chapter 2

326 29 33
                                    

enosius

========happy reading======

Sang mentari mulai menyembunyikan dirinya, semburat orange nampak terlihat menghiasi langit. Suasana suram yang selalu melingkupi negeri rempah - rempah ini semakin suram tatkala sinar mentari tak lagi menerangi, tugasnya kini telah digantikan oleh sang rembulan.

Samar - samar desing peluru terdengar memecah keheningan. tidak ada suara tawa, yang ada hanyalah teriakan ketakutan dan kesakitan. Inilah medan perang. Dimana baku tembak, pertumpahan darah terjadi.

Jauh dari pusat kota, seorang pemuda nampak tak sadarkan diri di sebuah rumah kosong, kepalanya terbalut perban putih yang masih baru. Seragam dengan bordilan merah putihnya nampak sedikit kotor, di bagian kerahnya bahkan ternoda darah yang mulai mengering.

Perlahan kelopak mata yang terpejam itu bergerak terbuka, menampilkan manik coklat jernihnya. Mengerjap beberapa kali, pemuda yang baru saja tersadar dari pingsannya mendudukan diri di ranjang yang ia tempati.

"Dimana aku?" gumamnya sedikit mengaduh saat kepalanya terasa pening.
"Kau sudah sadar?" pemuda itu menoleh pada sisi kiri saat mendengar pertanyaan dalam bahasa Inggris itu. Dahinya mengernyit, manik coklat itu memicing tajam pada seorang pemuda asing berseragam agak mirip dengannya. Namun memiliki bordilan bendera yang berbeda di dadanya.

"Siapa kau?" tanya pemuda pribumi itu. Pemuda pirang yang ditanyai tersenyum miring tanpa menjawab pertanyaannya. Menggerakkan tubuh, pemuda pirang itu mendekat, membuat sang pemuda pribumi memundurkan tubuhnya.

Si pirang melirik pada gelang yang di kenakan oleh pemuda di hadapannya.
"Rudy, huh? Apa itu namamu?" ujarnya, jemari pucat itu bergerak menelusuri rahang Rudy —si pemuda pribumi—

Rudy menepis tangan putih itu,
"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." desisnya. Menanggapi kesinisan Rudy, si pirang terkekeh. "Namaku Deff Louis." Rudy terdiam, walaupun ia tidak mengerti dengan bahasa yang di gunakan pemuda asing didepannya. tapi Rudy tahu,bahwa apa yang ia katakan barusan adalah namanya.

"Sekutu dari Inggris,,," desis Rudy saat melihat bordilan bendera di dada si pirang. Mendengar nama negaranya di sebut, pemuda pirang itu menyeringai.
"Benar..." kembali mendekati Rudy, pemuda pirang itu menodongkan pistol yang baru saja ia ambil dari sabuk pistolnya.

Berjenggit kaget, Rudy pun memasang posisi siaga. Ia tidak tahu dimana bedil miliknya, karena itu ia terpaksa mengangkat kepalan tangan.
"Melawan dengan tangan kosong?" kekeh Deff.
"Kau takkan menang" tambahnya.

Langkah kaki Deff yang mendekatinya membuat Rudy semakin waspada, apalagi dengan pistol yang di todongkan padanya.
Pemuda Inggris itu semakin mendekat, pistol masih mengacung pada Rudy, tangan lainnya yang bebas terangkat.

Tangan itu meraih kepalan tangan Rudy, di bawanya kepalan tangan itu ke depan bibirnya dan di kecup. Rudy berjengit untuk yang kedua kalinya.
"Kau benar - benar manis.." seringaian kembali ia kembangkan dengan santainya.

Wajah Rudy memerah, jantungnya berdegup kencang. Rudy tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, yang jelas ia merasa ada ribuan kupu - kupu terbang dalam perutnya. Merasa nyaman sekaligus merasa ada yang salah.

Mengabaikan kebimbangan dalam hatinya, Rudy mengayun kaki, ia melancarkan tendangan pada Deff yang masih menggenggam kepalan tangannya. Pemuda pirang itu berhasil menghindar. Setelah tendangan pertamanya gagal, Rudy maju satu langkah lalu melakukan tendangan memutar untuk menjangkau sasaran Rudy yang sebenarnya.

Kakinya mengenai tangan Deff yang menggenggam pistol. Kena! Pistol dalam genggaman si pirang terlepas dan jatuh ke lantai. Dengan sigap rudy meraih pistol itu dan menodongkannya pada Deff.
"Jangan mendekat, atau ku tembak kau" ancamnya pada Deff yang melangkah mendekatinya.

Seringai Deff semakin lebar. Dia berhenti di tempatnya dan mengangkat kedua tangan. Rudy melangkah mundur, masih dengan menodongkan pistol di tangan. Lalu ia pergi meninggalkan rumah kosong itu.

Deff masih berdiri di tempatnya, seringai dibibirnya belum juga hilang. Ia terkekeh pelan,
"Menarik,,, baru kali ini aku merasakan hal seperti ini. Rudy,, kau harus menjadi milikku" gumamnya.

Rudy berlari kembali ke markasnya, pistol milik Deff masih ia genggam di tangan. Perasaannya campur aduk, wajahnya merah padam, entah apa yang mempengaruhi dirinya sampai - sampai ia merasa nyaman berada disisi pemuda pirang itu. Lagipula si pirang itu kan tentara sekutu, bagaimana bisa dia merasakan hal mustahil ini?  Cinta. Ya,, mungkin ia telah jatuh cinta pada pemuda Inggris itu.

'Ini buruk, benar - benar buruk. Bagaimana bisa aku merasakan perasaan ini di saat aku seharusnya berjuang demi negaraku? Yang lebih buruk, perasaan ini tertuju pada salah satu tentara sekutu..' Rudy merasa dirinya tidak berguna. Entah apa yang akan dikatakan rekannya nanti saat mengetahui hal ini. Yang jelas, bukan hal positif yang ia dapat.

Rudy tidak melihat jalan, pikirannya tidak fokus hingga ia menabrak seseorang. Ia terjatuh, begitu pula orang yang di tabraknya.
"Adudududuh,, hei, kalau jalan hati - ha— Rudy!" Rudy mendongak saat namanya di sebut. Disana, ia melihat Iwan menatap terkejut padanya.

"Darimana kau seharian ini?  Dan kenapa bajumu di penuhi bercak darah? Apa kau diserang oleh tentara Jepang?" pertanyaan bertubi - tubi Iwan layangkan padanya.
Sedikit bingung, Rudy menggaruk pipinya dan menjawab,
"Tidak,, bukan tentara Jepang."

Iwan mengernyit,
"Lalu?" tanyanya. Dengan gugup Rudy menatap pada Iwan.
"Saat jalan - jalan, tanpa sengaja aku bertemu dengan tentara sekutu yang baru tiba disini, lalu aku diserang olehnya.. Tapi tenang saja, aku berhasil mengalahkannya dan kabur." jelas Rudy sedikit berbohong.

Iwan menatap tidak percaya pada Rudy,
"Hei, jangan menatapku begitu! Aku berkata yang sebenarnya! Coba lihat, aku bahkan merhasil merebut pistol miliknya" protes Rudy.

Helaan napas Iwan hembuskan,
"Tidak, aku bukan tidak percaya padamu. Hanya saja, aku heran." mengernyit, Rudy menatap bingung pada sahabatnya itu.
"Heran karena apa?"

Iwan menunjuk pada perban di kepala Rudy.
"Bajumu di penuhi darah, tapi perbanmu terlihat bersih. Seperti baru di ganti." Rudy terdiam mendengar penuturan Iwan, tangannya terangkat menyentuh perban di kepalanya.

'Mungkinkah,, dia yang mengganti perbanku? Tapi kenapa? Setelah ia membuat lukaku kembali terbuka, kenapa ia juga yang mengobatinya?' batinnya bingung.
"Rudy? Kau sakit? Wajahmu memerah.." tersentak kaget, Rudy kembali menatap Iwan gugup.
"T-tidak.. Tidak apa - apa" jawabnya.

Mengernyit heran, menatap Rudy yang bersikap aneh. Iwan memutuskan untuk tidak memikirkannya.
"Bicara soal sekutu.. Aku punya berita buruk" kali ini Rudy yang mengernyit.
"Berita buruk?"

Iwan mengangguk,
"Ya,,, sejak kedatangan mereka beberapa waktu lalu, para sekutu membuat kekacauan di kota kita. Keresahan yang mereka buat menambah perasaan takut pada warga.."

"Lalu, apa ada rencana untuk mengatasinya?" iwan mengangguk,
"Ada, kita akan menyerang markas mereka di Gedung DENIS. Kita akan merebut senjata Jepang dan menurunkan bendera Belanda yang berkibar disana. Lalu mengganti bendera itu dengan bendera milik Indonesia" Rudy mengangguk mengerti

"Baiklah, kita harus bisa mengalahkan mereka. Apapun yang terjadi, kemerdekaan harus menjadi milik kita sepenuhnya." ujar Rudy penuh tekad.

Tbc

Err,, aku rada bingung bikin romance nya.. 😂😂 tapi moga2 feel nya pas dan enggak terkesan di paksain.

Oh iya, dialog yang di ucapkan oleh deff ku buat miring sebagai tanda kalau dia bicara dalam bahasa inggris.. 😂

Selamat menikmati~

cinta sang pejuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang