Bagian 4

12.5K 1.1K 73
                                    

Happy Reading~

..

" Menikah denganku?" tanya Sasuke.

Naruto melongo. Menatap kedua manik kelam pria yang sudah mengganggu minggu paginya hari ini.

Hening selama beberapa saat.

" Kau sinting?" ujarnya kemudian dengan cengiran masam.

Sasuke mendengus pelan.

" Aku serius, Dobe. Kau pikir aku sudah bisa melupakanmu?"

Naruto tertegun selama beberapa saat kemudian tersenyum geli.

" Cheesy."

Gadis itu melempar pandangannya kembali ke depan. Menatap tepat pada layar TV nya yang masih menyala. Menampilkan sebuah acara reality show yang sama sekali tak membuatnya tertarik.

" Kau bilang begitu tapi faktanya kau menghamili gadis lain," lanjutnya. Rahangnya mengeras selama beberapa detik tanpa ia sadari.

Sasuke terdiam. Tak bisa menyangkal. Dia tak berniat memberikan bantahan sedikitpun karena kenyataannya memang demikian. Tapi sungguh, hari di mana ia melakukannya adalah satu hari yang disesalkan oleh Sasuke setelah itu, bahkan hingga kelahiran sang putra semata wayang yang awalnya sama sekali tak ia inginkan kehadirannya.

" Kita sudah tak memiliki hubungan apapun sejak lulus SMA, kau ingat-"

" Kau yang memintanya, dan aku tak pernah menyetujuinya kalau kau lupa," sahut Sasuke cepat.

" Ah, ya. Well, aku cuma takut tidak mampu menjalani hubungan jarak jauh."

" Kau pengecut," desis Sasuke. Menekan jemarinya kuat di atas lutut saat perasaan sesak yang dulu pernah ia rasakan kembali menyerang dadanya, meski hanya sekilas.

Naruto menjilat bibirnya yang kering. Membenarkan ucapan Sasuke dalam hati. Dia memang pengecut.

" Dobe, kau masih mencintaiku. Hubungan kita belum berakhir, aku tidak pernah menyetujuinya. Kau memutuskan seenakmu sendiri dan pergi begitu saja dari Konoha bersama keluargamu."

Naruto tak menoleh, pun tak memberikan jawaban. Gadis itu terus melabuhkan netranya pada benda persegi panjang di hadapannya dengan pandangan kosong.

Sementara Sasuke tetap menatapnya saat Naruto tiba- tiba menyandarkan kepalanya sejenak pada lengan sofa dengan mata terpejam dan menghela nafas panjang. Gadis itu mengerang dengan suara kecil.

" Hentikan pembicaraan ini, Teme. Aku sedang tidak bisa berfikir," ujarnya kemudian lekas beranjak, berjalan menjauh menuju meja kerjanya dan menyalakan laptop tanpa melirik Sasuke sedikitpun.

Sasuke menggeram. Ia jelas tidak suka diabaikan, maka laki- laki 25 tahun itu memutuskan untuk berdiri dan segera menghampiri Naruto. Berhenti tepat di sisi gadis itu, menatapnya lekat hingga akhirnya Naruto yang merasa risih dengan tatapannya menoleh dengan kening berkerut.

" Ada apa, Tem-"

Cup

..

..

" Daddy, teman daddy itu ngambek gara- gara kita makan di rumahnya?" Menma bertanya. Menatap sang daddy dengan alis bertaut. Mengabaikan sejenak buku gambar dan crayon di pangkuannya.

"...."

" Daddy, sudah lima hari dia tidak kesini," lanjutnya. Kembali meraih krayonnya dan mulai menggambar.

Sasuke menghembuskan nafasnya kasar. Melirik sang putra tanpa berniat memberikan jawaban. Naruto memang menghindarinya sejak ia (nekad) mencium gadis itu lima hari lalu. Mengabaikan pesan dan teleponnya. Bahkan gadis itu sepertinya sengaja pergi pagi- pagi buta dan pulang larut agar tidak bertemu dengannya. Mau tidak mau membuat Sasuke jadi geram sekaligus gemas sendiri. Kenapa mereka bertingkah seperti bocah baru gedhe yang tengah bertengkar? Mereka sudah menginjak usia dua puluh lima, sudah cukup dewasa untuk bisa menyelesaikan masalah dengan cara dewasa pula, tidur bersama contohnya. Eh?

Mom for My Little MenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang