Happy Reading💖
Jangan Lupa Vote⭐️****
"Mungkin menurut sebagian orang ketika kau terpaksa jatuh pada suatu hati, maka semakin lama kau akan menyadarinya dan akan jatuh semakin dalam. Tapi apa yang terjadi jika kau memaksa orang lain melakukannya. Apakah akan sama?"
*
Eiquelyn memijat pelipisnya ketika Austin yang terus-menerus mengekori seperti anak ayam. Hell! Apa perusahaannya tiba-tiba bangkrut sehingga ia tidak punya kerjaan dan mengikuti Eiquelyn kemanapun di siang bolong seperti ini?Eiquelyn menghentikan jalannya dan berbalik badan menghadap Austin. Sedang yang ditatap hanya memberikan senyum menawan yang pasti akan membuat wanita lain mati berdiri. Tapi tidak dengan Eiquelyn, ia tidak mempan dengan jurus senyum kardus itu.
"Berhenti mengikutiku! Apa maumu? Urusi saja pekerjaanmu yang menggunung. Oh! Dan juga jangan lupakan sekretaris jalang itu"
Austin yang dicecar perkataan seperti itupun malah tertawa karena melihat ekspresi Eiquelyn. Jelas sekali bukan wanitanya ini cemburu? Hanya dia saja yang gengsi mengakuinya.
Austin melipat kedua tangannya di depan dada sambil terkekeh.
Eiquelyn semakin terlihat kesal sampai wajahnya memerah. Bisa-bisanya saat ia sedang kesal seperti ini, Austin malah menganggapnya lucu. Memang ia sedang melawak?
Saat ingin berbalik, Austin segera menarik tangannya dan membawa wanita itu ke dalam pelukan hangat. Ia juga mengisyratkan kepada para pengawalnya untuk sedikit menjauh dan memberi mereka ruang.
"Seharusnya aku yang tanya kenapa, hm? Aku sudah memindahkannya ke kantor cabang yang lain tapi kau masih cemburu?"
"Aku tidak cemburu. Tidak sama sekali!" Ucap Eiquelyn sambil semakin mengeratkan pelukan mereka.
Austin semakin terkekeh geli. Mana ada orang yang marah tetapi malah memeluk seseorang yang dimarahinya dengan erat? Sungguh berbanding terbalik antara ucapan dan perbuatan.
"Kenapa tertawa?" Tanya Eiquelyn tajam. Ia bahkan mendongakkan wajahnya agar bisa memberikan tatapan mematikan.
Austin yang tidak tahan karena tingkah Eiquelyn langsung menyambar bibir wanita itu. Melumatnya lembut bahkan sesekali menggigitnya gemas membuat Eiquelyn harus memukul dada Austin keras. Setelahnya ia menangkup pipi wanitanya dengan kedua tangan lebar yang hampir membungkus semua wajah Eiquelyn.
"Terima lah pertunangan ini, sweetheart" ucap Austin lembut. Bahkan terlalu lembut seakan jika satu kata saja ia ucapkan akan membuat kesempatannya terbuang.
Eiquelyn menatap mata Austin dalam. Mata lelaki itu memang memancarkan keseriusan. Tapi siapa yang tau jika Austin belum membuka hati sepenuhnya. Eiquelyn bisa merasakan itu dan ia yakin akan perasaannya. Tetapi apa yang bisa ia lakukan saat hatinya malah berbanding terbalik dengan isi pikirannya?
Menghembuskan nafas pelan, Eiquelyn menunduk dan melemaskan bahunya. Ia bingung, untuk semua yang akan ia hadapi dan untuk semua yang akan laki-laki itu berikan terhadapnya.
Pikiran Eiquelyn masih berputar tentang, 'bagaimana jika ia hanya terobsesi?' , 'apakah ia bisa benar-benar melupakan masa lalunya', 'bagaimana jika aku hanya pelarian?' dan masih banyak lagi pikiran yang berkecamuk.
Austin mengangkat dagu Eiquelyn agar kembali menatapnya. Kali ini tatapan yang Austin berikan justru menjadi sendu seakan jika Eiquelyn tidak menerimanya, ia akan menjadi abu saat itu juga. Eiquelyn merutuk di dalam hati. Tatapan macam apa itu, batinnya. Bisa-bisa nya lelaki itu menunjukkan sifat anak anjing seperti ini.
"Tiga hari. Beri aku waktu tiga hari lagi. Aku tau kau sudah menunggu lama, tapi aku bukan tipe orang yang dengan mudahnya memberikan keputusan penting untuk menentukan jalan hidupku. Aku harap kau bisa mengerti," Eiquelyn akhirnya mengutarakan keinginannya. Mungkin ia akan benar-benar berpikir tentang hal seserius ini.
Austin mengeratkan pelukannya dan tersenyum menenangkan, "Aku harap jawaban yang aku harapkan akan segera ku dengar."
"Berdo'alah untuk itu," balas Eiquelyn
***
"Perlu berapa lama lagi kau membuatnya menunggu, Lyn?" Tanya Siena sembari meletakkan red velvet di depan Eiquelyn.Eiquelyn mengendikkan bahunya seperti orang yang acuh tetapi bukan itu yang ditangkap oleh Siena. Ia tahu bahwa wanita di depannya ini sedang bingung.
"Siapa suruh dia menungguku. Aku tidak memintanya menunggu, tetapi dia yang mau. Lagipula aku yakin bahwa dia masih terngiang-ngiang urusan masa lalunya yang terlampau dalam itu," ucap Eiquelyn kesal.
Siena bingung harus kesal atau ia menganggap ini lucu. Katakanlah Eiquelyn bodoh jika berurusan dengan yang namanya 'perasaan'. Di satu sisi ia terlihat tidak perduli dan menganggap Austin hanya bermain-main dengannya. Tetapi di sisi lain, alasannya menganggap Austin seperti itu yang Siena yakini pasti berkaitan dengan keangkuhan Eiquelyn untuk mengakui bahwa ia cemburu.
Dengan siapa lagi ia cemburu kalau bukan dengan wanita masa lalu Austin. Bahkan wanita itu tidak pernah terdengar lagi kabarnya barang satu katapun. Bukannya ini merupakan kesempatan emas untuk Eiquelyn merebut seluruh hal yang ada pada Austin?
Menghembuskan nafasnya kasar, Siena menyandarkan punggungnya hingga bersentuhan dengan sofa dan melipat tangannya di depan dada.
"This is what you want? Let him go?" Siena menyindir Eiquelyn meskipun ia tau jawaban apa yang akan didengarnya.
"Kenapa tidak? Apakah aku harus bergantung dengan lelaki yang bahkan tidak bisa move on? Setelah lama mereka berpisah tetapi dia masih saja mempunyai perasaan dengan wanita itu. Memangnya aku lebah yang rela berbagi bunga," sungut Eiquelyn kesal membuat Siena semakin semangat menggodanya. Lihatlah betapa egoisnya wanita ini mengakui perasaanya. Sudah jelas-jelas cemburu masih saja berlagak sok marah dan merasa menjadi korban.
Siena menahan tawanya kemudian menengakkan badan dan menatap Eiquelyn.
"Kalau begitu akan aku bantu mengatakan kepada Austin bahwa kau menolaknya. Lagipula rekan bisnisku sedang mencari calon suami. Mungkin Austin bisa kujadikan rekomendasi untuknya," ucap Siena santai sambil meraih ponselnya yang berada di atas meja.
Sedetik kemudian Eiquelyn langsung merebut ponsel Siena dengan muka yang merah padam.
"Kenapa kau merebutnya? Kembalikan! Aku kan ingin membantumu dan rekan bisnisku. Lagipula kau tidak akan menerima pertunangan ini kan?" Siena pura-pura kesal. Bahkan wajahnya ikut memerah karena menahan tawa melihat ekspresi Eiquelyn.
"Tidak! Kata siapa aku tidak menerimanya? Aku menerimanya! Katakan saja padanya apa yang ingin kau katakan saat aku mengatakan ini!" Kesal Eiquelyn. Bahkan kata-katanya sendiri sampai berbelit saking kesalnya.
Siena kemudian tersenyum lebar. Akhirnya macan galak ini jinak juga, batin Siena.
****
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Reason For Falling
Romance"Bukankah sudah ku katakan bahwa kau tidak akan pernah bisa menolakku, Lyn?" **** Austin Gabriell Dashell seorang CEO Dash Corp yang mempunyai segalanya tetapi selalu dikejar mimpi masa lalu dan berakhir tidak mempercayai cinta sampai datang Eiquely...