"Untuk sesuatu yang kusebut cinta, aku tidak bisa mengatakan bahwa itu sederhana. Mengenalmu, adalah bagian dari kertas kosong yang harus kutulis detilnya. Sayangnya, aku tidak tahu dari mana memulainya dan bagaimana mengakhirinya. Semuanya terlalu tiba tiba. Pertemuan kita, perkenalan, kedekatan, rasa takut kehilangan hingga kasih sayang. Segalanya terlalu tiba tiba. Entah bagaimana aku menjelaskannya, apakah sekarang aku masih memilikimu, atau sudah benar benar kehilanganmu."
***
Pria dengan kacamata hitam itu menatap pemandangan kota didepannya dengan tangan dimasukan dalam saku celanannya. Entah apa yang dilihatnya, pria tersebut hanya diam ditempat hingga seseorang memeluknya dari belakang."Kau mau menemaniku bukan? Ini acara yang kunantikan"
"Hm"
"Terimakasih"
***
Chelsea menguncir asal rambutnya, memasang kacamata dan mulai memberikan intruksi kepada orang-orang disekitarnya agar segera menyelesaikan tugas.Pukul 8 pagi, hanya tersisa satu jam lagi untuk pembukaan acara seminar dan launching novel terbarunya yang ke-2. Ini memang bukan kali pertama, Chelsea menjadi pembicara dalam acara seminarnya sendiri, ia sering melakukannya di Korea. Bedanya, ini justru menjadi yang pertama baginya mengisi seminarnya sendiri, dan itu berhasil membuat Chelsea gugup setengah mati.
"Chelsea......" mendengar teriakan tersebut, Chelsea menoleh dan membelalakan matanya melihat siapa yang kini tengah berdiri di hadapannya, itu Angel!.
Chelsea buru buru berlari ke arah Angel dan memeluk sahabatnya itu erat-erat, menghiraukan orang-orang disekitarnya yang berhasil tersenyum atas perlakuan Chelsea. Hal yang sangat jarang sekali Chelsea tampakan selama dua tahun terakhir ini. Senyuman.
"Ya ampun Chel.. Sumpah ya, lo jahat banget gak ngabarin gue. Gue tahu kalau lo ada seminar justru dari brosur di grup kelas kita. Rese deh!" ucap Angel sambil memukul pelan bahu Chelsea.
"Hehe, sorry... Abis, gue sibuk banget. Pulang sampai Jakarta langsung ngurusin penerbitan sama acara ini."
"Iya deh. Yang sibuk.." Chelsea hanya menampakan gigi putihnya untuk membalas ucapan Angel.
"Ngel, gue mesti ganti baju nih, 45 menit lagi acara bakal mulai, dan gue gugup setengah mati sumpah."
"Yaudah ayo, gue dandanin" Chelsea hanya menurut pada Angel yang menarik pergelangan tangannya.
"Chel, lo masih suka kirim kabar sama Bagas?" ucap Angel sambil memoles wajah Chelsea dengan make up.
"Enggak," jawab Chelsea singkat.
"Kenapa?" Angel berhenti dari aktivitasnya, kemudian beralih menata rambut Chelsea. Angel cukup mahir dalam bidang merias. Dulu ketika masih menjadi mahasiswi bersama dengan Chelsea, Angel sering berjualan beberapa jenis make up secara online dan sekarang ia bahkan sudah memiliki perusahaan sendiri. Di umurnya yang masih terbilang muda, Angel cukup berpengalaman dalam bidang ini. Dan keahliannya berjualan make up berdampak pada caranya memakai make up.
Chelsea menghembuskan nafas panjang,
"Sejak wisuda gye dua tahun lalu, gue udah gak pernah kirim kabar sama Bagas lagi. Waktu itu, gue juga musti ngurus kelanjutan study gue, gue juga sibuk ngurusin organisasi. Lo tahu lah.. Dan sejak itu pula Bagas juga gak pernah ngabarin gue, yaudah." ucap Chelsea lesu.
"Tenang aja... Kalau jodoh gak bakal kemana kok"
Chelsea tersenyum miris, sayangnya, sepertinya kami memang tidak berjodoh.
***
Chelsea membelalakan matanya lebar-lebar sekarang. Tubuhnya kaku, tangannya yang sejak tadi dingin semakin dingin saja, kakinya gemetar dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Chelsea berusaha memastikan apakah yang dilihatnya sekarang semu atau hanya khayalan bodohnya saja.
Seminar sudah selesai setengah jam yang lalu, sekarang Chelsea sedang memberi tanda tangan pada setiap orang yang hadir pada launching novel ke-duanya. Namun aktivitas 'tanda tangannya' itu dihentikan ketika pandangan matanya bertemu dengan seorang pria yang dua tahun ini berhasil membuat Chelsea menangis dalam-dalam, dan berpura-pura baik saja dalam diam. Pria itu, Bagas.
"Ya ampun... Chelsea... Gue suka banget sama novel karya lo. Setiap kata yang lo tulis tuh kayak beneran cerita hidup tahu gak."
Chelsea masih diam di tempatnya,
"Gue boleh minta foto bareng lo kan? Ya Chel?" Chelsea tersentak merasakan perempuan dihadapannya sedikit menggoyangkan lengan Chelsea.
"A..ah... Tentu saja" Chelsea mencoba bersikap biasa pada perempuan cantik dihadapannya itu. Perempuan itu, Chindai. Dia dulu juga mahasiswi dari kelas internasional dan juga.. Sahabat Bagas. Chelsea menebak, Bagas datang dengan perempuan ini.
"Gas, gak nyangka ya temen kita ada yang se-sukses ini. Bangga deh," ucap Chindai pada Bagas.
Chelsea menghembuskan nafas panjang,
Gue udah kehilangan lo, gas.***
Chelsea duduk di salah satu bangku peserta seminarnya tadi, sengaja belum menyuruh orang-orangnya untuk membenahi tempat tersebut.
"Apa kabar" Chelsea tersentak, suara itu... Suara yang teramat Chelsea rindukan. Chelsea mendongak, mencoba memastikan bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Benar, itu Bagas.
"Baik," hanya itu yang bisa Chelsea katakan sekarang. Sebenarnya, hatinya tidak baik, sudah sejak tadi jantungnya berdetak lebih cepat. Bagas duduk disamping Chelsea. Tidak ada yang bicara antara mereka berdua. Hingga Bagas bersuara,
"Kenapa waktu itu lo enggan buat bertahan" Chelsea diam sejenak,
"Karena sekalipun gue bertahan, kita gak akan bisa bersama. Lo tahu dengan baik gas, apa yang jadi pembatas besar antara kita selama ini." Bagas diam, membenarkan ucapan Chelsea dalam hatinya.
"Sorry gas, gue jatuh cinta sama lo."
Thanks for read and vote
Salam
Cen
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Name
Fanfiction#42 in #Bagas "Bagaimana aku bisa percaya pada oranglain. Saat tidak pernah benar benar ada yang perduli akan aku."-Agatha Chelsea "aku perduli, dan aku percaya padamu."-Bagas Rahman Thanks kalian semua😘