"Ada apa?" bisik Rudy yang heran melihat sikap aneh teman - teman se teamnya. sedikit tergesa, ia menghampiri mereka, ekspresinya kentara sekali menunjukkan kebingungannya,
"Ada apa?" sekali lagi, ia bertanya pada rekannya yang lain."Rudy,,, ini gawat" gumam Iwan yang ternyata ada di sana juga.
"Gawat? Gawat apa?" tanya Rudy lagi. Merasa was was dengan apa yang akan ia dengar nanti. Iwan menghela napas frustasi dan berujar,"Sekutu ingin kita segera meninggalkan kawasan ini.." tatapan Rudy berubah dingin.
"Meninggalkan bandung?" ujarnya datar. Sekutu itu semakin kelewatan saja.
===========================
Chapter 8
=======Happy reading======
"Bukankah ultimatum itu sudah pernah mereka keluarkan? Harusnya mereka tahu kalau kita tidak akan pernah menurutinya!" seru Rudy merasa jengah.
"Kita akan melakukannya" perhatian para pejuang muda itu teralihkan pada dua orang pemuda yang baru saja bergabung dalam obrolan. Muhammad Toha, seorang pemuda yang selalu terlihat tenang itu berdiri di hadapan mereka. Di sampingnya, Ramdhan melemparkan senyum ceria pada Rudy dan yang lain.
Kedua pemuda itu memang selalu terlihat bersama, karena memang keduanya merupakan sahabat sejak kecil. Sifat mereka yang bertolak belakang justru yang membuat keduanya selalu terlihat kompak. Mereka saling menyemangati, saling tolong - menolong dan saling melindungi. Tak jarang, Rudy merasa iri dengan hubungan pertemanan keduanya.
"Maksud anda,,, kita akan menuruti semua tuntutan sekutu?" tanya Iwan, membuat Rudy kembali memfokuskan perhatiannya pada kedua pimpinan mereka. Pemimpin, itulah anggapan seluruh pejuang muda itu pada muhammad Toha. Jiwa kepemimpinannya membuat semua orang menghormatinya, secara sadar, maupun tidak. Muhammad Toha mengangguk yakin.
"Tapi kenapa? Apa alasannya sampai kita harus menuruti perintah mereka begitu saja? Apa anda berniat menyerah?" Rudy tentunya tidak bisa menerima keputusan pemuda yang begitu ia hormati itu.Selama ini, muhammad Toha adalah orang yang memiliki semangat juang yang tinggi, pantang menyerah dan memiliki berbagai strategi cemerlang untuk menghindari kemungkinan terburuk. Entah apa yang membuatnya kini memilih jalan untuk menyerah. Ya, bagi Rudy, menuruti tuntutan sekutu sama saja dengan menyerah. Dan ia tidak mau mengambil jalan itu. Tidak akan pernah mau.
"Tentu saja tidak. Kita menuruti kemauan mereka bukan berarti kita menyerah. Sebelum kita meninggalkan kota Bandung ini.. Kita akan melakukan sesuatu" Ramdhan dengan senyum ceria nya yang masih terkembang berujar.
Dahi seluruh pemuda itu berkerut bingung.
"Sesuatu?" tanya Rudy. Di balas anggukkan oleh Ramdhan."Apa itu?" kali ini Iwan yang bertanya.
"Sebentar lagi Kolonel
Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI akan mengumumkan rencana kita. Kalian akan segera mengetahuinya" ujar Muhammad Toha tegas. Rudy menatap kagum pada kedua pemuda itu.Walaupun seumuran, muhammad Toha dan Ramdhan jelas - jelas berbeda dengan dirinya. Di balik sikap tenang yang di miliki muhammad Toha terdapat tekad membara untuk meraih kemerdekaan. Di balik sifat ceria dan senda gurainya, Ramdhan memiliki keteguhan yang kuat pada keyakinannya.
Sedangkan dirinya, jangankan memiliki tekad yang membara. Keteguhan hatinya saja dengan mudah goyah oleh sesuatu yang tidak nyata. Cinta. Satu kata mematikan yang dengan mudahnya memperdayai seseorang. Cinta, sebuah kata beribu makna yang kini Rudy ragukan kebenarannya. Apakah rasa itu benar adanya? Apakah cinta itu nyata? Rudy sama sekali tidak tahu dan tidak mau tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta sang pejuang
Romancerudy seharusnya lebih memfokuskan dirinya untuk berjuang bersama warga bandung mempertahankan kemerdekaan yang baru saja mereka raih. tapi kenapa disaat seperti ini ia malah jatuh cinta? terlebih lagi, orang yang ia cintai adalah seorang lelaki dar...