Sang surya yang megah itu perlahan mulai meredup di ufuk barat. Perlahan tapi pasti kehangatanya pun mulai sirna, suara bising itu perlahan terdiam berganti dengan semilir angin sore.
Di keheningan taman sebuah universitas kala itu, tampaklah anak manusia yang tengah menikmati keheningan di tempat itu. Ditemani dengan sebatang rokok yang bertengger apik di tangan besarnya itu.
Raganya memang ada di bangku taman itu, tapi tidak dengan pikirannya. Selama perkuliahan pun tak ada materi dari dosen yang masuk ke kepalanya.
Forth...
Lelaki tampan, berkharisma, peraih beasiswa dan postur badannya yang gagah. Hal yang sangat diincar oleh kaum hawa bahkan kaum adam sekalipun.
Matanya yang tajam itu menerawang jauh, bukan pada objek yang berada di seberang kolam itu. Melainkan pada permasalahan yang bergejolak dalam hatinya. Kejadian tadi pagi benar-benar membuka kenangan yang menyakitkan itu.
Meskipun sudah 2 tahun berlalu, tetapi rasa kehilangan itu seperti baru saja terjadi kemarin.
Hal yang membuatnya rapuh dan berada di titik terlemah dalam hidupnya.
"Hei..."
Suara berat itu membuyarkan lamunan Forth. Ia memandang ke sumber suara dan mendapati kawannya itu duduk di sebelahnya.
"Aku rasa asap rokokmu itu sudah menambah daftar polusi udara, Kawan. Kau bahkan sudah menghabiskan setengah bungkus hanya dalam beberapa jam,"
"Kau itu... Seperti baru mengenalku saja, Lam, "
"Oke... Jadi... Apa permasalahanmu kali ini? Pacarmu memutuskanmu? Ahh iya... Kau tidak punya pacar atau dosen killer itu merobek kertas gambarmu? Ahh tidak juga... Justru kau malah dapat nilai A,"
"Bukan tentang diriku... "
"Lalu?"
Bukannya menjawab pertanyaan Lam. Lelaki beralmamater biru itu malah menyematkan rokok yang baru pada bibirnya.
Lam yang mulai jengah dengan sikap Forth, mengambil rokok itu dan menginjaknya.
"Aku ini bukan peramal, kawan. Jadi ceritakan lebih jelas agar aku bisa mengerti,"
"Dad masih belum menerima kenyataan... Kalau Kin... Sudah meninggal,"
Lam diam seketika, mulutnya yang sudah penuh dengan ceramah untuk Forth hilang begitu saja terbawa hembusan angin kala itu. Kin yang pernah mengisi hati Lam itu memang pergi dengan sejuta rasa baginya, baik itu suka maupun duka.
Forth yang tahu dengan perubahan sikap Lam segera menepuk pundak kawan seperjuangannya itu. Forth tau tentang kisah kawan dan adiknya itu.
Ingatan itu masih terekam jelas dalam memorinya, bahkan rasa sakitnya pun demikian.
.
.
.Kecelakaan sebuah bus 2 tahun silam itu merenggut banyak korban jiwa termasuk ibu Forth yang meninggal di lokasi kejadian. Sementara Kin mendapatkan perawatan intensif karena cedera parah pada bagian kepala. Ditengah kedukaan yang luar biasa, Forth harus mendengar keadaan sang adik yang dinyatakan koma. Proses pemakaman sang ibu yang menguras banyak tenaga itu memang melelahkan, tapi bukan fisiknya yang lelah. Hatinya terlalu lelah menanggung cobaan ini.
Forth yang kala itu masih mahasiswa baru harus mengabaikan kuliahnya. Demi menjaga sang adik yang terbaring koma. Setiap malam, ia menggenggam tangan sang adik. Ia berdoa dengan tulus untuk memohon kesembuhan sang adik.
2 bulan sudah terlewati... Tetapi Kin masih betah dalam tidurnya itu. Tidak ada kemajuan apapun sejak kecelakaan itu. Forth mulai gamang dan bertanya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
God Give Me You | Forth & Beam's Story
Romance"Pernahkah kau rindu pada seseorang hingga hatimu sakit, Dokter Beam?" tanya mahasiswa teknik itu. . . . Ketika Beam dengan dosa besar yang menghantuinya, mampu mengobati luka batin yang dialami Forth. Cinta jauh lebih besar ketimbang rasa benci...