T I G A

16.6K 1.6K 14
                                    


"Faye?" Sapa seorang laki-laki yang sangat Faye kenali. Tapi, pikiran Faye sedang tidak berada pada tempatnya, membuat dirinya hanya diam tak menyahuti sapaan itu.

"Faye kan?" suara berat itu bertanya kembali, dengan nada sedikit ragu, takut salah orang.

"Eh, iya. Adit, bukan?" balas Faye dengan ragu.

"Iya. Beneran Faye kan ini hehe gue takut salah orang tadi." Beneran Adit kan ini, batin Faye mengulang kalimat Adit.

"Ngapain kok sendirian?" tanya Adit sambil menarik kursi di depan Faye, lalu mendudukkan diri.

"Nemenin Hera sama suaminya lagi belanja, nah gue dilupain gitu aja." Memang rada canggung sebenarnya Faye melontarkan kalimat sok akrab seperti itu. Tapi, mau bagaimana, hatinya terlalu kesal untuk melakukan layaknya manusia pada umumnya yang jaim pada pertemuan pertama.

"Hera? Dia udah nikah?" tanya Adit, kaget?

"Iya, lo nggak tahu?" balas Faye sedikit tak percaya. Karena setahu Faye, Hera mengundang teman satu kelasnya dulu saat di sma. Tentu termasuk Adit, jika Heranya tidak lupa.

"Kirain yang di grup itu Cuma bercandaan. Gue juga nggak dapet undangan soalnya."

"Lah setahu gue Hera ngundang temen-temen sekelas kok." Bela Faye.

"Mungkin Hera nggak tahu kalau gue pindah ke sini. Dia ngirim ke alamat lama mungkin, soalnya gue nggak pernah cerita kalau pindah, saking sibuknya haha."

"Sok sibuk lo." Sahut Faye, karena ia juga merasa sering sibuk tapi tak pernah menceritakan berbagai keluhannya pada siapapun.

"Ya, tiap hari dateng ke kantor, sabtu minggu malah lembur. Gue mah anak kantor tiap hari duduk, makanya cepet tua nih gue." Keluh Adit.

"Iya deh yang tiap hari klimis. Gue mah apa Cuma kena panas tiap hari."

"Lo masih kerja lapangan?" Tanya Adit. Yah, meskipun mereka memutuskan untuk bersahabat saja setelah pernyataan Adit yang agaknya membuat hati Faye sedikit bergetar, mereka tetap bertukar pesan hingga sekarang. Makanya, saat ketemu pun, mereka cepat menghilangkan suasana canggung.

"Iya mau kerja apalagi. Gajinya udah lumayan juga. Gue malah bingung kalau kerjanya kayak lo, Cuma duduk seharian di depan komputer."

"Kan lo cewek Fay, biar kulit lo juga nggak gosong gini."

"Gue juga tetep rajin kalau urusan ngrawat diri ya."

"Gue kira lo udah kehilangan hati cewek lo hahaha."

"Sialan lo. Btw, lo ngapain bisa nyasar ke mall pas hari kerja gini?"

"Ada meeting sama klien. Kebetulan kliennya ngajak ketemuan disini."

"Oh, gue kira lo bolos kerja."

"Enggak mungkin lah, nggak naik pangkat ntar gue."

"Lo apa kabar?" tanya Adit, sedikit menampakkan raut serius, membuat Faye yang sedang asyik mengaduk-aduk es krimnya menatap kedua mata Adit.

"Baik, seperti yang lo lihat." Jawab Faye, mencoba sesantai mungkin. Ia sedikit terbawa perasaan saat ini. Jujur, tatapan Adit mengingatkannya pada kejadian 11 tahun yang lalu, di belakang sekolah. Adit yang dengan tiba-tiba menyatakan perasaannya, namun, tak menawari Faye untuk menjalin suatu hubungan. Karena itulah, hati Faye tak jadi jatuh. Dan saat ini, Faye merasa sedikit sakit ketika mendengar Adit kembali mengatakan kalimat yang membuat kesehatan jantungnya terganggu.

"Lo masih single?" Faye malu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Mengakui saja statusnya, atau mengelak dan menolak halus Adit-yang mungkin jodoh Faye.

"Iya." Jawab Faye pada akhirnya. Ia tak mampu mengelak. Ia berharap jika, debaran jantungnya itu pertanda baik. Bukan buruk seperti dulu. Digantung itu sakit, karena itu, lepas atau buat diri sendiri mati sekalian.

Adit masih menatap Faye, lekat-lekat. Ia mencari-cari jawaban dari sorotan mata Faye ketika mengakui statusnya. Adit yang bersyukur lega, hendak bertanya lagi, kalimat yang sudah ia siapkan 11 tahun lalu. Namun gagal karena satu suara asing yang menginterupsi obrolan mereka.

"Dit, gue cariin kemana-mana taunya lo disini. Ayo, pak Deni udah nunggu." Sekertaris Adit ternyata. Ia datang di saat yang tidak tepat ya. Adit yang kemudian mengecek jam di pergelangan tangannya pun akhirnya menghela napas berat, kemudian pamit kepada Faye dengan berat hati.

"Sorry Fay, gue duluan ya."

Digantung untuk kedua kalinya, gue pengen mati ajalah, batin Faye menangis.

***

KETEMU!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang