(5) Kenyataan Kedua

950 28 5
                                    

"Lelaki itu akan melukaimu jika kau terus menolaknya" ucap Davian tiba-tiba membuyarkan lamunan Ve. 

"Siapa maksudmu?" Ve menatap mata abu-abu Davian. 

"Kai" Ve tercengang saat Davian mengucapkan Kai, ia tidak mengerti apa yang dimaksud Davian. 

"Apa maksudnya?" Tanya Ve. 

Kai berbalik menatap Ve tampak keseriusan dalam mata abu-abunya. "Ya Ve, kau harus menerimanya. Dia memang tidak akan melukaimu tapi ia akan melukai orang melukai orang yang kamu sayang" 

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" 

"Terima cintanya" 

"Tapi aku sama sekali tidak mencintainya" 

"Cinta akan datang jika kau mencoba membuka hati untuknya" 

Davian mengalihkan pandangan dari Ve. Sekarang mereka saling terdiam dengan fikiran dan ego masing-masing. Entah apa yang di ketahui Davian tentang masa depan Ve, tapi Ve enggan bertanya karena dia tahu Davian tidak akan memberitahunya. 

*** 

Hari ini Ve tidak berniat untuk untuk bertemu dengan Davian meskipun hanya sekedar menyapa. Dengan terburu-buru Ve meninggalkan kamarnya dan pergi ke ruang makan untuk sarapan. Virly, Virlo dan ayahnya tampak sudah ada di ruang makan dengan pakaian yang sangat rapih bersiap untuk pergi melakukan aktivitas seperti biasanya. Mimi sebagai pembantu tetap di keluarga Hortman tampak sedang menyiapkan sarapan di meja makan. 

"Ve, hari ini kamu pergi kuliah sendiri ya, kakak buru-buru sekali sekarang" Ucap Virlo yang tampak sedang sibuk dengan berkas-berkas ditangannya. Ve hanya mengangguk. 

"Tapi ingat Ve, langsung pulang. Karena keluarga kita akan bertemu dengan keluarga Ferdinan calon donatur terbesar di perusahaan kita nanti malam" pinta Jhon pada Ve. 

Sesungguhnya Ve sangat malas bertemu dengan calon donatur perusahaan ayahnya itu. Tapi apa boleh buat, Ve tidak boleh mengecewakan ayahnya. 

Flashback 

Virly dan Kai pulang beriringan dengan Ve. Virly lah yang terlebih dahulu sampai dirumahnya, setelah Kai pergi meninggalkan rumahnya, Ve datang dengan mobilnya. Virly yang belum sempat pergi ke kamarnya, memperhatikan Ve dari jendela. Virly terkejut saat Ve membukakan pintu penumpang. Awalnya Virly mengira bahwa Ve mengajak Karin menginap dirumahnya, tapi setelah beberapa lama, tidak ada siapapun orang yang keluar dari pintu penumpang itu, Virly mulai khawatir dengan kelakuan Ve yang semakin aneh setelah masuk ke rumah ini. Virly bergegas masuk ke dalam ruang kerja ayahnya untuk memberi tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini. 

"Dad" sapa Virly saat membuka pintu ruang kerja ayahnya. 

"Ya, darling. Ada apa?" tanya Jhon tanpa mengalihkan pandangan dari berkas-berkasnya karena ia terlihat sangat sibuk. 

"Bisakah kita bicara serius dad?" 

"tidak bisakah besok saja, sayang?" 

"Ini tentang perubahan Ve dari mata seorang psikolog" 

Jhon yang tadinya enggan berbicara dengan Virly, kini ia menatap serius anaknya itu lalu menghampirinya di sopa ruang kerajanya. 

Virly membuka pembicaraan dari mulai kecurigaannya pada Ve yang sering sekali berbicara sendirian di dalam kamarnya sampai apa yang dilihatnya barusan saat Ve membukakan pintu penumpang mobilnya yang jelas-jelas tidak ada siapapun didalam mobilnya. Virly mulai khawatir bahwa Ve mengalami gangguan kejiwaan. Jhon tercengang mendegarkan apa yang dikatakan Virly, Jhon tahu sekali bahwa Virly sangat menyayangi Ve. Oleh karena itu Jhon sangat percaya pada Virly dan memutuskan untuk menjodohkan Ve bersama anak dari Alex Ferdinan sahabatnya dari kecil. Sesungguhnya Alex bukanlah donatur terbesar akan perusahaannya tetapi ia akan berbicara seperti itu pada Ve agar Ve tidak curiga bahwa ia akan menjodohkannya bersama anak sahabatnya itu. Ini demi kebaikan Ve. 

Flashback off 

*** 

Ve mengendarai mobilnya dengan terburu-buru karena Karin bilang bahwa dosennya pagi ini akan datang lebih awal. Ve mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh sehingga akhirnya ia hampir bertabrakan dengan mobil mewah tapi tidak lebih mewah dari mobil yang sedang dikendarainya. Dengan sangat marah Ve keluar dari mobilnya begitupun dengan lelaki yang hampir bertabrakan dengannya itu. Ve tercengang saat melihat lelaki dihadapannya, ia sangat mirip sekali dengan Davian yang ada didalam posternya. Ve yang awalnya marah, sekarang tidak bisa berkata apa-apa dan menatap lelaki dihadapannya dengan tatapan sangat tidak percaya. 

"Ka..kau..." dengan gugup Ve menunjuk lelaki dihadapnnya karena ketidak percayaannya itu. 

"Berani sekali anda menunjuk saya seperti yang sudah kenal lama saja, anda fikir dengan begitu saya akan memaafkan anda yang hampir membuat saya mati?" Ujar lelaki dihadapannya dengan sinis. Ve tidak dapat berkata-kata, ini seperti mimpi yang menjadi nyata kedua kalinya untuk Ve. Ia melihat lelaki berwajah Davian dengan sifat yang sangat berbeda dengan Davian. Mata Ve tidak lepas dari pandangannya pada lelaki duplikat Davian didepannya. 

"Davian.." Ucap Ve sangat pelan tapi masih mampu didengar oleh lelaki itu. Lelaki itu tercengang saat Ve menyebutnya dengan nama Davian. 

"Maaf saya tidak punya waktu untuk berbicara yang tidak penting bersama anda" lelaki itu masuk kedalam mobil dan pergi begitu saja meninggalkan Ve yang masih tidak percaya. 

Ve masih dalam alam bawah sadarnya yang memaksa ia untuk berfikir lebih keras tapi semuanya buyar saat Ve teringat bahwa ia harus segera sampai di kampusnya karena dosen yang akan datang lebih pagi. Ve tidak ingin ketinggalan materi lagi karena kemarin ia sudah dikeluarkan dari kelas. Ve bergegas masuk kedalam mobil dan menancap gas nya dengan kecepatan tinggi menuju kampusnya. 

*** 

Pulang kuliah rencananya Ve akan bertemu dengan Davian, tapi sayang didepan kampusnya Virly sudah menunggu dan mengajaknya pergi ke sebuah butik untuk membeli pakaian yang serasi untuk pertemuan keluarga nanti. Setelah dari butik, mereka akan pergi ke salon untuk mempercantik diri. 

"Kita harus tampil cantik dan tidak boleh mengecewakan ayah Ve" Virly mencoba menghibur Ve yang tampak tidak senang akan kehadirannya. Ve hanya tersenyum kecut lalu menancap gas pergi ke butik. 

Virly memilihkan baju untuk Ve, karena Virly tahu Ve adalah tipe orang yang sangat tidak peduli dengan fashion. Memang setiap pakaian yang dipakai Ve akan selalu terlihat bagus namun gaya Ve tidak pernah berubah dari dulu dan itu membuat Vilry bosan melihatnya. 

Virly memilihkan beberapa baju untuk Ve dan memaksa Ve untuk mencoba semuanya. Dengan malas Ve mengambil baju-baju itu dan pergi ke ruang ganti. pakaian demi pakaian sudah dicoba oleh Ve, tapi tak kunjung mendapat persetujuan dari Virly. Ve hampir marah pada Virly dan bersumpa jika baju yang akan dipakainya kali ini masih tidak disetujui oleh Virly, ia akan memakai gayanya sendiri. 

Ve keluar dari ruang ganti, ia tampak terlihat cantik sekali dengan dress berwarna ungu muda diatas lutut dan lengan yang hanya sebahu. Sehingga menampilkan kejenjangan tangan dan kakinya yang putih bersih itu. Ditambah dengan hils berwarna ungu gelap sangat serasi dengan dress yang dipakai Ve. 

"Ya. Aku setuju dengan pakaian ini. Sekarang ayo kita pergi ke salon Ve" tanpa mendapat persetujuan dari Ve, Virly membayar baju yang dipakainya dan juga yang dipakai Ve lalu menarik lengan Ve keluar dari butik itu. 

Boy In The PosterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang