Now, He Knows

2.9K 361 34
                                    

Angin yang berhembus pada siang itu, mampu membawa kesejukan ditengah teriknya matahari. Menyentuh lembut rambut hitam yang mulai memanjang itu. Mata sekelam malam yang dipejamkan oleh pemiliknya guna menikmati keheningan yang tercipta kini.

Namun pergerakan seseorang yang duduk di sampingnya, membuat pemilik mata itu menoleh. Didapati pemuda yang tadi ingin berbicara dengannya. Entah bagaimana caranya, ia hanya menurut ketika pemuda yang ber-PDL biru dongker itu membawanya ke sebuah bangku taman yang letaknya tidak jauh dari fakultas teknik.

Niat awalnya bukan untuk menemui pemuda ini. Melainkan teman dari pemuda yang kini membalas tatapannya. Ada bagian dalam dirinya yang menghangat saat mendapati tatapan itu.

Namun ia segera sadar bahwa itu bukanlah berasal dari lubuk hatinya, melainkan perasaan orang lain yang tersimpan dalam detak jantungnya.

"Ada apa kau membawaku... Kemari, Nong? "

"P bahkan duduk di tempat yang sama dengan Forth..."

Lam tersenyum saat melihat wajah bingung Beam, ketika kata itu terucap.

"Sudah 2 tahun lebih... Sejak kepergian Kin. Forth pasti menghabiskan waktu luang nya di tempat yang sedang kau duduki sekarang, P. Dia selalu merenung dan memandang kosong ke arah danau. Ditemani sebatang rokok sebagai pelampiasan atas segala gundah dalam hatinya... "

Beam mendengar secara seksama ucapan Lam barusan. Pemuda itu sangatlah peduli pada temannya. Mata kelamnya itu seketika melihat aura kesedihan yang terpancar dari sorot mata Lam.

"Forth mulai merokok setelah kepergian Kin. Dia yang amat sedih karena kehilangan ibu dan adiknya, bahkan dipendam seorang diri. Tidak ada airmata yang menetes saat Kin dimakamkan... Tapi aku tahu dan paham. Hatinya yang demikian terlukanya itu, bahkan menangis pun tak mampu mengurangi rasa sakitnya..."

Ada yang aneh dalam diri Beam ketika mendengar pernyataan Lam. Sungguh rasa bersalah itu demikian menyiksa Beam. Bahkan gejolak batinnya kian mengebu-gebu dan membuat mata kelamnya memanas.

Ia bukanlah lelaki lemah yang mudah menangis. Tapi kata yang tak mampu terurai dari mulutnya itu, membuat emosi dalam diri Beam tak terkendali.

"Dia mungkin terlihat tegar di luar. Tapi hatinya begitu hampa sampai membuatnya hidup dalam kepura-puraan akan apa itu kebahagiaan... Dia bahkan tidak mau berbagi duka itu padaku yang juga demikian menyayangi Kin..."

Setetes air mata mengalir pada pipi seputih salju kepunyaan Beam. Namun ia segera menghapusnya agar tak terlihat oleh Lam.

"Sampai kau hadir dalam hidupnya... P. Perlahan tapi pasti, aku mulai melihat sirat kebahagian yang sebenarnya dari mata Forth... Dia yang mampu tersenyum dengan ketulusan hatinya saat menceritakan segala hal yang berkaitan denganmu..."

Keterkejutan yang terpancar dari mata kelam Beam. Membuat Lam untuk memberanikan diri menyampaikan keinginan yang tulus untuk temannya.

"Karena itu... P. Buatlah kawanku itu bahagia. Buatlah kawanku itu merelakan kepergian Kin dan memulai kebahagiaan yang sesungguhnya... Jangan membuat dia terjebak terlalu lama dalam kepura-puraan yang selama ini ia jalani, P, "

"Nong..."

Beam tidak ingin menolak permintaan tulus dari Lam. Tetapi sebuah kenyataan yang masih Beam sembunyikan dari Forth, menghalangi keinginan Lam... Yang sebenarnya menjadi harapan Beam juga.

Membahagiakan Forth...

Angin yang meniup helai rambut hitam Beam. Membuatnya tenang dan kembali fokus pada niat awalnya bertemu Forth selama ini.

God Give Me You | Forth & Beam's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang