PROLOG

41K 2.3K 15
                                    


Alunan musik mendominasi pendengaran Faye di langkahnya menuju ruang kelas. Telinga yang disumpal earphone itu membuatnya begitu terlihat menikmati dunianya. Membuat sepasang mata yang melihat Faye dengan ekspresi abnormalnya itu terpukau.

Adit, pemilik sepasang mata itu setiap harinya harus terjebak berdua dengan Faye, perempuan yang tak pernah didengar suaranya. Mereka yang sama-sama anak rajin berangkat pagi, membuat keduanya selalu berperan penting membukakan seluruh jendela kelas. Setelahnya, mereka kembali sibuk dengan dunia masing-masing.

Faye yang tadi malam belum selesai mengerjakan tugasnya, akhirnya menggelar buku-buku di meja. Sedangkan Adit yang selalu datang pagi karena kalau sudah siang tidak mendapat angkutan, ia lebih memilih melanjutkan mimpi indahnya. Suasana sunyi sepi senyap seperti ini sudah biasa mereka jalani.

Sampai suatu ketika, mereka di pertemukan di satu bangku yang sama. Hingga setiap pagi sekitar pukul setengah tujuh, hingga bel masuk berbunyi, mereka sama-sama menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sama-sama merenungi, kapan mereka bebas dari keheningan ini.

Jengah dengan suasana canggung, akhirnya Adit memberanikan diri, mengajak Faye mengobrol. Klise, membahas tugas sekolah saja sudah cukup. Hingga akhirnya obrolan mereka melebar, dan menemukan satu kecocokan. Mereka mempunyai hobi yang sama.

Jangan ditanya seberapa senangnya Adit bisa mendengar suara halus Faye. Dan jangan tanya juga bagaimana perasaan Faye. Saat itu, mereka akhirnya bisa satu kelas lagi di semester baru. Mereka yang akrabnya hanya dibelakang teman-teman, akhirnya mulailah penyebaran gosip yang tidak-tidak.

Hingga satu kalimat yang dilontarkan Adit begitu membuat hati Faye hampir saja jatuh. Entah beruntung, atau justru sial. Hati Faye yang sedingin es itu tetap menganggap Adit hanyalah teman. Tak lebih. Hingga kemudian terjadilah jarak cukup jauh hingga mereka lulus.

Setelah setahun berada di perguruan tinggi, teman-teman satu kelas mereka mengadakan reuni. Temu kangen walaupun baru setahun mereka berpisah. Mungkin, ajang pamer jaket almamater, pikir Faye yang membuatnya urung hadir.

Setelah pertemuan itu, entah mengapa Faye jadi merasa terkucilkan. Sering tertinggal berita-berita terkini tentang teman-temannya, hingga suatu hari ketika ada seorang temannya mengadakan pernikahan, ia tak diundang. Mungkin lupa, mengingat Faye yang dulu begitu cuek dengan sekitar, dan sikap Faye yang tak pernah bertanya kabar kepada teman-teman lamanya.

Selama di perguruan tinggi, Faye hanya fokus pada kuliahnya. Sama seperti di sekolah, ia terlalu fokus pada kata belajar, hingga melupakan hatinya yang butuh penghiburan juga. Jadilah ia dewasa dengan pola pikir mandiri. Hati itu nomor dua, sukses dengan jerih payah sendiri itu baru hebat.

Hingga saat ini, dengan pekerjaannya yang menuntut Faye harus siap sedia jika diturunkan ke lapangan, mengurus berbagai pekerjaan berat membuat Faye semakin jauh dari manusia berkromosom XY. Walaupun pekerjaannya dikelilingi banyak laki-laki, tentu mereka tahu siapa Faye. Wanita single yang menjadi atasan mereka, tanpa pakaian yang layaknya wanita gunakan itu dengan tegasnya mengawasi mereka demi terkejarnya deadline di setiap proyek. Tak ada yang berani mendekati wanita itu lebih dari rekan kerja.

Dan dengan tiba-tiba, Ibu Faye memberikan kabar buruk. Bukan berita perjodohan seperti cerita-cerita roman yang anaknya terlalu lama melajang hingga harus terpaksa dinikahkan. Ibu menyuruhnya segera membawa pasangan, karena adiknya itu ngebet nikah.

Sial sekali hidupnya, bahkan ia kalah dengan adik playboynya itu. Dan bagaimana bisa adik yang dikenal semua orang playboy itu berniat melangkahinya.

Siapa yang mau berpasangan hidup denganku, Tuhan?

Siapa yang pernah dekat denganku... Ah aku ingat. Tapi bagaimana bisa kami bertemu, lagi?

***

KETEMU!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang