Dalam diam, Rudy berjalan menuju sebuah sungai yang jernih, Citarum nama sungai itu. Hari ini ia ingin membersihkan diri sekaligus menenangkan pikiran. Dan di sungai inilah pilihannya.
Sedari kecil, ia memang sering menenangkan pikiran di sungai Citarum ini. Walaupun di tengah - tengah ketegangan perang, Rudy selalu diam - diam pergi ke tempat ini dengan cara mengendap di jalan - jalan tersembunyi yang tidak sengaja ia temukan. Mencari tempat berarus tenang dan aman dari mata - mata penjajah. Ia akan menghabiskan waktu berjam - jam disana, berenang sendirian.
Sudah lama sekali ia tidak pergi ke sungai ini. Karena memang ia tidak pernah lagi merasa takut atau tertekan. Dengan adanya teman - teman seperjuangan, sesulit apapun rasanya Rudy selalu bisa melewatinya tanpa hambatan. Tidak ada tekanan, rasa takut, kesedihan. Semua itu tidak ia rasakan berkat kehadiran teman - temannya yang selalu bersedia berbagi rasa bersamanya.
Namun sekarang, Rudy kesini lagi untuk menenangkan hatinya yang tengah kalut. Tidak ada seorangpun yang bisa ia mintai tolong, tidak ada seorangpun yang bisa mendengarkan keluh kesahnya.
Bukannya Rudy sudah tidak mempercayai rekannya lagi. Hanya saja, masalah ini merupakan hal yang tabu untuk di bicarakan pada siapapun. Selain rasa sukanya tertuju pada laki - laki, status orang yang ia suka pun jelas - jelas akan menimbulkan masalah.
"Hah~" desahnya sembari melepas semua atribut yang menempel di tubuhnya. Ah, tidak semua, Rudy masih mengenakan kaos tanpa lengan dan celana pendeknya. Di letakkannya pakaian basah itu membentang di atas batu besar. Sengaja ia letakan di bawah sinar matahari yang cukup menyengat, berharap bajunya sudah sedikit kering saat ia selesai mandi nanti.
Kakinya melangkah ke pinggir sungai, dengan sekali lompatan, ia pun masuk ke dalam air. Menyelam beberapa kali dan kembali muncul di tempat berbeda.
"Segarnya…" desahnya ketika ia muncul dari dalam air. Setelah itu, ia kembali menyelam. Rudy nampak menikmati kegiatan berenangnya sampai ia tidak menyadari seorang pria paruh baya berseragam tentara belanda tengah menodongkan pistol laras panjang tepat ke arah dirinya.Laki - laki itu mengendap, tangannya menggenggam pistol laras panjang yang telah siap menembak kapan saja. Target telah terkunci, dan ia bersiap menarik pelatuknya.
DOR!
Rudy terlonjak kaget saat mendengar bunyi tembakan itu, ia menyapukan pandangannya ke segala arah. Tidak ada apapun, yang Rudy lihat hanyalah pohon rindang dan bebatuan alami yang mengelilingi tempatnya berada.
Menghela napas lega, Rudy pun bergumam,
"Mungkin hanya perasaanku saja" lalu ia kembali berenang. Wajar saja ia merasa suara tembakan itu hanya perasaannya saja. Karena nyatanya suara itu terdengar begitu samar di telinga Rudy. Ia tidak akan pernah tahu, tak jauh dari tempatnya menjemur pakaian,di balik batu besar, pria paruh baya itu telah tergeletak tidak bernyawa.Penyebab kematiannya sendiri adalah lubang di kepala. Tepat di samping mayat pria itu, seorang pemuda berambut pirang berjongkok. Posisinya yang berjongkok disisi kanan mayat itu tidak terhalang batu besar, membuatnya dengan bebas menatap sosok Rudy yang masih tenggelam dalam kegiatannya.
"Umurmu itu sudah lebih dari 17 tahun... Tapi tingkahmu masih seperti anak berumur 7 tahun.." bisik pemuda pirang yang kita ketahui bernama Deff itu. Matanya yang selalu menyorot tajam itu tidak lepas sedikitpun dari sosok Rudy yang saat ini tengah melepas kaos tanpa lengannya.
"Menyebalkan..." desisnya saat lagi - lagi ia merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Merasa berbahaya jika ia terus menatap Rudy, pada akhirnya Deff memilih merogoh saku jubahnya dan meraih sesuatu.
"Untuk saat ini,,, hanya inilah yang bisa ku lakukan" gumamnya sembari meletakan sesuatu yang ia pegang di atas batu yang sama dengan baju milik Rudy yang di jemur.Sementara itu, Rudy yang saat ini hanya mengenakan celana pendeknya berjalan menuju batu tempat ia menjemur.
"Aku terlalu lama bermain di sini.. Padahal teman - temanku sudah menunggu untuk makan bersama.. Lagi pula hari ini ada diskusi penting.." gumamnya pada diri sendiri.Langkahnya terhenti tepat di depan batu besar itu. Tatapannya tertuju pada sesuatu yang tergeletak di samping bajunya. Tangan berkulit sawo matang itu terjulur meraih benda itu. Di dekatkannya sang benda ke wajah, mempermudahnya untuk mengamati benda itu secara keseluruhan.
"Cincin?" gumamnya bingung, sekali lagi ia mengedarkan pandangannya mencari sosok pemilik cincin perak bermata batu shappire itu. Hasilnya tetap sama, tidak ada seorangpun disana.
'Itu..' Rudy melangkahkan kakinya tergesa menuju sebuah batu besar tidak jauh dari tempatnya berdiri.Ia memutari batu besar itu hanya untuk mendapati kaki yang ia lihat tadi adalah milik seorang mayat pria baruh baya berseragam belanda. Rudy menghela napas lega,
"Untunglah dia bukan orang hidup..." terdengar kejam memang, ia dengan entengnya merasa lega saat melihat seseorang yang ternyata mayat. Dalam medan perang, itu wajar.Melihat lawannya tergeletak berdaya itu artinya kebebasan yang akhirnya ia dapatkan. Wajar dalam medan perang merasa senang musuhnya sudah tidak bernyawa. Karena kalau tidak, dialah yang akan bernasib naas.
'Tapi, apa aku akan rela, jika yang tergeletak tidak bernyawa itu adalah Deff?' batinnya. mata coklat itu kembali menatap cincin dalam genggamannya.
"Apa cincin ini miliknya?" gumam sembari mencocokkan satu persatu jari tubuh tidak bernyawa itu pada cincin."Bukan ternyata,, tidak cocok dengan jarinya" ujarnya. Tanpa sengaja matanya menangkap sesuatu di bagian dalam cincin.
"Eh? Ada tulisannya.." ia mengintip dan berusaha membaca tulisan itu.
"De,,, Ru?" bisiknya, menyebutkan isi dari cincin itu.Hatinya menghangat, entah kenapa ia merasa hatinya begitu senang begitu kata itu terucap dari bibirnya. Iseng, Rudy pun memasangkan cincin itu di tangannya.
"Cocok..." ia mengangguk puas saat ukuran cincin tersebut pas di jarinya."Baiklah,, ku bawa pulang saja dulu, mungkin kalau ku gunakan, orang - orang bisa melihatnya dan si pemilik akan menunjukkan dirinya. Setelah itu, baru ku berikan" gumamnya lagi.
Ia berjalan dengan luar biasa anggun di atas air. Sesekali ia bersiul senang. Tanpa ia ketahui, si pemilik cincin masih berdiam diri di tempatnya mengintai. Menyaksikan seluruh gerak gerik Rudy.
"Ada apa?" bisik rudy yang heran melihat sikap aneh teman - teman se teamnya.sedikit tergesa, ia menghampiri mereka dan bertanya,
"Ada apa?" sekali lagi, ia bertanya pada rekannya yang lain."Rudy,,, ini gawat" gumam iwan yang ternyata ada di sana juga.
"Gawat? Gawat apa?" tanya Rudy lagi. Merasa was was dengan apa yang akan ia dengar nanti. Iwan membuka menghela napas dan berujar,"Sekutu ingin kita segera meninggalkan kawasan ini.." tatapan Rudy berubah, dingin.
"Meninggalkan bandung?" ujarnya datar. Sekutu itu telah kelewatan saja.
Bersambung...
A/n: kalau cerita chapter hari ini agak aneh ato ngelantur.. Mohon di maklum karena aku ngetiknya tenhah malam sambil terkantuk2..
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta sang pejuang
Romancerudy seharusnya lebih memfokuskan dirinya untuk berjuang bersama warga bandung mempertahankan kemerdekaan yang baru saja mereka raih. tapi kenapa disaat seperti ini ia malah jatuh cinta? terlebih lagi, orang yang ia cintai adalah seorang lelaki dar...