Tujuh

592 65 14
                                    

Keesokan harinya, Haeun kembali bekerja di Sunshine florist. Rasanya sudah sangat lama dia tidak berkunjung ke sini. Dia sangat rindu dengan wangi khas bunga-bunga yang ada di sini. Rasanya hatinya menjadi sangat tentram setiap kali menginjakkan kakinya di toko bunga ini.

"Selamat pagi semua", kata Haeun setelah masuk ke dalam toko.

"Selamat pagi. Kau sudah sembuh?", tanya Wonwoo.

"Ah iya. Aku baik-baik saja. Maaf sudah merepotkan karena ijin beberapa hari kemarin", kata Haeun sambil tersenyum.

"Beberapa hari? Mungkin maksudmu-"

"Tak apa. Yang penting sekarang kau sudah sehat kembali", potong pemilik toko sebelum salah satu pegawainya tadi menyelesaikan kalimatnya.

Haeun pun kembali bekerja. Namun ia merasa kemampuan merangkai bunganya sedikit menurun. Padahal belum lama ia istirahat dari pekerjaannya ini.

Ketika sedang serius merangkai bunga, tiba-tiba Haeun melihat sosok yang tak asing sedang melihatnya dari luar toko.














































"Seokmin?"

Haeun pun berlari keluar toko dan menghampiri kekasihnya itu. Dia memeluk Seokmin dengan sangat erat. Begitu pun Seokmin.

"Seoku, kapan kau kembali? Kenapa tiba-tiba kau ada di sini?"

"Apa aku tak boleh memberi kejutan pada calon istriku?", kata Seokmin sambil memperlihatkan senyuman terbaiknya.

"Eii, seharusnya kau memberitahuku agar aku bisa menjemputmu di bandara. Lalu, bagaimana kau tau aku ada di sini? Apa Mama yang memberitahumu?"

"Em. Tadi aku ke rumah dan Mama bilang kalau kau ada di toko"

Ya. Setelah pertunangan Seokmin dan Haeun, Seokmin memang memanggil kedua orang tua Haeun sebagaimana layaknya Haeun memanggil kedua orang tuanya. Begitu pun Haeun. Dia juga memanggil kedua orang tua Seokmin dengan sebutan yang biasa Seokmin gunakan pada kedua orang tuanya.

"Memangnya jam berapa kau sampai di sini?"

"Mungkin 1 jam yang lalu. Aku bahkan hanya menaruh barang-barang di apartemen lalu segera pergi untuk menemuimu"

"Jadi kau belum makan?"

Seokmin menggeleng.

"Yak! Sudah ku bilang-"

"Iya iya", kata Seokmin sambil menjepit bibir mungil Haeun dengan tangan kanannya, "Aku akan kembali dulu ke apartemen dan membersihkan diri. Setelah itu kita makan bersama ketika jam makan siang. Deal?"

Haeun mengangguk semangat. Dia kembali memeluk Seokmin sebelum masuk lagi ke dalam toko dan melanjutkan pekerjaannya.

"Aku sangat merindukanmu, Seoku"

"Aku lebih merindukanmu"

>_<

"Hei, kau sudah lama menunggu?"

"Tidak juga. Jadi, kau mau makan apa?", tanya Seokmin.

"Apa saja asal bersamamu"

"Eii, sejak kapan Haeunku menjadi manja seperti ini, em?"

"Ini karena kau terlalu lama meninggalkanku", kata Haeun sambil mengerucutkan bibir mungilnya.

"Maafkan aku ya"

"Tidak, tidak. Tak perlu meminta maaf. Aku hanya bercanda. Ayo, aku sudah sangat lapar", kata Haeun sambil mengamit lengan Seokmin.

Mereka pun berkeliling mencari tempat makan yang dekat dengan toko bunga agar Haeun bisa cepat kembali ketika jam makan siang berakhir.

Akhirnya mereka memilih untuk makan di salah satu kafe bernuansa biru. Kafe itu cukup ramai pada jam istirahat seperti ini. Beruntung masih ada meja kosong untuk mereka berdua. Di sana mereka menikmati makan siang pertama mereka setelah kepulangan Seokmin.

"Jadi, bagaimana Jerman? Apa kau menyukainya?

Seokmin menggelengkan kepala.

"Kenapa?", Haeun mengerucutkan kedua alisnya bingung.

"Karena di Jerman tidak ada Haeunku"

"Yak!"

Haeun memukul-mukul lengan Seokmin.

"Aaw. Aaw. Apa yang salah? Aku sangat merindukanmu ketika aku di sana. Sampai-sampai rasanya aku bisa mati jika berada di Jerman lebih lama lagi"

"Kau tak boleh mati. Aku tak akan mengijinkanmu mati sebelum aku mati"

Sejenak air muka Seokmin berubah sendu. Tapi Haeun tidak menyadarinya karena Seokmin segera mengembalikan senyuman khasnya.

"Ah iya, selama aku tak ada, apa kau makan dengan baik?"

"Em, tentu saja. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kau selalu lupa untuk makan ketika sedang sibuk"

"Bagaimana mungkin aku lupa? Ada calon istriku yang akan mengingatkanku untuk selalu makan tepat pada waktunya"

Haeun tersipu malu mendengar penuturan Seokmin. Entahlah. Padahal Seokmin sudah sering mengatakan hal-hal semacam itu. Tapi sepertinya jantung Haeun belum terbiasa.

Seperti saat ini. Jatung Haeun memompa darahnya lebih cepat sehingga membuat pipi Haeun menjadi berwarna kemerahan. Haeun sedikit menunduk agar Seokmin tidak dapat melihat perubahan warna pipinya itu.

"Oh iya. Siapa laki-laki yang tadi sedang duduk di sampingmu?"

Haeun berpikir sejenak, "Ah, maksudmu yang kau lihat ketika menjemputku untuk makan siang tadi?"

Seokmin mengangguk.

"Dia Wonwoo oppa. Salah satu pegawai juga di toko bunga. Dulu kami pernah satu sekolah dan rumah kami bersebelahan sebelum keluargaku pindah ke Seoul"

"Oh, oppa"

"Eii, ada apa dengan nada bicaramu? Kau cemburu?", seringai Haeun.

"Tidak"

"Ternyata Seoku juga bisa cemburu? Tenang saja. Kami hanya berteman"

"Tapi kulihat tadi kalian sangat dekat. Dan kau juga memanggilnya dengan sebutan oppa"

"Eii, lalu aku harus memanggilnya dengan sebutan apa? Lagi pula aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Kau percaya kan padaku?"

Seokmin menimang-nimang perkataan Haeun.

"Kalau begitu kau harus membayar denda karena sudah membuatku cemburu?"

"Hah? Bagaimana bisa?"

"Tentu saja bisa. Setelah kau selesai bekerja, kau harus menemaniku mengelilingi kota Seoul"

"Tapi—"

"Aku tak menerima penolakan"

"Em, baiklah"

Seokmin pun tersenyum lebar.



^-^ tbc ^-^

A Piece Of You [Lee Seokmin] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang