Pada akhirnya, Faye tetap pulang ke asal. Apartemen yang masih gelap itu, tak ia pedulikan. Ia hanya memandang kosong, menuju kamarnya. Setelah membersihkan diri, ia langsung menjatuhkan diri di atas tempat tidur kesayangannya. Tanpa memepedulikan perut kosongnya yang sedari tadi terus meraung-raung. Ia lelah karena menunggu taksi online yang tadi dipesannya tak kunjung datang. Parahnya, ia menunggu di pinggir jalan jauh dari rumah Hera, karena setelah pamit pulang, ia memutuskan untuk berjalan sendirian sambil memikirkan perkataan Hera, tentang keseriusan Adit kepadanya.
Ah... apa lagi itu? Kenapa juga Adit selalu datang di pikirannya. Batin Faye sambil menutup rapat mukanya dengan bantal. Ia sudah gila. Pasti karena kelaparan, pikirannya jadi aneh-aneh. Oke. Faye akhirnya turun dari tempat tidur dan berjalan malas menuju kulkas di dapur mininya. Ia membuka sebungkus mi instan rasa soto kesukaannya, lalu kembali lagi untuk mengambil kopi sachet berwarna merah untuk diseduh.
Sambil menunggu mi rebusnya matang, Faye kembali lagi ke dalam kamarnya untuk mengambil handphone. Mengecek beberapa notifikasi yang isinya, pemberitahuan "update cerita baru" di aplikasi orange itu. Faye menghela napas. Ia kembali berjalan ke arah dapur, dengan jempolnya yang masih sibuk mengscroll atas-bawah handponenya. Kembali mengulang-ulang, membuka satu per satu aplikasi chatting. Ternyata pesan-pesan baru baru saja bermunculan. Kebanyakan dari pacarnya, siapa lagi kalau bukan Adit.
Udah sampai rumah belum, Fa?
Fa, maaf banget ini meetingnya masih lama. Nanti aku mampir agak malaman, boleh?
Fa, kamu kok nggak langsung pulang?
Fa, aku di depan, bukain pintunya, kamu udah pulang kan?
Ini udah malem Faye, kamu kemana sih??
Kalau udah sampai rumah, kabarin.
Faye menghela napas. Hendak membalas, namun suara tumpahan air terdengar. Ia segera bangkit mematikan kompor. Nanti sajalah membalasnya. Lagipula, dirinya masih merasa canggung pasca pikiran yang ada karena perkataan Hera tadi.
Faye mulai menyeruput mi rebusnya dengan nikmat, hingga dering nada masuk mengusiknya. Sudah diduga, Aditlah yang menelepon. Tanpa pikir panjang, Faye pun menggeser tanda hijau di layar handphonenya.
"Fa, kok Cuma diread? Kamu udah di rumah?" Tanya Adit tanpa basa-basi. Mungkin terlalu khawatir.
"Salam dulu Dit." Balas Faye santai, namun terdengar cuek di telinga Adit.
"Kamu marah? Aku kesana ya?"
"Udah malem banget ini. Besok aja kesininya."
"Mau mastiin kamu nggak kenapa-napa aja. Dari tadi kamu cuek aja gitu."
"Iya emang gak kenapa-napa. Buktinya, suara aku masih kedengeran di kuping kamu kan?" ketus Faye. ia menyeruput kuah mi nya kuat-kuat, agar terdengar oleh Adit.
"Lagi makan apa kamu kok suaranya sampe sini?" tanya Adit heran. Ia langsung mengganti telepon biasa menjadi video call.
"Apa sih?" Tanya Faye setelah menerima panggilan video dari Adit.
"Gelap banget sih, kamu semalas itu Cuma buat nyalain lampu ya?"
"Nah, ditanya malah nanya balik. Kan udah ada cahayanya Dit. Tuh." Jawab Faye sambil mengarahkan handphone nya ke lampu kuning pinggir dapur. Lampu ruang tamu yang berada di sebelah dapur mininya.
"Itu lampu bukan buat ruangan yang sedang kamu tempati. Hati-hati tuh, dikeremangan dapur ada..."
"Ada gue. Apaan sih, udah gede gak bakalan takut. Lagian, udah biasa kayak gini juga."
"Haha, kok tetep cemberut gitu sih mukanya yang, aku nggak bakal tutup telponnya kalo kamu nggak ngasih senyuman mahal itu."
"Nggak apa, kan bisa aku yang matiin telponnya. Bentar atau udahan? Ini mau nyuci mangkok."
"Aku tungguin deh. Sekalian, mau mastiin tuh mangkok dicuci beneran, atau Cuma nangkring di wastafel kamu sampe kamu kehabisan mangkok baru kamu cuci."
"Okeoke, sejujurnya, opsi kedua terdengar menggiurkan. Makanya, aku ngasih pilihan nunggu bentar apa udahan kan.." gerutu Faye sambil menjauh dari teleponnya yang ia letakkan di atas meja makannya.
***
"Jadi, kemana aja kamu tadi?" tanya Adit, setelah melihat Faye duduk bersender diatas tempat tidurnya.
"Ke rumah Hera. Kangen-kangenan sama sahabat emang nggak boleh apa. Sayangnya, nggak dibolehin tidur disana. Galih baru aja pulang dari luar kota katanya, mau kangen-kangenan ama suami si Hera. Ish bikin iri aja ada yang nemenin tidur." Cerocos Faye, tanpa rem seperti dulu saat mereka masih teman-zone hehe.
"Mau aku temenin apa? Hayuk aja abang mah." Canda Adit, membuat Faye menggembungkan pipi tembemnya.
"Sini kalau berani." Tantang Faye, sambil mulai berbaring. Pegal juga, mengobrol dengan duduk bersandar begitu. Karena tulang belakang Faye yang sangat mudah lelah dan senang sekali diajak berbaring, atau memang Faye-nya saja yang pemalas, hm.
"Beneran? Aku otw nih." Kata Adit yang terlihat bangkit dari sofa dengan gerakan secepat kilat, membuat Faye malah memejamkan mata tanda menahan emosi.
"Bercanda Adit... Lagian, Hera sama suaminya kan udah sah. Kamu sama aku aja baru jadian berapa hari coba?"
"Berapa hari emang? Kamu lupa pasti ya.."
"Entah, kamu kan tau aku pelupa sama tanggal-tanggal begituan." Balas Faye biasa saja.
"Udah ngantuk?" tanya Adit, dirinya terlihat sudah berpindah dari sofa ruang tamunya ke atas tempat tidurnya. Sepertinya Adit juga sudah terlalu lelah untuk melakukan apapun. Namun ajakannya membuat Faye melebarkan mata dan bersemangat.
"Mau nge-rank? Mumpung udah jam malam."
"Ayo ayo.. nah kenapa nggak dari tadi sih." Gerutu Faye kemudian.
"Nah, nungguin jam 23.30 nya dong. Nanti ketemu tim bocah kamu misuh-misuhnya sama aku kan berabe."
"Yaudah ayo aku matiin nih. Bye. Aku tunggu di game."
***
bye... siapa yang mau mabar sama Faye atau Adit hahaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KETEMU!!
ChickLitFaye, si pekerja tanpa henti itu terancam dideportasi dari keluarganya karena tak kunjung menikah. Di usianya yang menginjak 28 tahun, perempuan berparas asli jawa itu masih betah menyendiri di apartemen sempitnya. Gara-gara ia terancam dilangkahi...