DUA PULUH SEMBILAN

6.7K 566 31
                                    

bagi yang belum baca part 28, mohon dibaca dulu ya...

terimakasih

***

Adit merasa ada yang aneh dengan sikap Faye akhir-akhir ini. Hera juga, kenapa Fayenya itu seperti menyembunyikan suatu hal yang sepertinya begitu penting untuk dirinya tahu. Sulit memang menebak jalan pikir pacarnya itu. Frustasinya Adit membawa dirinya memasuki ruang penuh hingar bingar itu. Lampu-lampu yang terus berganti warna, bau alkohol yang menguar kemana-mana, asap rokok yang memenuhi ruangan setengah gelap itu. Sendirian. Dirinya menikmati semua itu demi mencari jalan untuk kembali meyakinkan Fayenya. Bahwa dia sungguh-sungguh.

Pengecut memang. Melarikan diri ke tempat laknat itu sebenarnya bukanlah seorang Adit. Namun kali ini, cukup untuk terakhir kalinya dirinya rela berada disana. Adit yang sekarang bukanlah manusia lemah yang takut mengakui perasaan. Namun, Adit yang sekarang juga merupakan manusia bodoh yang tidak tahu apa-apa. Faye tidak menghubunginya akhir-akhir ini. Faye sedang menyibukkan diri dengan segala pekerjaannya. Rela lembur demi tidak diikuti seorang Adit. Dan parahnya, selalu berada di lokasi proyek.

"Hei, Adit bukan?" sapa seorang wanita berperawakan tinggi yang sudah duduk di sampingnya, entah sejak kapan.

"Siapa?" tanyanya. Entah karena ruangan ini terlalu gelap atau mata Adit saja yang buram.

"Kamu lupa? Aku Keyla."

"Keyla? Keyla yang itu? Ngapain disini?" tanya Adit memastikan. Ia juga heran kenapa temannya itu bisa ada disini.

"Iya. Wakil ketua kelas kamu. Pengen aja disini. Penat kerja." Jawabnya setelah memesan minuman.

"Kerja apa sekarang?"

"Dokter. Kamu lupa atau memang nggak tahu kalo aku dulu kuliah kedokteran?"

"Memastikan. Kadang, ingatanku bisa gitu aja kebalik-balik."

"Kamu apa kabar?" tanya Keyla, penasaran juga sih. Hijrahnya cowok dingin ini menjadi seorang yang terlihat dewasa. Berbeda dengan dirinya yang terlihat masih kekanakan. Walau telah menjadi seorang dokter.

"Baik. Kamu sendirian atau gimana ini?" balas Adit. Sepertinya, mendapat teman mengobrol membuatnya lupa sejenak dengan beban pikirannya tadi.

"Sendiri. Memangnya kenapa?"

"Baru tahu kamu kerja di kota ini juga. Ternyata banyak yang merantau jauh sampai kesini ya?"

"Iya. Aku juga baru sadar pas tanya di grup kelas. Kamu udah nggak aktif di grup, ganti nomor telepon atau gimana?"

"Sider aja. Sekarang lebih seneng baca chat kalian kalo lagi suntuk. Mau nyeletuk males nanggepinnya. Ternyata sider enak juga."

"Nah, kalo grup sepi kamunya nggak gatel gitu nongol di grup? Sapa-sapa atau bagi recehan apa gitu hahaha"

"Tukang receh di kelas memangnya aku aja? Kan ada yang lain juga tuh."

"Yah, pak ketua masak nggak pernah ngehidupin grup kelas sih. Nggak seru tahu."

"Eh, udah jam segini aja. Keasyikan ngobrol ya."

"Baru jam segini kok. Aku biasanya juga nunggu sampe sepi baru pulang."

"Gila. Perempuan kok sukanya main kesini. Hati-hati, jodoh kamu jelek lho."

"Udah ada di depan mata kok."

"Katanya tadi dateng sendiri? Pacar kamu nyusul atau gimana?" tanya Adit, sambil kemudian celingukan mencari siapa yang dikatakan teman di depannya itu. Tunggu. Di depan. Otak Adit sepertinya menangkap hal yang mulai janggal.

"Memang aku dateng sendiri. Tapi ketemu gebetan disini."

"Udah mabuk ya kamu, Key?" tanya Adit sambil memastikan bagaimana kondisi temannya itu. Tak sadar, dirinya malah mendekati wajah Keyla yang tampak penuh riasan itu. Ia baru sadar, bulu mata berisi maskara, pipi merah hasil blush on, dan lipstik merah menyala itu, membuatnya tertegun sebentar. Keyla memang termasuk jajaran cewek yang digemari anak-anak semasa sekolahnya dulu. Tapi, bagi Adit, Keyla sama saja dengan perempuan-perempuan lain.

Kesempatan mendekatnya Adit tidak disia-siakan begitu saja oleh Keyla. Sudah banyak sekali skenario nakal yang ia siapkan, demi mendapatkan seorang Adit. Sedari dulu, ia tidak bisa berhenti mendekat pada Adit. Ia pikir, Adit juga memiliki perasaan kepadanya. Namun, ketika ia melihat dengan matanya sendiri, seorang cewek pendiam, tak pernah bersosialisasi, dan selalu menyendiri itu justru menjauhkan dirinya dengan Adit.

Bibir merah menyala itu tiba-tiba saja melumat pelan bibir Adit yang masih diam. Kaget. Dan entah kenapa, tiba-tiba kepalanya mendadak pusing. Berat sekali matanya untuk tetap terbuka. Kakinya serasa melemah. Membuat tangannya meraih apapun untuknya tetap bertahan. Namun, sayangnya malam itu ia kalah. Keyla berhasil memanfaatkan keadaan.

Di pagi buta, di apartemen Adit. Keyla, mencuri sebuah foto dirinya dan Adit yang berbalut selimut, tidur bersama. Hanya tidur tidak lebih. Namun, akibatnya pasti akan banyak.

Dering tanda telepon masuk dari pemilik kontak 'fafa sayang' di ponsel Adit, membuat Keyla mengernyit. Ia mengangkat dan menjawabnya dengan santai. Ia juga sepertinya familiar dengan suara 'fafa sayang'nya Adit. Setelah sapaanya, ia menjelaskan bahwa Adit baik-baik saja, tertidur di sebelahnya. Santai, tanpa nada bersalah sedikit pun. Dan sedetik kemudian telepon dimatikan.

***

KETEMU!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang