Galih berdecak ketika sambungan telepon antara ia dan Nadya beralih kembali menuju kotak suara. Cowok itu langsung mematikan telepon, mengunci ponselnya (bukan ponsel Ayah, karena beliau harus pergi kerja), lalu duduk terhenyak di kursinya. Alex, yang sedang asyik menyalin tugas Biologi milik salah satu teman sekelas mereka, melirik sohibnya itu dengan delikan singkat.
"Nggak usah komen," ketus Galih sebelum Alex sempat berkata-kata.
Mendengar ucapan judes teman sebangkunya, Alex pun mendengus layaknya banteng. Entah karena sebal, atau dia ingin menyemburkan kotoran hidungnya ke buku tulis Biologi-nya.
"Siapa juga yang mau komen," sahutnya pelan sambil bersungut-sungut. "Gue cuma mau nanya, lo sibuk nge-galau gini, tugas udah selesai apa belom?"
Galih mendongak dengan ekspresi sok yang berlebihan. "Udah, lah. Bingung deh, lo mesti pake nanya segala."
Alex terdiam sesaat, menatap Galih dengan wajah datar yang membuat Galih ingin menamparnya. Tapi kemudian, Alex mengedikkan bahu.
"Masih gila, berarti masih Galih yang biasa," simpulnya, sebelum akhirnya menyumpal kedua telinganya dengan earphone untuk membungkam segala semprotan yang akan Galih ucapkan.
Tapi, Galih hanya cemberut. Cowok itu hanya mendorong tangan Alex yang sedang menulis hingga pulpennya mencoret setengah halaman buku tulisnya, lalu dia pun bangkit berdiri. Tak dihiraukannya Alex yang menangisi tugasnya yang kelewat rapi itu, dan terus berjalan keluar kelas.
Setelah dirasanya cukup sepi, Galih mencari nomor Ayah di daftar kontak. Begitu dia telah menemukannya, cowok itu langsung menghubungi panutannya itu.
Ayah menjawab satu abad kemudian (setidaknya, untuk Galih).
"Ya? Kenapa, Gal? Ada danger? Sekolahmu kebakaran?"
Idih.
Galih memutuskan untuk mengabaikan pertanyaan ayahnya itu. "Mau minta nomornya Ocha dong, Yah."
"Siapa, tuh?"
"Pelanggan Ayah yang waktu itu."
"Oh!" seru Ayah kelewat dramatis.
"Iya, Yah. Ada?"
Ayah bergumam-gumam sesaat. "Ada. Buat apa emangnya?"
"Ada, lah. Urusan anak muda!"
"Kamu jangan buat Ayah jadi nggak napsu mau kirim kontaknya ke kamu, ya. Kamu itu cuma embrio di kehidupan yang kejam ini, Galih. Jangan sok dewasa begitu, kamu," ceramah Ayah dengan sok bijak.
Hening sejenak, kemudian Ayah bersuara kembali. "Kamu butuh orang dewasa buat membimbingmu mengatasi masalah ini. Cerita ke Ayah sekarang!"
Harusnya Ayah bilang saja kalau kepo soal masalah Galih. Dan Nadya, yang kini kemungkinan besar sedang memiliki kesalahpahaman dengannya. Tapi, apa boleh buat? Galih membutuhkan nomor Ocha.
Mau tak mau, Galih pun melewatkan sebagian jam pertama sekolahnya untuk melakukan curhat dadakan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got A New Missed Call! ✔
Short StoryCERPEN Pasca putus dari pacarnya, satu-satunya hal yang ingin dilakukan oleh Nadya hanyalah mengurung diri di kamarnya sambil menyemil sampai luka di hatinya mengering. Tapi, ketika mas-mas Watt-Jek yang menangani pesanannya ternyata adalah seseoran...