(7) Dan lagi

913 23 4
                                    

Danial Pov

Aku harus segera pergi ke rumah sakit karena mendapat kabar bahwa suster mendapatkan adikku menggerakan jarinya walau hanya dengan waktu yang sangat singkat kemudian ia tidak bergerak lagi, kembali pada masa komanya. Aku yang setiap hari menjaganya di rumah sakit dan tak jarang pula aku meninggalkan pekerjaanku demi menemaninya. Berharap keajaiban datang padanya.

Aku mengemudikan mobil ku di kecepatan yang tidak selaknya. Aku sangat terbawa suasana senang karena mendengar adikku mulai menggerakan jarinya, itu pertanda bahwa ia masih berkesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Aku memang tidak akur dengannya, memang setiap adik dan kakak itu bila dekat akan selalu terjadi kerusuhan tapi jika jauh mereka akan saling merindukan dan ini lah yang aku rasakan, aku merindukannya. Aku merindukan setiap ejekannya padaku dan merindukan ia marah padaku hanya dengan hal yang sangat sepele.

Bayangan-bayangan bersamanya membuatku tak sadar bahwa aku hampir bertabrakan dengan mobil mewah. Mobil itu berhenti dan pengemudinya keluar, ia seorang wanita. Akupun keluar dari mobilku. Aku melihat raut wajahnya tampak marah tapi saat aku keluar dari mobilku ia tercengang. Mengapa ia tercengang? Apakah dia kaget melihat ketampananku? Ah aku harusnya biasa saja karena setiap wanita yang bertemu denganku pasti berekspresi yang sama dengan wanita dihadapanku ini. Sebentar lagi dia pasti akan meminta maaf karena ingin mendapat perhatian dari ku, hah dasar wanita.

"Ka..kau..." ucapnya dengan gugup sambil menunjukku. Lancang sekali ia menunjuku, seakan ia kenal saja dengan ku. Atau mungkin ia memang mengenaliku karena aku adalah pemuda tampan yang sukses pada umurku yang sangat muda? Hah mungkin saja karena nama dan wajah ku selalu tampak pada koran harian.

"Berani sekali anda menunjuk saya seperti yang sudah kenal lama saja, anda fikir dengan begitu saya akan memaafkan anda yang hampir membuat saya mati?" Ujarku dengan sinis. Wanita itu tidak menjawab pertanyaanku. Yang aku lihat sekarang adalah wajahnya yang tetap kaget melihatku.

"Davian.." Ucapnya sangat pelan tapi masih mampu terdengar oleh ku. Aku tercengang saat ia menyebutku dengan nama Davian. Atau kah ia adalah temannya? Atau kekasihnya? Ah entahlah. Dan oh aku jadi ingat aku harus segera pergi kerumah sakit untuk melihat keadaan adikku.

"Maaf saya tidak punya waktu untuk berbicara yang tidak penting bersama anda" aku masuk kedalam mobil dan pergi begitu saja meninggalkan wanita itu yang masih dalam keadaan yang sama seperti awal melihatku, ia 'terkejut'.

***

Pada saat aku sampai di rumah sakit, aku melihat keadaan adikku masih sama seperti pertama ia masuk rumah sakit ini, ia tidak sadarkan diri. Tapi terkadang aku memperhatikannya tersenyum tanpa membuka matanya. Apakah dia bahagia saat ia tidak sadarkan diri? Apa yang membuatnya bahagia? Entahlah aku tidak tahu.

Papa ku masuk ke dalam ruang rawat Vian-adikku yang sekarang tidak sadarkan diri-

"Apakah kau sudah lama disini?" tanya Papa saat ia hendak duduk di sampingku.

"Ya, begitulah" jawab kuk sekenanya karena aku malas menjawab pertanyaannya.

"Kau masih saja seperti itu, apa kau masih membenciku?"

Aku hanya terdiam, tak menjawab pertanyannya. Aku jadi teringat betapa bencinya aku terhadap kedua orangtua ku. Mereka selalu memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa memperdulikan perasaan anak-anaknya. Dan ini lah yang menyebabkan Vian kini terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Ah sudahlah aku enggan mengingat kejadian itu.

"Oh ya, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan keluarga antara keluarga kita dengan keluarga Hortman. Kau harus datang, ini menyangkut masa depan perusahaan kita" Ucap papa kemudian ia bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan aku-dan Vian-. Aku tahu betul, memang keinginannya itu tidak bisa dibantah dan ia tidak memperdulikan jawabanku mau atau tidak dan mau tidak mau aku harus datang.

Boy In The PosterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang