13

145 13 9
                                    

Kapankah amarah itu mereda? Kapankah hati yang terluka itu sembuh? Kapankah rasa angkuh itu menyerah, sampai kapan sang pencinta harus menunggu, sampai kapan dia harus merendah, apakah tak ada jalan lagi untuk mereka kembali, kembali menyatukan rasa yang tak pernah tersampaikan.

Mengapa penderitaan terus mengikuti mereka? Kesalahan apa yang mereka lakukan hingga, bahkan ketika kedua insan itu telah menyerah, takdir masih tetap mempermainkannya!

Apakah mereka harus mengakhiri semuanya? Mengakhiri dengan cara yang tak pernah dibayangkan siapapun bahkan oleh takdir itu sendiri, akankah pengendali terkejut mengetahui bahwa sang pemain menyerah ,dan memilih membunuh dirinya dalam permainan menyakitkan yang diciptakan untuknya.

-Yoongi POV-

Ini sudah yang kelima kalinya, aku membuka mataku tanpa kehadiran istriku disini, semuanya tampak begitu hampa, sekali lagi air mata ini menetes, menyesali semua keputusan yang kuambil tanpa berfikir panjang, aku tahu dia tersakiti, tapi aku berpura-pura menutup mata dan tidak mengetahui apapun.

Setelah Soyi menjelaskan semuanya akhirnya aku tahu, Semi ada saat aku melakukan*nya* bersama gadis lain, dia terduduk disofanya menanti gadis itu pergi, dan akhirnya dia masuk kekamar, melupakan segala kesalahanku dan dengan tegar memelukku yang berlumur dosa ini! Aku memang brengsek, dan kau tidak pantas memaafkanku Mi-ah.

Cklek~

Hm? Siapa? Ahh sial... Apa Soyi datang lagi? Tapi bukankah aku sudah menjelaskan semuanya, apa penjelasan itu tidak cukup. Yoongi membatin kesal.

Setelah gadis itu masuk, aku mengernyit tak mengerti, kuusap mataku untuk memastikan, Semi? Itu benar-benar Semi bukan? "Se...Mi-ah" lirihku pelan.

"Mm?"

Deg

Dia menjawabku, dia nyata, dia benar-benar istriku.

"Sayang, apa itu benar-benar kau?" tanyaku sekali lagi.

"Hm, sejak kapan kau memanggilku sayang? Apa kau tidak melihat wajahku? Aku istrimu, bukan wanita simpananmu yang cantik itu." Jawabnya tak suka, benar—kenapa juga aku memanggilnya dengan nama itu, dia pasti akan kembali marah, aku tidak boleh mengucapkan sesuatu yang membuatnya marah lagi, tapi jujur—aku sangat merindukanmu Semi.

"Bangunlah, kau harus makan sup yang kubuatkan, kemarin kau benar-benar mabuk berat" Lanjutnya lagi sukses membuatku terkejut, jika benar ada Tuhan didunia ini, aku akan sangat berterima kasih jika Tuhan mengijinkanku terus bersama dia, sesosok gadis yang begitu tegar dan siap menerima semua kesalahanku.

Aku jatuh hati padanya tuhan, benar-benar jatuh dalam cintanya, aku hanya ingin menjadi satu-satunnya pria yang memilikimu Semi, memiliki semua yang ada pada dirimu.

"Em, aku akan segera bangun" jawabku, berharap Semi mengubah tatapannya padaku, namun sepertinya rasa marahnya masih sangat besar, dan aku tidak mungkin semudah itu mendapatkan kasih sayangnya lagi.

Setelah itu dia berjalan menuju lemarinya, namun didetik setelahnya aku begitu khawatir ketika melihat perubahan ekspresinya, dia mual, dia lalu berlari kearah wc dan—tunggu dulu, apa dia?

Aku menunggu Semi keluar dari kamar mandi, lama—dia sangat lama hingga akhirnya dia keluar dengan wajah yang pucat sukses membuatku berjalan kearahnya.

"Mi-ah kau tidak apa-apa?"

"Tck, jangan sentuh aku!"

"Semi tolong jangan seperti ini"

"Tidak usah melembek padaku, hanya karna aku mengetahui semua rahasiamu Yoong"

"Mi-ah, ini tidak seperti yang kau fikirkan"

"Lalu apa? kenapa kau tiba-tiba berubah seperti ini?"

"Karna aku—aku

"Sudahlah Yoong, jangan memperumit keadaan, biarkan saja seperti ini dan jangan pernah berbicara padaku kecuali itu adalah hal yang penting"

"Dengarkan aku dulu Semi"

"Ueek, Arghh, jangan berbicara lagi, aku tidak bisa bicara sekarang, kepalaku pusing"

"Baiklah, tapi tolong jawab aku, apa ... kau hamil?"

Semi hanya diam, dia memandangiku begitu dalam hingga aku bahkan takut untuk membalas tatapan itu, pandangannya sangat membingungkan, aku tidak mengerti, itu ya atau tidak. Lalu dia berjalan meninggalkanku yang tengah berdiri menatapnya dengan kebingungan.

"Mi-ah, untuk kali ini saja, jawab aku"

Langkahnya terhenti, dia terdiam, sepertinya dia tengah berfikir.

"Ia, aku hamil—puas"

Disatu sisi aku bahagia, namun mengapa hati ini begitu sakit? Pandangan itu seakan tak menerima kehadiranku, apakah aku salah jika tersenyum mengetahui aku akan menjadi seorang ayah? Lalu kenapa—Ahh ia aku ingat, aku seorang penghianat yang begitu menjijikkan dimatanya, berharap dia akan berlari kearahku dan memelukku dengan hangat adalah sebuah angan yang tak mungkin tercapai Min Yoongi.

TBC

DON'T TOUCH MEWhere stories live. Discover now