Keesokan harinya, Haeun kembali mendapatkan kesadarannya meski kepalanya masih sedikit merasa pusing. Haeun berusaha untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjangnya. Tak berapa lama kemudian, ibunya pun masuk.
"Sayang, kau sudah sadar? Apa masih terasa pusing?"
Ibu Haeun segera mengecek suhu badan Haeun. Beliau terlihat sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu.
"Ma", Haeun menggenggam tangan ibunya yang berada di dahinya, "aku ingin bertemu Seokmin"
Deg.
Ibu Haeun tercekat mendengar permintaan putrinya. Apa Haeun tidak ingat dengan kejadian kemarin? Apa Haeun lupa kalau... Seokmin sudah meninggalkan dunia ini?
"Tapi Sayang.. Seokmin-"
"Iya, Ma. Aku tau. Aku ingat semuanya", potong Haeun.
Ibu Haeun mengangguk lemah sambil menitikkan air matanya.
Sepanjang perjalanan, Haeun hanya terdiam sambil melihat keluar jendela. Tangan kanannya terus memegangi cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya.
Sesekali Haeun memejamkan kedua matanya, merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya.
Sesampainya di pemakaman, orang tua Haeun mengantarkan Haeun ke tempat peristirahatan terakhir Seokmin.
"Bisa tinggalkan kami berdua?", kata Haeun setelah mereka sampai tepat di depan makam Seokmin.
"Tapi Sayang—", Ayah Haeun menghentikan apa yang akan dikatakan istrinya. Dia mengangguk sambil tersenyum pada istrinya. "Baiklah. Kami akan menunggu di dalam mobil"
Setelah mengelus lembut punggung Haeun, kedua orang tuanya pun pergi sesuai keinginan Haeun.
Kini Haeun masih berdiri melihat gundukan tanah yang ada di hadapannya. Awalnya dia hanya terdiam tanpa ekspresi. Pikirannya entah kemana.
"Jadi, kau di sini?", Haeun tersenyum getir.
"Kenapa kau membohongiku? Aku berusaha menepati janjiku untuk menunggumu. Tapi kenapa kau tak kunjung kembali? Kau jahat Seokmin! Kau jahat!"
Pada akhirnya kedua kaki Haeun sudah tak sanggup berdiri. Dia pun terduduk dan memukul gundukan tanah di depannya dengan air mata yang perlahan mengalir membasahi pipinya.
"Kau tahu, aku bahkan sudah belajar memasak agar kau bangga memiliki calon istri yang pandai memasak sepertiku", kata Haeun sambil terisak.
"Mungkin.. aku sangat jarang mengatakan hal-hal sepertinya aku menyayangimu atau bahkan aku mencintaimu. Tapi kalau kau kembali, aku berjanji, aku akan mengatakannya setiap hari, setiap jam, bahkan setiap waktu tanpa kau minta. Aku mohon kembalilah, Seok. Kembalilah", semakin deras air yang mengalir dari kedua mata Haeun.
Hening. Haeun hanya dapat mendengar isakannya sendiri.
"Aku merindukanmu, Seoku"
Air mata Haeun terus mengalir. Dia pun sesenggukan sambil memegang erat pusara yang ada di makam Seokmin.Setelah tangisnya mereda, Haeun kembali mengangkat kepalanya. Dia melepas cincin yang satu tahun ini menemani hari-harinya. Setelah itu dia melepas kalung yang dia pakai lalu mengaitkan cincinnya pada kalung itu dan kembali memakai kalungnya.
"Terima kasih sudah menjadi bagian hidupku yang sangat berharga. Aku tak akan melupakanmu, Lee Seokmin. I love you", kata Haeun sambil memegangi cincin yang kini menggantung di lehernya. Lagi, air matanya tak kunjung mengering.
END
How? Aku gak tega sebenernya :"(
![](https://img.wattpad.com/cover/118613618-288-k969106.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of You [Lee Seokmin] ✔️
Kurzgeschichten"Maukah kau menjadi pagi, siang, dan malamku?" • Agustus 2017 • • HAF •