chapter 10

190 23 0
                                    

Rudy menatap kosong pistol yang ia pegang. Pikirannya kacau. Dan itu semua salah pemuda Inggris itu.
'Mungkin memang ini tujuannya' ya, mungkin tujuan Deff mendekatinya bukan untuk mendapat informasi, tapi menjatuhkan mentalnya. Pemuda itu menjerat Rudy dengan kata - kata manisnya, membuat Rudy jatuh cinta dengan bersikap seolah seperti dirinyalah jatuh cinta. Setelah berhasil, ia mencampakkan dirinya dan membuat Rudy down.

Dengan begitu ia bisa mengurangi kekuatan musuh walaupun sedikit. Benar - benar licik. Mengingat itu, kebencian dalam diri Rudy semakin bertambah.
'Sebesar apapun aku membencinya. Aku lebih membenci diriku sendiri yang dengan mudahnya terjebak' batinnya.

"Teman - teman, kalian sudah siap?" pertanyaan Ramdhan membuyarkan lamunan Rudy. Ia mengangguk sebagai jawaban. Ya, yang harus ia lakukan sekarang adalah fokus pada rencana perjuangan mereka. Rudy tidak boleh terus terpuruk dan membuat semua kerja keras teman - temannya hancur karena kelemahannya.

Senjata milik Deff masih ia gunakan. walaupun sebenarnya ingin ia buang, tapi tidak bisa karena ia masih membutuhkannya untuk pertempuran nanti. Karena itu, ia menyelipkan pistol tersebut di sabuknya. Meraih beberapa pistol lain untuk persediaan dan amunisi.

Iwan menatapnya intens, membuat Rudy merasa sedikit risih di tatap seperti itu oleh sahabatnya.
"Ada apa?" tanya nya pada Iwan. Mereka berdua berjalan paling belakang, sementara ke enam temannya yang lain berada di depan mereka.

"Ada yang ingin ku akui padamu" gumam Iwan. Rudy menautkan kedua alisnya bingung.
"Mengakui apa?" tanya nya.
Iwan menghela napas berat,
"Sebenarnya aku tidak pernah mau mengatakan ini padamu. Tapi, entah kenapa aku merasa tidak punya kesempatan lain untuk mengatakannya setelah ini. Jadi... Aku ingin mengakui kalau aku,, menjalin hubungan dengan salah satu tentara Belanda." lirih Iwan.

Rudy terdiam mendengar perkataan Iwan. ia tidak menyangka jika sahabatnya ini pun memiliki perasaan cinta pada salah satu tentara musuh. Iwan menatapi Rudy yang telah menghrntikan langkahnya, pemuda itu terlihat amat terkejut mendengar pengakuan Iwan.

"Rudy, apa kau marah padaku? Apa bagimu sekarang aku adalah seorang pengkhianat?" tanya Iwan sedikit banyak merasa cemas. Dia tahu bahwa saat ini Rudy sedang terpuruk, sampai - sampai ia memaksakan dirinya untuk membenci Deff, seorang pemuda Inggris. Tidak menutup kemungkinan ia pun membenci hubungan Iwan dengan William.

"Apa kalian saling mencintai?" tanya Rudy sedikit berbisik. Iwan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Sembari kembali berjalan, Rudy menghela napas,
"Selama kalian saling jatuh cinta, kurasa tidak ada alasan bagiku untuk marah. Kecuali kalau pemuda Belanda itu hanya memanfaatkanmu." ujarnya.

"Tenang saja, dia serius dengan perasaannya." kekeh Iwan. Sekali lagi Rudy menghela napas,
"Aku tidak tahu sejak kapan kau menjalin hubungan dengan pemuda NICA itu?" Iwan terkekeh mendengar gerutuan sang sahabat karib.
"Sejak misi penyerangan gedung Denis.. Saat kau tidak ikut karena terluka" Rudy memicingkan matanya pada Iwan.
"Kau menyembunyikan hal besar selama itu dariku?" kembali, Rudy melontarkan gerutuannya. Iwan menanggapi dengan tawa renyahnya.

Tidak terasa kini mereka sampai di kawasan yang lebih berbahaya, dimana para tentara hilir mudik melakukan penjagaan ketat dan patroli. Ke delapan pejuang muda itu bersembunyi di sebuah pilar besar. Dalam diam mereka mengamati keadaan sekitar, berusaha mencari celah untuk menyusup.

Dua orang penjaga yang tengah berpatroli menghampiri tempat mereka bersembunyi, nampaknya mereka mencurigai keberadaan mereka di sana. Untungnya mereka hanya berdua, dan keduanya berjalan beriringan..

Memanfaatkan hal itu, ketika musuh mendekati pilar, perlahan dan senyap, mereka mundur teratur memutari pilar itu. Hingga kini posisi mereka kini berada di belakang musuh yang sudah melewati pilar.

cinta sang pejuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang