Sejak pertemuan Faye dengan Adit, hidup Faye tambah berat saja. Moodnya selalu berada di ambang batas. Membuatnya sering melamun dan tak menyahuti candaan maupun obrolan Hera. Hera merasa ada yang salah sejak dirinya menghampiri Faye yang tengah duduk menutup wajahnya sambil sesegukan itu sudah tak kuat menahan kekepoannya."Fa, lo kenapa sih?" tanya Hera sambil mengibas-ibaskan tangannya ke depan muka Faye yang masih setia tertekuk. Galih yang juga kepo akhirnya ikut menyahut.
"Lo cerita kek kalo ada masalah."
"Iya Fa, kita ngrepotin ya?"
"Eh, ha kalian barusan ngajak gue ngomong?" Ucap Faye dengan tampang polosnya.
"Faye. Kalo ada masalah cerita dong." Rajuk Hera.
"Ih istriku imut banget." Celetuk Galih sambil menoel pipi Hera gemas.
"Ish mas. Diem deh." Balas Hera memberengut."Kalian kalo mau romantis-romantisan di kamar sono." Ketus Faye. Yang benar saja, katanya mau dengerin orang curhat, malah mesra-mesraan di tempat umum.
"Tuh Faye ngambek kan, ish dasar." Hera berpindah tempat duduk di samping Faye.
"Yang kok pindah." Rengek Galih tak terima. Mana bisa ia jauh-jauh dengan calon ibu dari anak-anaknya, yaelah lebay amat lo Lih.
"Kalian mau dengerin gue nggak nih. Lama-lama gue ngrasa nonton sinetron receh tau." Faye mengambil bantal sofa untuk diletakkan di atas pahanya.
"Iya aku sih udah siap daritadi Fa. Jadi, masalah apa?" Kata Hera memulai sesi wawancaranya.
"Kemarin gue ketemu sama temen lo."
"Siapa? Temen sma?" tanya Hera kepo. Sahabatnya itu kalau mengawali curhat selalu memberi teka-teki yang membuatnya serasa orang bodoh yang tak tahu apa-apa.
"Iya. Dia nyamperin gue, terus gitu lagi."
"Ambigu banget lo kalo cerita Fay." Galih mengambil suara.
"Doi Ra. Dia nanyain gue masih single atau nggak." Lanjut Faye menghiraukan ucapan Galih. Pendapat Galih tak penting untuk saat ini, hanya Hera yang tahu titik masalah Faye semalam ini.
"Adit maksud lo? Terus abis itu dia nembak lo lagi?" Tanya Hera, dengan kekepoan yang masih tinggi.
"Enggak. Gue Cuma lihat matanya pas nanya gue gitu." Wajah Faye mulai menampakkan raut kecewa.
"Emang pas dia nanya lo single atau nggak, lo jawab apa?" kali ini Galih yang bertanya. Ia sedikit paham mengenai Faye yang bimbang dengan hatinya itu. Jika dipikir-pikir Faye dan Hera memiliki sifat yang begitu mirip, apalagi menyangkut hati. Karena paling tidak, Galih sudah menaklukkan Hera untuknya seorang, dan menjadikan Faye sahabat karib sampai sekarang, Galih merasa sedikit bangga.
"Gue jawab iya." Jawab Faye lalu menundukkan kepalanya. Ia malu untuk kedua kalinya mengakui status patennya itu.
"Tanggepan dia apa?" lanjut Galih dengan nada menginterogasi.
"Dia natap gue lama banget, gue rada nyadar kalau dia senyum gitu tapi." Sahut Faye, dengan nada semakin memelan. Ia takut di cap ge-er oleh sahabat-sahabatnya itu.
"Fix, dia masih suka sama lo Fa." Sahut Hera dengan nada cemprengnya.
"Gue rasa nggak kayak gitu Ra. Jangan bikin gue baper deh."
"Dia natap lo doang, terus?" tanya Galih masih belum menangkap jalan cerita Faye. Mana ada orang yang mau nembak tapi pergi duluan.
"Dia pergi. Dipanggil sama sekertarisnya mau meeting." Jawab Faye, menundukkan kepalanya lagi. Ia malas sebenarnya mengingat-ingat kejadian memalukan sekaligus memilukan kemarin. Tapi, mungkin dengan bercerita bebannya akan menguap cepat.
"Dia bilang apa sebelum pamit?" Galih kembali bertanya. Kali ini, Hera membiarkan suaminya yang ia akui bijak itu terus mencecar Faye agar Faye segera bebas dari beban pikirannya sendiri.
"Nggak bilang apa-apa. Langsung pergi gitu aja." Balas Faye lesu. Ia sampai tak berani menatap kedua sahabatnya itu. Ia lalu menutup wajahnya dengan bantal sofa yang sebelumnya ia pangku.
"Fa, jangan sampe dimasukin hati banget ya. Gue tahu lo masih ada rasa sama Adit." Ucap Hera sambil mengelus punggung Faye. Ia menepuk-nepuk pelan, ketika merasa tubuh Faye bergetar. Ia tahu, sahabatnya pasti sedang meluapkan emosi tertahannya selama ini.
Selama sebelas tahun ini, Hera tak pernah tahu kisah asmara Faye selain dengan Adit. Hanya Adit, yang pernah sampai membuat hati Faye begitu pedih. Hanya Adit yang membuat Faye sampai rela bekerja di luar kota, demi jauh dari sosok Adit. Bahkan, ketika sma dulu ada Bagas yang mengejar-ngejar Faye hingga membuat Faye dan dirinya begitu risih, Faye kembali cuek dan bersikap biasa, seolah tak ada apa-apa dengan Bagas.
Tapi dengan Adit, Hera bisa melihat langsung sahabatnya itu berkali-kali menahan air matanya yang jatuh, bahkan ketika terakhir kali mereka hadir dalam acara reuni satu angkatan, lima tahun lalu.
Mereka melihat Adit dengan santainya bercanda gurau, bahkan terlihat menggandeng mesra Keyla, yang dulu dikabarkan menyukai Adit, secara diam-diam. Dan beberapa dari teman-temannya sering menggoda Keyla, hingga Adit tahu segalanya. Namun, melihat sikap Adit yang begitu terbuka dengan Keyla membuat hati Faye entah kenapa begitu sesak. Hera yang merasa perlu membawa Faye pergi pun, akhirnya mengajak Faye untuk duduk jauh dari radar pandangan Adit. Takut jika Adit tiba-tiba menyambangi Faye yang keadaanya sudah tidak baik.
Adit memang berubah semenjak ia meninggalkan seragam putih abu-abunya. Ia tak nampak seperti manusia es seperti jaman sma nya dulu. Ia lebih terlihat ramah dan baik hati. Ralat, memang dia ramah, hingga membuat semua perempuan jatuh hati padanya. Baper, baper yang berlebihan di diri Faye membuatnya begitu percaya jika cinta pertama mungkin saja menjadi cinta terakhir pula. Namun pada kenyataannya, hingga sebelas tahun ini, cinta pertama bagi Faye berubah menjadi cinta kelam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KETEMU!!
ChickLitFaye, si pekerja tanpa henti itu terancam dideportasi dari keluarganya karena tak kunjung menikah. Di usianya yang menginjak 28 tahun, perempuan berparas asli jawa itu masih betah menyendiri di apartemen sempitnya. Gara-gara ia terancam dilangkahi...