalat? Sudah jam berapa ini?"
Datang lagi seorang laki-laki. Nah, Langit mengenalinya sebagai si batak berkaus biru kala itu. Kali ini ia memakai kaus biru juga. Bedanya, hari ini dipadukan dengan kemeja kotak-kotak.
"Sebentar Ruu. Ang ini cerewet macem amak!"
Lelaki yang dipanggil Tur itu mendumel sambil lalu menaiki tangga masjid. Sedangkan lelaki yang disebut Ruu itu turun melangkahi tangga masjid. Lelaki itu berlalu melewatinya begitu saja. Langit memelototkan matanya ketika dengan santai laki-laki itu mengenakan sepatunya.
Dasar cowok!
Mereka bahkan tak mengingatnya. Memang sih Langit bukan siapa-siapa mereka, tapi kan dia telah membantu mereka—ralat lelaki yang satu meski hanya memegangi sebuah kantung plastik yang tidak berat sama sekali. Setidaknya ucapkan terima kasih. Itu sudah lebih dari cukup.
Tapi kan, tetap saja ....
"Peduli banget sama mereka. Mending shalat deh!"
•••
Langit pulang naik angkot. Papanya belum pulang, jadi ia memutuskan untuk naik kendaraan umum. Baru hari pertama ia kuliah, ia sudah diberi tiga tugas. Ditambah salah seorang dosen yang terlambat datang hingga akhirnya Langit yang seharusnya sudah pulang dari tadi, harus berpuas diri pulang pada jam-jam macet seperti ini.
Jalan besar yang seharusnya dilaluinya, sedang mengalami perbaikan. Langit melewati jalan pintas untuk mencari halte.
"Pulang sendiri aja Neng."
Terlihat seorang preman dilengkapi antek-anteknya berdiri mengelilingi Langit. Guntur bersahutan, tanda hujan akan segera turun. Langit tak menghiraukan godaan itu. Ia hanya ingin segera sampai di rumah.
"Cepet-cepet amat sih Neng. Sini sama Abang."
"..."
"Diem aja sih. Kenapa Neng? Sariawan ya?"
"..."
"Yeu sih Eneng. Dari tadi bos saya nanya tuh. Malah dicuekin kita."
Yang satu itu berasal dari preman lainnya. Si preman berbadan cungkring yang dipanggil bos itu menyeringai mesum.
"Sini sama Abang, Neng! Nggak apa-apa kok kalau Neng sariawan juga. Cantik pisan gini."
Langit memutar badannya. Dengan satu tarikan nafas ia berteriak, "Heh cungkring! Mau macam-macam kau dengan aku? Bau tanah saja belagu kau! Aku tak ganggu kau, malah kau ganggu aku! Ku injak-injak dalam tanah mau?! Hah?!"
Langit memegang kerah si cungkring,kebetulan beberapa orang lewat. Dan mereka semua melihat kejadian itu.
"WOY!! Mau diapain tuh cewek?"
Seruan itu menggema dengan keras. Langit mundur teratur ketika melihat preman yang berjumlah tiga orang dengan kadar tubuh teramat kurus itu dikepung oleh lima pejalan kaki. Lalu tiga orang pekerja jalan juga turut andil menghakimi preman itu. Mereka bertiga memelas, memohon ampun saat para pria itu menggiringnya menuju kantor pihak berwajib.
'Emang enak! Makan tuh badan cungkring!'
Langit tertawa terbahak-bahak. Ia terus berjalan dan—
"MAMA!!!"
🐾🐾🐾
Aku mohon maaf ya, kalau bagian saat mereka kuliah kurang detail. Aku belum terlalu ngeh sama dunia perkuliahan. Masih tahun 2019 mak!! Wkwk sekali lagi maaf kalau kalian kurang nyaman. Maka dari itu aku meminimalis adegan yang ada di kelas-hampir gaada.
😆😆😆Salam,
Sil 😘😘😘
![](https://img.wattpad.com/cover/118067961-288-k592089.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru dan Langit ✔
Ficción GeneralC O M P L E T E D 15+ "Jatuh cinta itu mudah, yang sulit itu, hanya pada siapa kita bermuara?" Biru Andani menyukai dua hal, buku dan cokelat. Sedangkan Langit Antara, menyukai tiga hal; awan, hujan dan biru. Langit selalu menatap awan, berharap cem...