Bab Tujuh

966 102 12
                                    


Film itu berakhir dengan kematian sadis yang luar biasa menurut sudut pandang Jiyeon. Alur ceritanya sejak awal memang telah disetting sedemikian mungkin demi kesuksesan film tersebut. Para diktator stasiun televisi itu sungguh hebat dalam menyuguhkan tontonan seperti ini. Mereka mencari penulis handal yang mampu mempermainkan suasana hati penonton untuk mengejar bisnis di dunia entertaintment. Sayangnya ia benci cerita yang berakhir menyedihkan tapi itu jauh lebih baik dari pada akhir yang mengenaskan. Yah sejujurnya keduanya masuk ke dalam daftar film yang paling dibenci Jiyeon.

Gadis itu menyeruput minuman bersoda dari sedotan plastik. Begitu selesai menonton film, laki-laki itu mengajaknya makan disebuah restaurant dekat bioskop. Kyuhyun menatapnya dengan begitu intens seolah-olah ia ingin melahapnya. Gadis itu tersedak begitu mata mereka bertemu pandang. Dia menyeringai menampilkan deretan giginya yang putih-membuat raut wajahnya keliatan luar biasa tampan. Seharusnya dia ikut model iklan pasta gigi. Jiyeon yakin ia dapat menarik banyak konsumen untuk membelinya. Bukankah seperti itu timbal baliknya.

"Minumlah pelan-pelan. Kau banyak menghabiskan suara dibioskop tadi" Kyuhyun mengingatkan gadis itu tentang bagaimana ia berteriak dengan heboh sehingga mengganggu penonton dalam menikmati jalan cerita. Caranya itu sangat keterlaluan karena kerap kali Jiyeon mencengkeram lengan kekarnya kemudian menyembunyikan wajah disisi bahunya. Bisa dibayangkan bagaimana gadis itu telah menarik hasrat Kyuhyun. Tentu saja ia tersiksa karena hantaman keras bayang-bayang gadis itu diatas ranjangnya. Film didepan layar tiba-tiba berubah dengan tayangan berisi konten dewasa dimana pemeran utamanya Kyuhyun dan Jiyeon dengan backsound suara sensual keduanya. Untung saja Kyuhyun dapat kembali kepada kenyataan bahwa semua yang dilihatnya hanya imajinasi karena dorongan kuat dari dalam diri yang meluap keluar dari isi otaknya.

Jiyeon berdeham. "Aku hanya ingin mencairkan suasana agar tidak terlalu membosankan" Ia membasahi bibir berusaha mengalihkan perhatian. Alasan yang kurang masuk akal membuatnya sedikit malu. Apa laki-laki itu melihat rona kemerahan di pipinya? Ia bukanlah jenis wanita yang ingin mudah terbaca.

"Baiklah aku sudah lama ingin mengatakan hal ini" Dia mengambil serbet dan meletakkannya dileher kemeja biru bermotif kotak-kotak yang membalut dada kokoh-bahu bidang yang tegar serta lengan berotot yang nampak akibat menggulung pakaiannya sampai diatas siku tangannya. Adegan itu memberikan kesan sensual untuk Jiyeon. Sisi maskulinnya sungguh berbahaya. Jiyeon sungguh tidak bisa menutupi kekagumannya pada makhluk menawan dihadapannya.

"Apa rencanamu setelah ini?" Kyuhyun mengelap sendok garpu beserta pisau kecil untuk memotong steak daging sapi sembari menunggu jawaban dari Jiyeon. Gadis itu termenung sesekali menyesap minumannya dalam kebisuan. Dari raut wajahnya yang berubah murung serta garis bibirnya yang memudar Kyuhyun berasumsi jika masalah gadis itu bukanlah masalah sepele.

Kyuhyun memotong steak itu lalu menyuapkan potongan daging kecil diujung garpu ke dalam mulutnya. Dia bergumam nikmat kala indera pengecapnya merasakan daging itu mencair dimulutnya memberikan sensasi murmer yang mampu menghilangkan rasa penatnya.

Jiyeon tersenyum melihat tingkah laki-laki itu. Caranya menikmati hidangan makan malam terlalu menggodanya untuk tidak mengalihkan pandangannya padanya. Dengan segala daya tarik yang dimiliki mulai dengan gaya rambut cokelat keemasan yang sedikit ikal nyaris menutupi alisnya yang tebal. Ketika ia mengunyah rahangnya yang kuat itu mengingatkan pada malam ketika pria itu menciumnya dengan penuh gairah. Dia begitu berpengalaman menggerakkan bibirnya yang lembut seperti permen karet. Jiyeon tidak pernah tahu rasa bibir seorang lelaki bisa selembut bibir wanita. Sentuhannya yang sedikit kasar ternyata membangunkan sisi kelemahannya. Bahwa dorongan biologis untuk bercinta dengan lawan jenis mulai keluar dari dalam dirinya.

Apa rencananya setelah ini? Pertanyaan dari Kyuhyun membawanya kembali pada masalah itu. Jiyeon tidak punya rencana apapun. Ia bahkan tidak memiliki niat untuk kembali selama-lamanya. Katakan saja ia egois-tidak memperdulikan keselamatan keluarganya. Jiyeon berhak memutuskan hidupnya, kebebasannya, kebahagiannya.

Scent of A WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang