Bagian 10

12.4K 958 105
                                    

. .

Naruto menatap dirinya dalam cermin.

Mengerjap beberapa kali sebelum menggulirkan iris birunya, memandangi penampilannya dari bawah ke atas. Menggumam pelan tentang gaya pakaiannya yang tidak pernah jauh- jauh dari celana berwarna gelap baik itu panjang maupun pendek.

Naruto menghela nafas. Ia hampir tidak percaya kenapa dirinya mau menuruti permintaan Sasuke agar ia mendatangi undangan makan malam dari Mikoto. Hubungan mereka -Mikoto dan dirinya- pun masih begitu canggung. Ia bukannya tidak menghormati wanita paruh baya itu dengan selalu berusaha menghindarinya, tapi kenyataan di mana wanita itu pernah menyakiti perasaannya masih teringat begitu jelas dalam memorinya. Tidak, ia tidak membencinya, hanya . . . sedikit enggan. Jelas itu berbeda dengan perasaan benci.

Lagi, Naruto menghela nafas panjang. Meraih tali rambut dari laci meja dan mengikat rambut panjangnya menjadi satu di belakang kepala. Menyisakan anak rambut yang jatuh di kening dan beberapa bagiannya membingkai wajah dengan sempurna.

Kaki jenjangnya yang terbalut celana panjang hingga mata kaki mulai melangkah mendekati pintu ruang tamu. Ragu- ragu ia meraih kenop pintu. Bertanya pada diri sendiri apakah ia sudah siap menghadapi Mikoto?

" Siap," lirihnya. " Sedikit."

Menarik nafas panjang.

Klek.

" Akhirnya keluar juga," sebuah suara membuatnya tersentak kaget begitu membuka pintu. Sasuke berdiri di hadapannya. Dengan kemeja hitam dan celana jeans berwarna senada, juga kedua tangan yang bersembunyi di dalam kantong celana. Sasuke benar- benar menarik. Ia jadi lupa begitu saja jika dirinya akan bertemu dengan Mikoto beberapa saat lagi.

Naruto sudah sering melihat Sasuke dengan pakaian beragam, tapi gadis itu merasa pria di hadapannya tampak lebih menawan malam ini. Apa jangan- jangan dia pakai susuk? Naruto jadi curiga. Lupakan.

" Sasuke?"

Gadis itu mematung di depan pintu apartemennya yang terbuka. Mengerjap beberapa kali untuk menarik kesadaran yang nyaris lenyap karena pesona si duda kemb- ganteng yang sepertinya luar biasa sakti mandraguna. Tiba- tiba ia ingat kecupan kupu- kupu yang siang tadi sempat ia berikan pada pria ini di pipi. Astaga, kerasukan apa dirinya tadi? Setan cabul? Setan kredit? Apapun, yang jelas membuat Naruto merasa sangat gugup saat ini.

Tersenyum kecil, Sasuke menjilat bibirnya cepat, laki- laki bermarga Uchiha itu lantas beringsut maju. Menangkup kedua pipi Naruto dan menunduk untuk mengecup lembut bibir gadis nya selama beberapa saat. " Ku pikir kau mau pakai gaun atau rok pendek di atas lutut. Aku belum pernah melihatmu menggunakan itu, kecuali saat SMA," pria itu berujar, berbisik di depan bibir gadisnya.

Naruto memutar bola mata bosan. Dasar mesum.

" Aku tidak bisa melompati pagar kalau pakai rok," kilah Naruto, bercanda.

Sasuke terkekeh.

" Memangnya kau mau melompati pagar siapa?"

Naruto membalasnya dengan kekehan pelan. Meraih jemari kokoh Sasuke di kedua pipinya dan meremasnya lembut. Memejamkan mata untuk merasakan betapa hangat dan lebar telapak tangan pria ini di pipi berisinya.

Ia bisa merasakan Sasuke mengecup keningnya selama lima detik dan menarik wajahnya lagi untuk melihat dirinya yang kini membuka mata menatap pria itu.

" Menma?" tanya Naruto.

" Hm? Menma membantu ibu menyiapkan piring dan sendok di ruang makan. Dia bersemangat sekali dan jadi rajin bersih- bersih rumah begitu tahu kau mau makan malam bersama kami."

Mom for My Little MenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang