"Ayo goyang dumang, biar hati senang ..."
Senandung Mas Cyin menyapa Galih ketika cowok itu sampai ke depan tokonya. Galih menarik napas sejenak, menikmati wangi bunga yang memenuhi tempat itu. Mas Cyin menoleh kepada pelanggannya dengan ceria sambil mengecilkan volume radionya.
"Eh, Kang Galih," sapa Mas Cyin dengan ekspresi bahagia kelewat berlebihan. "Duduk dulu, duduk dulu. Mau beli apa? Paket atau satuan?"
Galih mendengus sambil mengeluarkan dompetnya. "Lo pikir jualan apaan satuan-satuan. Gue mau pulsa aja. Gocap. Sama gue mau pesen, lo kalo nyemprot pewangi ruangan jangan tajem-tajem gini wanginya."
Mas Cyin cemberut, lalu mengambil ponsel jadulnya dari laci. "Iya deh, abisnya kan biar orang-orang pada nengok ke sini kalo jalan. Sepi mulu kounter gue."
"Iya, deh," sahut Galih cuek.
"Nomor lo masih sama, 'kan?"
"Masih."
Mas Cyin ber-'oh' pelan. "Tapi kalo gue telepon kenapa nggak diangkat, Kang?"
Galih terdiam sejenak. "Oh, iya. Gue belakangan ini pake handphone Bokap terus. Lo juga isiin pulsanya ke sana aja."
Mas Cyin mengiyakan, tak berkomentar ketika Galih enggan menyahuti ucapannya tadi. Sementara dia bekerja dengan semangat, Galih mengeluarkan uang enam puluh ribu dari dompetnya dan meletakannya di meja. Kemudian, cowok itu menelepon Nadya.
Galih baru sadar kalau dia membawa ponsel ayahnya, bukan ponselnya sendiri.
Tut ... tut ...
Duh, Mbak Operator kebanyakan kentut. Padahal Galih butuh buru-buru ngomong sama Nadya.
"Maaf, nomor yang Anda tuju—"
"Alah, pehul," umpat Galih.
Oke, tenang, Galih. Paling Nadya lagi BAB, jadi nggak bisa jawab telepon lo.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got A New Missed Call! ✔
Short StoryCERPEN Pasca putus dari pacarnya, satu-satunya hal yang ingin dilakukan oleh Nadya hanyalah mengurung diri di kamarnya sambil menyemil sampai luka di hatinya mengering. Tapi, ketika mas-mas Watt-Jek yang menangani pesanannya ternyata adalah seseoran...