Happy Reading❤️..
.....
....
...."Kau dari mana saja?"
Suara berat laki-laki yang di kenalnya tak ayal membuat jantung Eiquelyn seakan melompat dari tempatnya. Tak bisakah dia berbasa-basi menyapa dulu saat baru melihat pemilik apartment ini datang?
Tapi...
Kenapa laki-laki gila ini ada disini? Siapa yang memberi tau password apartmentnya? Saat ia belum sadar dari keterkejutannya. Austin memegang pelan kedua bahu wanita itu sehingga membuatnya terlonjak kaget."Kau kenapa?" Suara Austin melembut membuat Eiquelyn mendengus.
"Kau yang kenapa?"
"Aku?" Balas Austin bingung. Memang ia kenapa? Bukankah ia hanya bertanya.
"Ya! Kau masuk apartment orang tanpa ijin dan seenaknya berlaku seolah ini milikmu,"
Austin terkekeh dan melepaskan pegangannya kemudian duduk di sofa dengan santai. Woahh.. lihatlah dia benar-benar menganggap bahwa bangunan ini adalah miliknya.
"Memangnya ada yang salah?"
Kali ini Eiquelyn semakin melebarkan kedua matanya. Kepalanya sudah cukup panas seakan ingin meledak saat pertemuan tak terduga yang dialaminya tadi dengan mantan kekasih paling menyebalkan. Dan sekarang apa lagi yang diperbuat laki-laki tidak tahu diri lainnya? Demi Tuhan! dia hanya ingin beristirahat.
Austin memiringkan kepalanya menatap Eiquelyn dengan tatapan ingin tahu serta senyuman nakalnya yang dibalas delikan tajam. Lama mereka bertatapan, diakhiri dengan Eiquelyn yang berpaling dan segera pergi masuk ke kamar.
Sesaat setelah wanita itu menutup pintu, getar di ponselnya membuat senyum di wajah Austin pudar terganti dengan wajah datar penuh emosi.
**
Dihadapkan dengan setumpuk dokumen dan jadwal beruntun yang membuat penat adalah hal biasa bagi Austin. Ayah tirinya dulu bersikeras membuat Austin terjun dalam dunia bisnis, tujuan utamanya tentu untuk menguasai harta ayah kandung Austin yang baru ia temui 5 tahun terakhir. Austin kecil yang tidak mengerti apa-apa hanya mengikuti semua yang disajikan dihadapannya. Seolah ia memang dibentuk untuk menjadi pekerja dengan otak licik yangmana itu sedikitnya berguna dalam hal bisnis besar seperti yang ia tekuni saat ini.
Semua hal gemerlap belum tentu bersih, untuk menjadi besar perlu kekuatan gelap yang menyokong. Para pesaing perusahaan di luar sana akan menggunakan cara licik apapun untuk menjatuhkanmu, untuk itu hal yang paling tepat adalah menjadi lebih licik dari mereka. Begitu pelajaran yang ia dapat dari ayah tirinya dulu. Tidak benar memang, tapi Austin rasa hal seperti itu diperlukan untuk bertahan bahkan jika ada kesempatan lebih baik menyerang lebih dulu.
Maka dari itu, ia menjadi begitu peka dengan semua kejanggalan dan alasan inilah yang sekarang membuat Austin terdiam untuk memikirkan celah apa yang telah dimasuki seseorang dan melewati batas.
"Perintah apapun yang kau berikan, mungkin ini memang saatnya. Jangan lengah Austin, dia begitu kuat dan licik. Selama ini kau menutupnya rapat dan ia masih bisa berbuat seperti ini,"
Austin masih terdiam mendengar ucapan James, apakah dia orang dibalik ini semua? masih ada hal yang hilang dimana hal itu seperti puzzle yang perlu di susun untuk menjadi suatu gambar utuh.
"Kita lakukan seperti biasa, jangan gegabah James. Biarkan dia merasa sudah berhasil menjebak kita,"
Dengan anggukannya, James pamit undur diri meninggalkan Austin dengan kesendiriannya.
Pintu ruangannya dibuka kembali dengan sedikit lebih kasar, Austin menghela nafas seakan tidak dibiarkan tenang. Siapa lagi? Orang di hadapannya ini memang tidak tahu sopan santun ya di kantor orang?
"Kau benar-benar tau cara membuatku stress, sepupu" Austin menghela nafas kasar dengan tatapan datarnya.
"Well, seharusnya kau senang karena sepupu tersayangmu ini sekarang sudah kembali," Rafael mengendikkan bahunya acuh sambil menuang wine kemudian memberikan satu ke Austin sedang ia dengan tidak tahu dirinya duduk bersantai di sofa.
"Penfolds Grange Hermitage 1951, seleramu tidak buruk"
Austin lagi-lagi hanya mendelik malas menerima wine itu. Lagipula, kapan seleranya buruk? tidak pernah.
"Ada apa?"
"Kau benar-benar tidak gaul ya sampai tidak tau caranya berbasa basi. Pasti kau sedang banyak masalah kan? Dari dulu hidupmu memang penuh masalah, ckck"
Austin tidak mengerti kesalahan apa yang pernah dilakukannya dulu hingga mendapat kesialan seperti sepupu tidak berguna ini.
"Aku hanya berkunjung dan ini,"
Sebuah dokumen terhempas di atas meja yang membuat Austin berdiri kemudian mendudukan dirinya di hadapan Rafael sambil mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi 'apa yang kau dapatkan?'
"Buka sendiri, lihat sendiri, pahami sendiri.."
Dengan wajah kesal, Austin membukanya sedikit kasar. Awas saja jika tidak penting, maka akan dipastikan pria dihadapannya ini terjun dari lantai teratas Dash Corp.
Mata Austin menelisik dari awal kalimat hingga akhir dokumen tersebut.
"Kau! bagaimana bisa? Kau yakin ini?"
"Kalau aku tidak yakin aku tidak akan kesini, bodoh. Memang aku tidak sayang nyawa?" Rafael memutar mata malas. Sepupunya sangat pintar, terlewat pintar sampai menjadi bodoh.
Austin menganggukkan kepalanya, satu persatu puzzle yang coba ia susun mulai terbentuk. Tapi ini belum apa-apa, potongan itu masih banyak.
"Terima kasih. Tidak sia-sia kau jadi tumbal,"
"Tumbal dengan bayaran mahal tidak buruk. By the way tadi aku dapat bonus,"
Austin kembali mengangkat sebelah alisnya bertanya, siapa yang memberinya bonus? Memang sepupunya bunglon? Bekerja sesuai tempat.
"Aku tadi bertemu Eiquelyn tidak sengaja. Lebih tepatnya, dia yang tidak sengaja. Aku hanya mendatangi teman lama. Teman hati," kekeh Rafael. Tidak tahukah dia bahwa inilah yang dimaksud cari mati?
"Lalu?" diluar dugaan, Austin bertanya tenang sambil lanjut menyesap wine mahalnya.
"Tidak ada, hanya mengungkapkan isi hati dengan meminta maaf, terima kasih dan berpelukan. Tenang saja, tidak sampai berciuman..."
Austin menganggukkan kepalanya kemudian berdiri hendak menuju mejanya. Kenapa Austin biasa saja? ternyata lebih menakutkan, batin Rafael.
"Hey.. kau tidak--- maksudku kau biasa saja? Tidak ada tanggapan?"
Austin kembali menatap Rafael dengan pandangan datar seraya mengangkat bahunya acuh.
"Tanggapan? Hmm.. ada,"
bukh!
Tanpa aba-aba dan tanpa disangka oleh Rafael, dirinya terhempas hingga terbaring di sofa akibat tonjokkan Austin di wajah. Tidak sampai berdarah atau mimisan, tenang saja. Tapi cukup membuat kepala Rafael terasa melayang ditambah denyutan keras di rahangnya.
"Itu tanggapanku dan tanggapan lain yang akan kau dapatkan jika berulah lagi.."
****
Tbc....
Akhinya balik dari hiatus hehe. Datang-datang bawa teka-teki sama konflik😁
KAMU SEDANG MEMBACA
My Reason For Falling
Romance"Bukankah sudah ku katakan bahwa kau tidak akan pernah bisa menolakku, Lyn?" **** Austin Gabriell Dashell seorang CEO Dash Corp yang mempunyai segalanya tetapi selalu dikejar mimpi masa lalu dan berakhir tidak mempercayai cinta sampai datang Eiquely...