Bagas melempar tas-nya kesembarang arah dan tanpa sengaja mengenai wajah Diffa.
"Shitt!! Gas, lo apaan sih. Sakit nih!" Bagas hanya menoleh sejenak, sambil mengangkat tangannya pertanda bahwa ia mengucapkan maaf.
"Kenapa sih gas? Pulang kuliah, muka udah kayak baju gak di setrika setaun. Kusut, bulukan pula." Bagas tak menyahut, masih diam sambil memandang langit langit kamar kost-an nya."Dif, kenapa sih tuh cewek bisa benci banget sama gue?"
"Gas, lo gak papa kan?" sekarang Diffa giliran menampol muka Bagas dengan telapak tangannya.
"Sial!! Kenapa lo malah nampar gue?!"
"Lagian, sejak kapan juga Bagas Rahman mikir cewek. Biasanya juga cuma main main sama cewek. Karma tuh!!"
"Njayy lo. Tau deh. Mending gue ke kost-an cewek. Lumayan bisa manja manjaan sama Chindai."
"Nah kan, jiwa sok kalem sok manis sama cewek-nya kumat."
"Bodo amat" Bagas berlalu dari hadapan Diffa,
"Gas, gue... Bener bener suka sama Chelsea." Bagas menghentikan aktifitasnya, untuk kemudian menatap Diffa.
"Maksud lo?"
"Gue beneran suka sama dia. Bukan suka yang kayak biasanya. Tapi... Suka, gue suka apapun yang gue lihat dari dia. Bahkan mukannya yang kusut-pun gue suka. Gue... Suka apapun... Tentangnya."
Bagas membeku di tempatnya, untuk sedetik kemudian pergi tanpa mengucapkan apapun.Bagas kembali mengingat ucapan Diffa, untuk pertama kalinya sahabatnya itu mengatakan cinta dengan tulus. Bukan cinta seperti yang biasa ia tunjukan pada kebanyakan perempuan, bualan. Bukan yang seperti itu... Melainkan, benar benar ucapan cinta. Bagas mengacak rambutnya frustasi.
"Kenapa sih gas?" Chindai duduk disamping Bagas sambil meletakan teh hangat di atas meja.
"Ndai, emang gue kurang cakep ya?" ucap Bagas sambil menatap Chindai intens. Sementara Chindai menggelembungkan wajahnya, untuk kemudian tertawa lepas.
"Apaan sih ndai, gue serius nih."
"Lagian, pertanyaan lo aneh. Tumben banget sih nanyain kek gitu?"
"Apa sih ndai, yang kurang dari gue? Keknya gue cakep iya, pinter iya, mahasiswa kelas internasional lagi. Itu udah cukup ngebuktiin kalau gue beda sama mahasiswa lain kan? Dan, gue juga gak playboy kayak si Diffa. Apa yang kurang dari gue sih ndai?"
Chindai nampak berfikir,
"Mungkin lo kurang amal kali gas" Bagas memutar bola matanya jengah.
"Ndai, gue serius."
"Lagian lo ngapain sih gas? Aneh banget sejak tadi. Nanyainnya aneh aneh." Bagas terdiam tanpa menjawab ucapan Chindai lagi.
Chindai menatap Bagas, untuk kemudian menghembuskan nafas.
"Gue, gak tahu banyak tentang lo gas. Tapi, kalau gue jawab dari sudut pandang gue sebagai cewek. Bukan sebagai sahabat lo. Lo, cukup menarik." ucap Chindai menatap Bagas serius kali ini. .
Bagas ganti menatap Chindai sekarang.
"Tapi kenapa dia benci banget sama gue, ndai?" Chindai mengerutkan keningnya sekarang.
"Dia, gadis yang buat gue jatuh cinta pada pandangan pertama."To be continue
Thanks for read and vote
Salam
Cen
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Name
Fanfiction#42 in #Bagas "Bagaimana aku bisa percaya pada oranglain. Saat tidak pernah benar benar ada yang perduli akan aku."-Agatha Chelsea "aku perduli, dan aku percaya padamu."-Bagas Rahman Thanks kalian semua😘