chapter 4

240 24 18
                                    

Rudy membenahi dirinya, memakai kembali semua yang telah terlepas dari tubuhnya. Dengan sedikit tertatih, ia melangkah kembali ke tempat tidur. Luka di kepalanya sedikit mengeluarkan darah kembali.  Namun tidak parah.

'Sial, bagian belakangku sakit' gerutunya dalam hati. Diam - diam menyumpahi pemuda Inggris yang baru saja mengunjungi dirinya beberapa waktu lalu.
Membaringkan diri, Rudy merenungi semua kebimbangannya. Ia akui telah jatuh hati pada pemuda pirang itu.

Cepat atau lambat, Rudy pun akan mengakui perasaannya ini pada Deff. Tapi, pengakuan saja belum cukup, apalagi jika rekan - rekannya tahu. Lalu rekan Deff sendiri. Semuanya akan semakin sulit bagi mereka berdua setelah semua orang tahu perasaan keduanya.

Mereka saling mencintai tapi status mereka sebagai musuh takkan membiarkan mereka bersama.
'Saling mencintai? Kurasa tidak,, Deff mendekatiku hanya untuk mendapatkan informasi,, tidak lebih' batinnya pedih.

"Hei" Rudy terlonjak kaget saat bahunya di tepuk oleh seseorang. Ia menoleh ke arah kiri dan mendapati Iwan menatapnya heran.
"Kenapa kau terkejut begitu?" tanya Iwan.
"Tentu saja aku terkejut. Aku kan disini sendirian, lalu kau tiba - tiba datang  dan menepuk bahuku dari belakang. Ku pikir kau musuh!" seru Rudy.

Iwan terkekeh,
"Iya - iya maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu"
Sembari mendengus, Rudy pun bertanya,
"Bagaimana misinya?"

Senyuman lebar terkembang di bibir Iwan,
"Tentu saja sukses besar!" serunya penuh semangat. Lalu Iwan kembali mengernyit,
"Kepalamu berdarah lagi, apa yang terjadi?" tanya nya cemas.

Mengibaskan tangan di depan wajah, Rudy pun menjawab,
"Tidak apa - apa. Tadi aku kebanyakan tidur, ketika ingin mengambil air minum, kepalaku pusing. Lalu aku terjatuh dan terantuk meja." jelasnya asal.
Dengan gemas Iwan memukul lengan Rudy,
"Kau ini benar - benar ceroboh ya!" komentarnya membuat Rudy tertawa kikuk.

==============

Beberapa hari berlalu sejak kesuksesan para pejuang menurunkan bendera belanda dari menara gedung denis, dan hari ini, berita mengejutkan telah sampai di tangan Indonesia.
"Sekutu menuntut kita untuk menyerahkan seluruh senjata dari hasil pelucutan jepang kepada mereka. Dan kota Bandung bagian utara dikosongkan dari masyarakat Indonesia paling lambat tanggal 29 November nanti." pemimpin TKR menyampaikan keinginan sekutu dengan ekspresi geram.

Rudy mengepalkan tangannya, apa lagi sekarang? Menyerahkan senjata hasil rampasan pada sekutu? Mengosongkan kota bandung bagian utara? Itu sama saja pihak sekutu menyuruh warga pribumi untuk menyerah pada mereka! Yang benar saja!

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Iwan.
"Abaikan saja" jawab salah satu rekannya dan di angguki oleh yang lain.
"Aku setuju, kalau kita menuruti ke inginan mereka, itu sama saja kita menyerahkan diri pada mereka." tanggap rudy.

"Baiklah, kita sudah sepakat untuk mengabaikan tuntutan sekutu. Aku sebagai perwakilan dari bagian utara akan menyampaikannya pada rekan - rekan kita yang lainnya." diskusi mereka pun di tutup.

Selesai berdiskusi, rudy pamit pada Iwan.
"Mau kemana?" tanya Iwan dengan mata memicing.
"Jangan menatapku begitu. Aku hanya ingin jalan - jalan di depan sana, sekalian patroli. Kau tidak mau kan kalau markas kita di susupi musuh?" jelas Rudy.

"Kau mau patroli sendirian dalam keadaan begitu?" protes Iwan. Rudy terkekeh,
"Aku sudah sembuh kok. Tenang saja, aku punya ini" rudy menunjukkan pistol yang ia rampas dari Deff.

"Walaupun yang kau pegang itu pistol canggih, tetap saja bahaya patroli sendirian!" seru Iwan.
"Tidak apa - apa, aku akan waspada!" tanpa menunggu bantahan lainnya dari Iwan, Rudy pun berlari meninggalkan Iwan yang melongo.

-----------------

Deff berjongkok di samping sebuah bangunan, tempat yang tersembunyi dari warga pribumi yang tengah meributkan tuntutan sekutu.
"Mereka panik" ujarnya puas.
"Bukankah aku sudah bilang supaya kau tidak datang lagi kesini?" Deff menoleh ke belakang saat suara yang ia kenal mampir ke telinga nya.

Menyeringai, Deff bangkit dari berjongkoknya dan menghampiri Rudy.
"Sayangnya aku tidak bisa. Tugasku adalah mencari informasi. Lagi pula, aku tidak bisa meninggalkanmu begitu saja setelah apa yang sudah terjadi di antara kita"

"Memangnya kenapa kalau di antara kita sudah terjadi sesuatu, huh? Kalau kau mau pergi, pergi saja" ketus Rudy. Deff melangkahkan kakinya mendekati Rudy.
"Tidak bisa begitu, bagini - begini aku orang yang bertanggung jawab. Jadi aku tidak akan meninggalkanmu setelah apa yang sudah ku lakukan padamu"

Belum sempat ia sampai di dekat Rudy, langkah Deff berhenti saat pemuda di depannya menodongkan pistol.
"Memangnya aku ini perempuan apa?" gerutu Rudy. Deff terkekeh pelan,
"Ternyata kau sangat menyayangi pistol milikku ya? Sampai - sampai kau bawa kemanapun kau pergi"

Rudy mendelik,
"Kalau saja aku punya senjata lain. Aku tidak akan mau menggunakan benda ini" gerutu Rudy.
"Oh ya? Bukankah tadi kau membanggakan pistol itu pada temanmu?" kesal dengan godaan Deff, Rudy menarik pelatuknya.

Namun gerakannya kalah cepat, Deff lebih dulu meraih pergelangan tangan Rudy,memelintirnya hingga Rudy kini membelakangi Deff dengan tangannya yang di tahan di belakang tubuhnya oleh Deff. pistol dalam genggaman tangan Rudy terlepas dar dan jatuh ke tanah.

Masih menahan tangan Rudy di belakang tubuh pemuda itu, Deff memungut pistol miliknya yang beberapa lalu di curi oleh Rudy. Ia memasukkan pistol itu pada sarung pistol di pinggangnya.

"Apa kau tahu? aku merindukanmu.." bisiknya di telinga Rudy. Desisan sukses meluncur dari bibir Rudy saat merasakan hembusan napas Deff. Mengingatkan Rudy pada kejadian beberapa hari yang lalu. Hari dimana Deff berhasil menjeratnya pada sebuah kesalahan yang seharusnya ia lakukan.

"Wajahmu memerah lagi" kekehan Deff di belakangnya menyadarkan Rudy.
'Lagi - lagi aku terpedaya!' rutuk Rudy dalam hati. Dengan sekuat tenaga, ia menginjak kaki Deff lalu melayangkan sikutan tepat di perut Deff menggunakan tangannya yang bebas.

"Kau..." Deff mendesis sembari melepaskan kekangannya pada Rudy.
"Salahmu sendiri membiarkan tanganku yang satunya bebas" ujar Rudy datar. Ia menatap Deff yang tengah meringis intens.

"Apa rencana kalian sebenarnya?" tanya Rudy tiba - tiba.
Deff mengangkat wajahnya dan balas menatap Rudy, namun tidak menjawab.
"Apa rencana kalian menyuruh kami mengosongkan kota kami sendiri, huh?!" seru Rudy marah. Ia melayangkan tinjunya pada Deff yang langsung di hindari olehnya.

"Itu rahasia kami. Aku masih mencintai negaraku. Dan aku tidak mau mengkhianati negaraku. Tidak demi dirimu sekalipun." Rudy mendengus.  Ia terdiam tanpa mengatakan apapun.

Baru saja Deff ingin mendekat pada Rudy. Tapi niatnya terpaksa ia urungkan ketika mendengar Iwan, sahabat Rudy memanggil pemuda berambut coklat itu.
"Sayang sekali, aku harus segera pergi" Deff melempar kembali pistol yang tadi ia rampas dari Rudy.

Dengan sigap Rudy menangkap pistol itu dengan raut heran.
"Kenapa kau mengembalikan ini padaku, huh?" tanya nya.
Tersenyum miring, Deff berujar,
"Hadiah untukmu." di balas dengusan oleh Rudy.

"Baiklah, aku harus segera pergi" Deff membalikkan tubuhnya dan melangkah,
"Aku tidak akan pernah menyerah pada kalian." langkah Deff terhenti saat mendengar Rudy buka suara.

"Walaupun kau orang yang ku cintai, aku tidak akan pernah membiarkan diriku menyerah padamu" terdiam beberapa saat karena terkejut, Deff pun diam - diam tersenyum. Tanpa mengatakan apapun lagi, ia kembali melanjutkam langkahnya.

"Rudy, sedang apa kau disini?" tanya Iwan yang baru saja tiba di samping Rudy.
"Aku hanya sedang berpikir, sampai kapan kita berada dalam situasi ini?"

"Sampai kita bisa meraih kemerdekaan kita seutuhnya" jawab Iwan tegas.

Bersambung...

A/n: rasanya cerita ini makin banyak kekurangan ya.. 😭

Ya sudahlah,, yang penting, MERDEKA! ✊✊😂

:3

cinta sang pejuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang