Bab Tigabelas

747 52 5
                                    

Anu... Saya tidak pandai buat adegan ini. Mohon maaf lahir dan batin.

Harap maklumi jika bahasa author kurang baik.

💏 💏 💏

Marcus tidak membiarkan wanita itu berpikir terlalu lama dan menunggu hanya akan menimbulkan rasa cemas. Ia tidak perlu ijin untuk mengangkat tubuh Jiyeon dan membawanya menuju kamar. Bahkan wanita itu tidak sempat berontak karena rambut Marcus yang basah nampak acak-acakan namun begitu menggoda untuk disentuh. Bahkan bahunya yang lebar begitu kuat saat mendorong permukaan pintu kayu ruang kamar miliknya.

Matahari terbenam, cahaya menembus jendela-jendela bertirai dan angin musim panas sepoi-sepoi bertiup sampai membuatnya berayun, menyebabkan seisi ruangan seolah bermandikan cahaya jingga kemerahan menunggu datangnya gelap malam dan kesunyian mulai menyapa saat suara binatang siang hari mulai tidak terdengar hanya ranting pohon yang saling berderak begitu angin tampak bergairah.

Marcus membiarkan wanita itu berdiri disisi ranjang, memberi jarak intim dan dia melepas handuk kimononya, memamerkan tubuhnya yang kekar dan berotot, menyibak rambut ke atas demi menyempurnakan pandangan atas wanita yang begitu arogan dengan kecantikan parasnya mampu mendobrak keteguhan hatinya yang membeku selama beberapa tahun terakhir.

Dia mendekat tanpa banyak berucap, lengan itu dengan lancang menarik tubuh Jiyeon ke dalam dekapannya dan jari tangannya sedang mencari-cari, menelusuri punggungnya untuk menarik risletting. Hembusan napasnya sangat teratur, mungkin hanya jantungnya yang sudah kewalahan, ketika sudah tak sanggup lagi menahan bibirnya yang berkedut, dia menciumnya. Jiyeon tampak tenang ketika membiarkan bibir Marcus yang hangat dan menggoda bergerak dengan leluasa. Benar-benar nostalgia, seolah ia dibawa lagi ke masa beberapa hari yang lalu saat pria itu dengan berani mengecupnya. Entah mengapa rasanya jauh lebih enak jika dibandingkan dengan saat itu.

Marcus bergerak lebih agresif ketika Jiyeon memberanikan diri untuk menyelipkan lidah melewati bibir lembut Marcus. Sepertinya kini kesunyian di ruangan nyaris diwarnai oleh desahan erotis sepasang kekasih saat bibir mereka saling bertautan, begitu panas dan bergelora sampai terdengar hembusan napas yang saling mencuri udara satu sama lain agar mereka dapat lebih lama menikmatinya. Jari Marcus bergerak menurunkan tali bahu dan dressnya yang mengganggu, jatuh ke lantai, diabaikan begitu saja, baru setelahnya bibir itu bergerak menikmati kulit pipi Jiyeon. Seolah tahu kemana bibir itu akan pergi, Jiyeon membuka lehernya sambil memejamkan mata agar pria itu mendapatkan lebih banyak.

Jiyeon merasa seakan jatuh, tubuhnya terasa lemas karena bibir lembut itu memberikan rasa panas yang menjalar sebelum ia kehilangan keseimbangan, Jiyeon meletakkan tangannya diantara leher Marcus dan jemarinya bergerak menjelajahi kemudian mengait sejumput rambut setengah basah itu. Reaksi Jiyeon diluar dugaan Marcus. Pria itu sepertinya mulai kehilangan kesabaran. "Okay sayang. Jangan abaikan saudara kecilku ini terlalu lama"

Jiyeon memekik saat menyadari bahwa sesuatu dibawah sana terasa seolah bangkit dan begitu keras ketika bergesekan dengan perutnya. Pria itu kemudian mengangkat tubuh Jiyeon dan memindahkann gadis itu di atas ranjang. Dibawah bayang-bayang gelap mata biru itu bersinar bak berlian, memancarkan pesona mematikan dan berbahaya seperti kawanan seekor serigala liar yang sedang mencari mangsa ditengah hutan pinus.

Marcus mengumpat dalam bisikan parau dan menjatuhkan tangannya diatas payudara Jiyeon, merangkum bobot penuh, memijatnya dan mengusap puncak payudara Jiyeon dengan ibu jarinya yang terasa kasar. Jiyeon mengerang, darahnya berdesir ketika puncak payudaranya berada dalam mulut Marcus, terasa basah dan hangat tapi menggelikan. Dia memembenamkan wajahnya diatas payudara Jiyeon yang empuk dan kencang, melahap dan menghisapnya dengan bibir lembutnya. Lidahnya tidak bisa diam, bergerak kesana kemari, mengusap puncak payudaranya sampai Jiyeon merasa hampir kehilangan akal.

"Marcus".

"Apa sayang?"

"Ku mohon lupakan Irene" Nama itu terucap dalam erangan pelan dan membuat Marcus terpaku sejenak. "Tidak. Jangan berhenti menyentuhku" pinta Jiyeon

Marcus tidak sanggup menahan gairah seksual yang menggebu-gebu menghancurkan pertahanan psikisnya. Ia tidak akan menolak keinginan wanita tersebut. "Tidak akan sayang. Bagiku hanya kau yang ku inginkan saat ini dan seterusnya" Marcus menciumnya lebih dalam menautkan bibirnya kembali diatas bibir Jiyeon. Tangan pria itu bergerak untuk melepas celana dalam Jiyeon, melemparnya secara sembarang kemudian beralih untuk melepas celana dalamnya. Kedua orang itu tampak tidak peduli kemana perginya benda pusaka mereka karena sekarang sudah tidak ada sehelai benangpun yang melindungi tubuh Jiyeon. Jemari Marcus bergerak diatas paha Jiyeon dan membelai gadis itu, menuntunnya untuk membuka lebar-lebar.

"Aku akan senang jika kita memiliki seorang anak"

Jiyeon terkesiap mendengar itu dan kini hanya rasa nyeri yang menghujam saat Marcus memasuki dirinya dengan perlahan. Marcus mengerang. "Kau begitu sempit sayang" rasanya begitu hangat. Diluar dugaan, Jiyeon menyambutnya, kedua kakinya ia letakkan diatas pinggang Marcus, mendorong pria itu agar memasukinya lebih dalam lagi. Pria itu sedikit demi sedikit mempercepat tempo, membiarkan gairah menuntun keduanya dalam penyatuan yang begitu memabukkan.

"Sepertinya aku meremehkan keperawananan seorang wanita"

"Mungkin kau lupa sampai-sampai menunjukkan rasa keterkejutanmu" tukas Jiyeon dengan kesal.

Marcus hanya membual, faktanya dia hanya seorang perjaka mengenaskan. Sebenarnya dia adalah tipe lelaki yang sopan. Sungguh disayangkan. Lebih baik dia tidak mengatakan tentang hal ini pada Jiyeon. Ia menyeringai lebar "Oh yeah, aku tidak keberatan" Marcus menghantam dengan kuat sampai Jiyeon merasakan gelombang panas yang menguar menggerogoti dirinya begitu tajam menusuk, hingga pahanya bergetar sampai ke ujung kaki. Dasar brengsek. Jiyeon meringkuk dengan bertopang pada pundak Marcus. Pria itu bahkan tidak memiliki niat untuk menyembunyikan wajah jahatnya.

"Jangan harap aku kan memperlakukanmu dengan sopan"

"Oh ya kupikir kau sangat menjunjung tinggi tata krama"

"Ku harap kau tidak menyesal karena aku menyakitimu"

"Aku tidak merasa tersakiti"

"Aku sudah memperingatkanmu sayang"

Marcus bergerak hingga menyebabkan Jiyeon tersentak dan jatuh diatas tumpukan bantal yang empuk. Pria itu benar-benar tidak memberikan toleransi dan bergerak semakin cepat, dia benar-benar menguji jiwa Jiyeon yang telah terhantam oleh gelombang hasrat yang mencengangkan. Jangan harap ia akan berteriak seperti seorang wanita yang lemah. Di antara napasnya yang tersengal-sengal karena aktivitas tersebut Jiyeon menarik sudut bibirnya dan menyerang Marcus. "Usaha yang bagus"

Pria itu benar-benar menghajarnya. Marcus menggeramkan kepuasannya. Sayangnya ini tidak cukup. Ia bisa melakukan tiga bahkan lebih dari yang ia dapatkan saat ini."Aku masih belum selesai sayang"

"Kau tidak perlu berbohong. Katakan saja jika kau sudah tidak sanggup"

"Asal kau tahu saja aku tidak akan mengeluh"

"Aku tidak membutuhkan keluhanmu"

"Pastikan kau tidak kehilangan kesadaran, Manis"

"Kepercayaan diri yang tinggi terkadang hanya akan menghancurkanmu"

"Aku tidak akan hancur karena hasrat seksualku"

"Kita lihat saja"

"Aku sangat menantikannya" dan malam pun semakin larut. Suara desahan erotis beraroma romansa itu pada akhirnya beradu dengan suara binatang di malam hari. Semilir angin berubah menjadi dingin namun tidak pernah cukup menyapu peluh keringat di sekujur tubuh pasangan kekasih itu, hanya rasa lelah yang menumpuk saat keduanya sama-sama jatuh dalam dekapan hangat yang menunggu dipenghujung malam. 

💏 💏 💏


To Be Continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Scent of A WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang