Bab Enam

1K 98 8
                                    

Sebelumnya di bab lima terakhir karena bahasaku yang acak-acakan maka aku tulis ulang di part ini. Aku minta maaf banget genre romancenya harus bercampur jadi mystery tapi sebuah cerita kalau tidak ada konfliknya tidak akan menarik bukan? Maafkan aku juga kalau alurnya terlalu lama.

Berhubung latarnya juga di luar negeri maka namanya aku ganti mengikuti lingkungannya. Nanti ada saatnya kok pindah ke korea lagi. Semoga kalian tidak bingung ya. Happy reading!!!

***

Suara mobil kepolisian Scotland Yard menarik perhatian banyak orang. Mereka mengira penyebabnya pada sesosok mayat yang tergeletak ditengah jalan. Hal itu benar adanya. Berita pembunuhan itu bahkan sudah menarik para Jurnalis yang berkerumun disekitar garis kepolisian demi mendapatkan informasi sekecil apapun. Akibatnya beberapa pengendara bahkan harus dialihkan pada ruas jalan lain untuk menghindari kepadatan lalu lintas yang dapat menghambat investigasi.

Max baru saja tiba bersama rekannya Peter Leamington. Laki-laki itu memelototi para pembuat gossip yang berjejer disekitar garis polisi. "Dasar pembuat rusuh" gerutunya sambil berjalan mendekati tempat perkara diikuti Peter. Rekannya itu menarik sudut bibirnya mendengar umpatan kecil yang ditujukan untuk Jurnalis-Jurnalis disebelah sana. Max memang dikenal dengan kepribadiannya yang terkesan acuh tak acuh. Sikapnya itu pula seringkali mengundang perhatian dari banyak gadis di luar sana.

"Kau punya rokok?" Tanyanya sambil memperagakan cara merokok dengan kedua jarinya. Peter Leamington memasukan kedua tangannya ke dalam saku. Rekannya itu kemudian beralih ke saku celananya begitu dia dapat Max tersenyum senang.

"Dilarang merokok saat bekerja" Ujar Peter seraya memasukkan sebungkus rokok kedalam sakunya lagi. Laki-laki itu berdecak kesal karena tidak di ijinkan merokok. "Aku akan memberikanmu sebungkus rokok setelah pekerjaan ini selesai" sambung Peter.

Max merogoh saku jasnya dan mengambil tanda pengenalnya. "Tidak usah ya. Aku tidak berminat lagi. Kau brengsek" Katanya sambil memperlihatkan tanda pengenalnya kepada salah satu anggota kepolisian yang bertanggung jawab di tempat ini. Peter tertawa mendengar hujatan rekannya yang satu itu. Selain sikapnya yang acuh tak acuh dia juga memiliki temperamental yang buruk.

Kedua orang itu menerobos masuk ke dalam garis kepolisian. Peter melepas topi yang digunakan untuk menutupi kepalanya yang mengalami Alopesia (kebotakan). Pria itu sungguh tidak memiliki selera berpakaian yang menarik. Tiap hari dia selalu menggunakan kemeja belel dengan dasi motif polkadot yang menjumbai diatas perutnya yang buncit. Sungguh tidak mencerminkan sosok anggota kepolisian, Daripada disebut seorang Detective ia lebih pantas menjadi pelaku kriminal.

"Waktu kematian diperkirakan sekitar pukul dua dini hari. Dilihat dari senjatanya ia tewas seketika karena peluru yang menembus otaknya" Peter menyipitkan mata. "Sidik jari pria ini seperti terbakar. Luka bakarnya sudah lama sulit untuk mengidentifikasinya dengan fingerprint"

"Bagaimana dengan kartu identitasnya?" Max sedang mengotak-atik telepon genggam milik korban yang dibungkus oleh plastik transparan. Ia harus mengetahui siapa orang terakhir yang ada dalam daftar panggilan ataupun pesannya. Keningnya berkerut "Ada yang aneh. Pria ini sama sekali tidak mendapatkan riwayat panggilan apapun sejak kemarin" Ujarnya sambil menunjukkan telepon genggam milik korban kepada Peter.

"Damn" Umpat Peter. "Bisa kau tunjukkan aku rekaman CCTV disekitar sini sebelum pukul dua dini hari hingga pagi ini?" Pintanya pada si polisi. Pria itu pun akhirnya pergi mengikuti si polisi untuk memeriksa rekaman CCTV meninggalkan Max disana seorang diri.

Max menatap sekeliling. Gedung−gedung disekitar memiliki ketinggian yang sama. Pelakunya sudah pasti mengenal medan ini dengan baik sebelum melakukan aksinya. Tapi bagaimana caranya pelaku dapat menggiring korban tanpa meninggalkan sebuah pesan apapun. Apakah dengan surat ancaman? Pikir Max.

Scent of A WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang