chapter 9.5

148 20 4
                                    


"Toha,, apa kau yakin akan melakukan itu?" muhammad toha menoleh menatap sahabat sejak kecilnya sembari tersenyum.
"Tentu saja aku yakin. Bukankah kita sudah membahas ini sebelumnya?" balasnya. Muhammad Toha mendudukkan diri di dipan yang biasa ia gunakan untuk beristirahat.

"Tapi,, kalau kau melakukan itu, kau akan—"

"Ramdhan," ujar Muhammad Toha memotong ucapan Ramdhan. Pemuda berpostur mungil itu menatap Muhammad Toha cemas. Ia mendapati pemuda yang selalu tenang itu melambaikan tangannya, memberi isyarat untuk Ramdhan menghampirinya. Tanpa protes, Ramdhan menuruti keinginan sahabatnya itu. Ia duduk di samping Muhammad Toha.

"Ayo kita lakukan yang terbaik. Untuk kita, untuk negara kita" Ramdhan menatap intens sahabatnya yang saat ini tengah mengelus pipinya. Ia menunduk, menatap sepatunya yang mendadak jadi lebih menarik dari pada pemuda di hadapannya.

"Kau sahabatku, muhammad Toha. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu." lirih Ramdhan. Muhammad Toha mengacak rambut Ramdhan gemas.
"Tenang saja, semua pasti baik - baik saja" ujarnya.
Ramdhan mendengus,
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu jika kau mati sebelum aku" ancaman Ramdhan di balas kekehan si pemuda pendiam itu.

===========================

A/n: chapter kali ini khusus untuk pair(?) kedua pahlawan muda kita, Muhammad Toha dan Ramdhan. Nyerempet shounen ai. Kita sebut saja bromance. 😂

=======happy reading======

"Kalian siap?" tanya Ramdhan pada Rudy, Iwan dan beberapa rekannya yang lain. Muhammad Toha sendiri berdiri berdampingan bersama Ramdhan. Hari ini ia bersama rekan - rekannya akan melakukan penyusupan ke gudang senjata milik sekutu. Rudy mengangguk dengan ekspresi datar, Iwan ikut mengangguk. Rekannya yang lain pun terlihat menyatakan kesiapan mereka. 

Kelompok ini terdiri dari delapan orang, enam orang bertugas mengalihkan perhatian, sementara Muhammad Toha dan Ramdhan bertugas menyusup ke gudang dan melakukan sesuatu pada gudang itu untuk mengurangi daya tempur musuh. Dalam keremangan malam yang mulai menyelimuti kota Bandung, kedelapan pemuda itu mengendap di daerah musuh.

"Kesini," muhammad toha selaku orang yang berada di barisan paling depan memberikan arahan pada anggota kelompoknya. Mereka bersembunyi dengan cara menempelkan punggung mereka  di balik dinding saat para penjaga yang barpatroli melintas di dekat mereka.

"Tunggu sebentar," ke delapan pemuda itu menahan napas saat salah satu dari dua tentara sekutu yang tengah berpatroli itu berhenti. Tentara itu meloneh pada pilar dimana para pejuang Indonesia bersembunyi.
'Tidak ada apa - apa disana, tapi entah kenapa aku merasa ada orang..' batinnya heran. Merasa tidak ada gunanya menebak - nebak, tentara sekutu itu berjalan mendekati sang pilar.

"Mereka kesini" bisik Rudy. Mereka mengambil posisi siaga, bersiap menghajar para tentara musuh itu begitu mereka sampai di depannya. Kedua tentara itu tiba di samping pilar, mereka menoleh pada sisi yang keduanya curigai menjadi tempat si penyusup.

Tidak ada seorangpun disana. Mereka tidak tahu bahwa orang yang mereka cari bergerak perlahan mengitari pilar, hingga saat ini mereka berdiri tepat di belakang kedua tentara musuh itu.

Rudy dan Iwan maju ke depan lebih dahulu. Mereka menerjang musuh dan melingkarkan kedua lengannya, yang kanan di lehernya, dan yang sebelah kiri di kepalanya. Di pitingnya leher kedua tentara musuh itu sekuat tenaga hingga pingsan.

"Kerja bagus," bisik Iwan dan Rudy bersamaan sembari mengadu tinju mereka. Diam - diam ramdhan tersenyum lembut. Tatapannya kini tertuju pada sahabatnya yang juga tengah menatap dirinya. Melayangkan senyum lembut selama beberapa menit sebelum ekspresi itu berubah jadi serius.

Ramdhan mengerti apa yang ingin di katakannya dengan isyarat itu. Karena itu, ia harus melakukan sesuatu demi kesuksesan rencana mereka. Ia mengangguk mengerti,
"Di depan sana adalah pintu menuju ke dalam. Karena itu, dan itu akan menjadi tempat kita akan berpencar menjadi dua kelompok. Sekaligus akan menjadi tempat kita bertemu kembali saat misi kita berhasil."

Tiba di tempat itu, kedelapan itu berpencar menjadi dua kelompok, Muhammad Toha dan Ramdhan masuk berlari menuju bangunan yang di yakini tempat itu adalah gudang. Di tengah jalan, Ramdhan mendorong Muhammad Toha hingga terjatuh di tempat yang cukup tersembunyi.

"Penyusup! Di sebelah sini juga ada penyusup!" seru salah satu sekutu itu. Muhammad Toha ingin bangkit dan membantunya menghadapi musuh yang cukup banyak itu. Tapi ia urungkan niatnya saat Ramdhan menatap tajam padanya sembari memberi isyarat padanya untuk segera pergi.

Mau tidak mau, Muhammad Toha mengangguk, ia mengendap secara perlahan meninggalkan Ramdhan sendirian menghadapi musuh.
'Maafkan aku, Ramdhan!' serunya dalam hati.

Ia menatap pada gudang persenjataan yang di jaga ketat oleh tentara sekutu.
"Bagaimana caranya aku masuk?" gumamnya bingung. Muhammad Toha menyapukan pandangan ke sekeliling, lalu tatapannya tertuju pada sungai Citarum.
"Kalau tidak salah, di bawah sungai ada gorong - gorong yang terhubung dengan bangunan itu.." gumamnya lagi saat teringat masa kecilnya bersama Ramdhan.

Dulu keduanya pernah berenang di sungai. Saking asyiknya mereka berenang, sampai - sampai mereka tidak menyadari jika mereka berenang terlalu jauh. Dan saat itulah mereka menemukan gorong - gorong itu.

"Baiklah.." bisiknya. Lalu, tanpa membuang waktu lagi, ia menceburkan dirinya ke dalam sungai. Ia berenang di sungai Citarum, masuk lewat gorong-gorong. Menyusurinya hingga akhirnya Toha berhasil masuk ke dalam gudang mesiu, mengunci diri didalam, beserta beratus bom berjajar, granat dan senjata. Namun hatinya tak gentar, tekadnya sudah bulat.

"Baiklah,, apa yang bisa ku lakukan untuk menghancurkan semua ini dalam waktu singkat?" gumamnya mengitari gudang senjata itu. Ia berhenti di rak yang bersebrangan dengan pintu masuk. Sebuah ide gila terlintas di benaknya.
"Ini mungkin bisa berhasil" gumamnya sembari meraih benda itu.

DOR!

Ramdhan seketika ambruk saat sebuah timah panas menembus jantungnya. Tentara sekutu yang berhasil menembaknya bersorak gembira. Lalu ia kembali menodongkan piatolnya pada Ramdhan yang berusaha bangkit kembali.

Belum sempat tentara itu menembaknya kembali, ramdhan berhasil melemparkan bambu runcingnya terlebih dahulu. Senjata tradisional itu dengan sukses menancap di bola mata sebelah kiri musuh.

"OHOK! OHOK!" darah segar ia muntahkan, jantungnya sudah rusak. Ramdhan tidak akan mungkin bisa bertahan lagi. Bangun pun ia sudah tidak mampu. Walaupun saat ini ada seorang tentara lain yang menggenggam sebuah pistol dengan moncong mengarah tepat ke kepalanya. Ia tidak bisa berbuat apa - apa.

'Toha,,, semoga kau berhasil... Maaf,, aku pergi duluan..' batinnya sembari memejamkan mata. Desingan peluru kembali terdengar, sebuah timah panas kembali tertanam di tubuh Ramdhan, kali ini di kepalanya.
Ramdhan, kini telah tewas tertembak sebagai pembuka jalan bagi Muhammad Toha.

Muhammad Toha menghentikan kegiatannya sejenak saat sebuah perasaan tak enak menyusupi hatinya. 'Mungkin perasaan ini timbul karena aku akan meninggalkan Ramdhan sendirian.. Ah, dia juga akan membenciku saat tahu aku pergi mendahuluinya' batinnya sembari kembali melanjutkan kegiatannya memasang detonator.

Begitu selesai memasangnya, Muhammad Toha tetap berdiri di tempatnya. Tak ada niatan sedikitpun di benaknya untuk berlari menyelamatkan diri. 'Percuma' pikirnya. tak lama berselang ledakan sangat dahsyat terjadi. Tak tersisa dari bangunan itu, semuanya hancur berkeping - keping, lubang sangat besar tercipta akibat ledakan itu, air dari sungai Citarum perlahan mengisi lubang itu.

Suara ledakan itu bahkan terdengar sangat dahsyat menggelegar dan membahana. Beberapa kampung dan perumahan Belanda disekitarnya hancur. Mayat Ramdhan yang memang tak jauh dari gudang ikut terkena imbasnya.

Misi penghancuran gudang senjata musuh, sukses..

Bersambung...

Err,,, tak tahulah ini termasuk shounen ai, bromance ato cuma friendship... Yang jelas disini aku cuma pengen nyeritai ikatan keduanya aja. 😂

cinta sang pejuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang