Part 21

11.1K 521 20
                                    

Happy reading💗

****

"Bukan tentang apa yang ada di depan mata meskipun hal itu indah. Tetapi, apa yang ada di dalam hati jauh lebih jelas entah itu akan semakin indah atau membuatnya menjadi hal terburuk. Membuatmu sadar bahwa apa yang perlu dilakukan tidak harus sesuai dengan yang kau inginkan."

*
"Laura, bukankah seharusnya hari ini aku hanya mempunyai jadwal pemotretan satu kali?" Tanya Eiquelyn saat pelayan datang membawakan pesanan mereka.

Laura yang sedang sibuk dengan tab di tangannya menoleh sembari memberikan cengiran lebarnya.

"Maaf.. aku salah memberi info kepadamu," tetapi, sedetik kemudian dia merubah raut wajahnya menjari datar.

"Semua ini juga salah kalian, mengapa tidak memberitahukan kepadaku rencana pertunanganmu? Kepalaku serasa ingin pecah menerima panggilan dari para pemburu berita. Jika saja kau memberitahuku lebih dulu, sudah pasti aku akan bersiap dan tidak pusing sendiri seperti ini. Arghh... kau benar-benar Lyn! Awas saja kau,"

Laura tidak berhenti mengoceh meluapkan kekesalannya, sedang yang diomeli hanya diam mengaduk minumannya sembari memijat pelipisnya pelan.

Beruntungnya, restoran yang saat ini mereka tempati sedang tidak penuh seperti biasa. Yah.. meskipun mereka juga berada di ruangan VIP, tetapi jika keadaan diluar ramai seperti biasanya maka sudah dapat dipastikan mereka berdua hanya akan sibuk menjadi bahan wawancara mendadak, mengingat berita mengenai dirinya sudah menjadi headline dimana-mana.

Tentu ia sudah tau apa yang akan terjadi jika menerima lamaran Austin. Tetapi mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Lagipula, tidak rugi juga ia menerima lelaki itu karena ia yakin dengan perasaan ini yang menunjukkan tanda-tanda ketertarikan. Jika untuk hal yang berkaitan dengan cinta, bukankah itu akan tumbuh ketika sudah terbiasa? Eiquelyn akan membiarkan dirinya dibawa oleh waktu dan mencoba menetapkan hatinya. Sudah cukup bermain, batinnya.

"Oh.. Bukankah itu Rafael?"

Suara Laura mengejutkan Eiquelyn. Bukan, bukan karena suara terkejutnya yang memekakan telinga. Tetapi, karena nama yang disebutkan oleh Laura membawanya menoleh dan mendapati lelaki berparas bak dewa yunani yang sialnya tersenyum dan menuju ke arahnya saat ini seakan menarik kembali semua kenangan masa lalu yang sudah sangat sulit ia kubur.

Saat lelaki itu sudah berada tepat di hadapannya, Eiquelyn tidak dapat menyembunyikan raut wajah kesal yang bercampur sedih mungkin?

"Sudah lama kita tidak berjumpa.... baby?"

Rafael sialan!

**

Beberapa menit berlalu, yang ada hanya keheningan yang menyelimuti kedua insan yang dahulu saling mencintai ini. Sang wanita yang menatap lelaki dihadapannya dengan tatapan kesal, marah, bahkan masih tersirat luka di dalamnya. Dan yang ditatap sedang sibuk mengamati bagaimana lekukan wajah wanita yang dahulu menghiasi hidupnya itu kini semakin menawan.

"Ekhemm..." Rafael berdehem memecah keheningan diantara mereka.

"Apa kabar, Lyn?"

Menghembuskan nafasnya, Eiquelyn kemudian menyandarkan tubuhnya ke belakang sambil meyilangkan tangannya di depan dada. Tatapannya belum memutus pandang akan sosok lelaki di hadapannya ini.

"Seperti yang kau lihat."

"Well... kau terlihat baik dan bahagia?" ada nada sedih disana yang Rafael harap Eiquelyn tidak menyadarinya.

"Ada hal apa yang membawamu menemuiku? Kau tau kan aku tidak suka basa-basi,"

Rafael mengangkat kepalanya dan menatap wanita itu dengan pandangan yang teramat lembut. Tatapan yang mampu membuat Eiquelyn luluh dan menimbulkan efek kupu-kupu yang berterbangan di perutnya, jika saja itu dilakukan oleh Rafael saat dulu ketika mereka masih menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih.

"Maaf.."

Akhirnya kata itu yang berhasil keluar dari bibir Rafael. Satu kata yang membuat dada Eiquelyn merasa sesak bersamaan nada suara Rafael yang semakin lirih.

"Untuk apa?"

"Untuk segalanya yang pernah aku lakukan kepadamu. Aku tau itu sakit tetapi, apa yang bisa aku lakukan saat itu? Aku begitu bodoh dan aku seakan gila karena menyesal setelahnya,"

Eiquelyn berusahan menahan air matanya agar tidak tumpah. Sudah cukup untuk semua yang Rafael berikan padanya. Tidak akan ada lagi air mata.

"Lupakan saja semuanya," balas Eiquelyn santai tetapi siapa yang tahu bahwa dadanya serasa terikat.

"Jangan bersikap seperti ini. Jika kau memang berniat mendapatkan maaf dariku, jangan mengungkitnya lagi. Aku lelah kau tau? Menahan semua emosi disaat aku perlu mengeluarkannya. Aku pikir kau akan berada dipihakku ketika aku bersabar. Tetapi ternyata saat itu aku terlalu banyak mengkhayal. Hubungan kita memang tidak sedalam itu kan? Aku yang tertarik dengan pangeran tampan sepertimu dan kau..."

"Aku juga tertarik padamu saat itu Lyn, asal kau tau,"

Eiquelyn menganggukkan kepalanya ringan, "Aku tau, aku tidak bodoh untuk merasakannya. Tetapi kebodohanku terletak saat aku mengharapkan hatimu secara lebih. Aku tau dari awal hubungan kita tidak benar. Aku yang menyukaimu dan kau yang memanfaatkan perasaanku untuk kepentinganmu. Kau tau bagaimana aku saat itu? Aku seakan hidup dalam kekosongan yang tidak akan pernah habis."

Eiquelyn menghentikan ucapannya saat dirasa dadanya semakin sesak.

"Kau tidak salah Raf, kau berhak memilih untuk kepentinganmu saat itu. Mengatakan bahwa aku bukan siapa-siapa dan menerima perjodohan keluargamu. Hanya saja aku terlalu menyayangimu dan seakan duniaku hancur ketika kau berpaling."

Beralih menatap Rafael lagi, kali ini Eiquelyn memasang senyum hangatnya. Senyum yang entah mengapa sangat dirindukan Rafael.

"Bagaimana kau sekarang?" pertanyaan ini tanpa diduga keluar dari bibir Eiquelyn.

"Sangat baik setelah melihat kau baik-baik saja."

Ada jeda lagi sebelum Rafael bangkit berdiri dan berjalan menuju Eiquelyn lalu memeluknya erat. Membuat wanita dalam pelukannya mematung terkejut bukan main.

"Aku benar-benar merindukanmu. Sangat.. sehingga rasanya aku ingin mati,"

****

Tbc...

My Reason For FallingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang