D E L A P A N - B E L A S

9.5K 936 34
                                    


enjoy :)

*** 

Faye masih betah membisu, sementara Adit masih setia menunggu Faye membuka suara. Masih dengan posisi yang sama, Faye yang merasa jantungnya begitu keras berdetak akhirnya memilih undur diri. Ia masih sayang nyawa bukan, mengingat jika berdekatan dengan Adit membuat kerja jantungnya begitu menyiksa. Sakit, bukan hanya sakit yang Faye rasakan, namun juga beberapa perasaan senang yang membuncah begitu besar hingga ia harus berperang batin dengan akal sehatnya agar tidak melakukan hal memalukan, apalagi di depan Adit.

Adit yang merasakan napas Faye menjauh, akhirnya membuka mata yang sebelumnya terpejam. Menatap penuh selidik, seakan bertanya mengapa kepada Faye. Faye yang merasa ditatap begitu intens, akhirnya menghela napas. Usaha menetralkan kegugupan.

"Gue.. Em.. lo, nggak lagi bercanda kan Dit?"

"Muka gue keliatan bercanda ya?" tanya Adit balik. Masih menatap dengan penuh.

"Gue nggak ngerti."

"Yang mana yang kurang jelas, Fa?"

"Perasaan gue yang nggak jelas. Gue.. nggak ngerti." Balas Faye pelan, sambil menundukkan kepalanya, berusaha menutupi raut mukanya. Ia ingin enyah dari hadapan Adit sekarang juga. Kenapa ia harus melewati adegan seperti ini dalam waktu mendadak. Ia belum siap dengan hatinya. Atau memang Faye saja yang masih enggan mengakui.

"Biar gue bantu." Kata Adit tegas. Dengan selang hanya sepersekian detik, ia mengecup lembut kening Faye, cukup lama, hingga ia melepas dan menatap Faye. Mencari apakah ada sercercah harapan untuknya agar bisa memiliki Faye.

Jemari Adit membelai lembut pipi temben Faye. Pipi yang dulu sering ia sebut bakpao, putih dan gembul, lucu. Ingin sekali Adit memakannya. Ia kemudian mengecup singkat kedua pipi temben kepunyaan Faye itu, yang membuat pipi itu berubah warna, semerah kepiting rebus. Lucu. Fayenya masih sama lucunya saat dulu pertama ia bertemu. Saat dulu ia sungguh menyesal karena menyakiti hati berharga milik Faye itu.

"Jantung kamu apa kabarnya?" tanya Adit, enggan mengubah posisinya. Tangannya yang satu memeluk posesif pinggang ramping Faye, dengan tangan satunya masih sibuk membelai pelan pipi Faye.

"Masih bekerja kok." Balas Faye dengan suara nyaris tak terdengar, jikalau Adit tadi menjauh pastilah ia tak mendengar ucapan Faye tadi.

"Kayak gini nggak?" Tanya Adit, sekali lagi sambil menuntun tangan mungil Faye ke dada sebelah kirinya. Agar Faye merasakan jantungnya yang bekerja gila-gilaan itu.

"Hm, iya."

"Kamu tau nggak kenapa jantungku kayak gini?"

"Dit.. Gu-.."

"Karena gue suka sama lo Faye Anggrita. Cinta pertama gue, sejak jaman sekolah, sejak kita kejebak di satu kelas yang sama. Dan, gue nggak pernah bisa move on sampai gue nemuin lo lagi, setelah lebih dari sepuluh tahun kita kepisah jauh."

Lagi-lagi, Faye tak tahu harus berkata apa. Ia tahu, ia sangat tahu jika perasaan yang dimilikinya pun sama dengan Adit. Bahkan, lebih dari yang dimiliki Adit. Hingga perasaan kecewa, marah, sedih, bahagia, takut, trauma, benci, suka, cinta, sayang, bercampur dalam benaknya sekarang. Tak terasa, air matanya menetes. Faye tak kuat menahannya lagi. Ia perlu senjata untuk menghilangkan semua pikiran negatifnya ini, sekarang.

Faye mengecup singkat bibir Adit. Bibir kenyal pencuri ciuman pertamanya dulu. Dengan penuh perasaan, Faye kemudian menunduk. Berusaha mengumpulkan keberanian, untuk mengatakannya.

"Dit, gue nggak tau juga sejak kapan gue berharap lo ngomong itu ke gue."

"Gue juga nggak tau kenapa gue selalu menyesal kalo dulu, gue begitu aja ngebiarin lo pergi."

"Gue.. gue.."

"Mau kan, nikah sama aku?" potong Adit cepat.

*** 

sedikit ya :( ,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sedikit ya :( ,

karena mau ngegantungin kalian ahaha

KETEMU!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang