Saat Jiyeon sudah meyakini kalau pria itu pergi jauh, kenyataannya ia sedang berada dikolam renang. Jiyeon hampir seperti orang tidak waras-berlari mengejar pria itu ke segala tempat sambil menangis sesegukan dijalanan. Gadis itu menarik napas lega saat kembali dan mendengar suara percikan air dibelakang rumah.
Dia buru-buru berjalan menuju sisi kolam renang. Air mukanya nampak mendidih kemerahan. "Kau menyebalkan dasar bajingan" Amarah berkobar bagai api dimata hazel Jiyeon. "Aku membencimu"
Marcus berhenti ditengah kolam ketika mendengar umpatan gadis itu meskipun samar-samar karena gelombang air. Ia diam sebentar memandang wanita itu beberapa saat sambil melepas kaca mata renang sebelum menyandarkan kedua lengannya di dinding kolam. "Tidakkah kau berpikir ini takdir yang lucu" Pria itu menyeringai bagai pemain antagonis dalam sebuah film.
"Aku tidak pernah meminta bantuanmu" ujar Jiyeon dengan geram.
Marcus bergegas keluar dari kolam menuju kursi pantai lalu menyeka fisik kekarnya yang basah menggunakan handuk kering. Jiyeon buru-buru mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Dia mencemaskan satu-satunya bagian tubuh pria itu yang tampak menonjol dari balik celana biru gelap. Marcus sangat benar-benar tampak maskulin hanya dengan memakai celana renang itu.
"Asal kau tahu saja" Marcus mengambil setoples biskuit diatas meja sebelum duduk dikursi, "Aku lebih senang jika kau menjadi milikku" ujarnya disela gigitan cokelat beku yang lezat. Ia menyodorkan setoples biskuit itu pada Jiyeon. Gadis itu hanya membalas dengan mimik tak suka sebagai penolakan.
Marcus kembali menarik toples itu, "Jadi kau lebih suka vanila"
"Jangan mengalihkan topik. Ceritakan padaku bagaimana bisa perusahaan ayah berpindah tangan secepat itu"
Marcus terus mengunyah biskuit cokelat tanpa memberi respons. Gadis itu sedikit memberengut dengan tingkah laku pria itu. "Kau bilang tidak melakukan ini untuk mendapatkan perhatian. Namun yang kau lakukan sangat menarik perhatianku"
Laki-laki itu mendongak dan menengadah, "Yang mana? Celana renangku atau celana dalamku"
Jiyeon merasa konyol dengan jawaban Marcus. Pria itu sepertinya tidak tahu tata krama ketika berbicara dengan lawan jenis. Emosinya sudah terkuras habis untuk meladeni pembicaraan tadi. Jiyeon sudah sangat lelah jika harus kembali berdebat. Hanya dengan melihat senyum geli diwajah Marcus seketika mampu menyulut rasa kesal dihati Jiyeon. "Aku sangat serius"
Marcus bangkit dari kursi dan berderap melangkah menuju dapur, melewati ruang tamu dan masuk kedalam kamar. Jiyeon mengikuti pria itu dengan tidak sabar. Dengan penasaran, Jiyeon mengamati Marcus membuka satu laci lemari dan mengambil sebuah foto, kemudian memberikan kepada Jiyeon.
"Foto itu diambil sehari sebelum peresmian perusahaan ayahmu. Sebagian besar suntikan dana itu berasal dari kakekku" ujar Marcus, "Aku jadi teringat dulu sebelum Irene datang dalam hidupku. Kakekku pernah berusaha menjodohkanku dengan seorang wanita"
Deg.
Jangan katakan itu. Mata Jiyeon menerawang berusaha memasuki ingatan jangka panjang yang sedikit terlupakan. Kembali kemasa lalu sebelum masalah itu muncul. Dimana letak kesalahan yang selama ini diabaikannya?
Marcus menyadari perubahan mimik diwajah Jiyeon yang menegang. Pria itu sudah menduga jika wanita itu belum mengetahui kisah yang sebenarnya. Tentang perjanjian konyol yang dilakukan kakeknya dengan mendiang ayahnya. Saat itu Marcus hanya menganggap hal itu sebagai gurauan saja. Namun setelah kematian ayahnya semua menjadi sangat jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scent of A Woman
FanfictionJiyeon hanya ingin melarikan diri dari perjodohan itu namun ia tidak mengira bahwa takdir justru mempertemukannya dengan calon suaminya.