30. PERMINTAAN

592 89 15
                                    

Aku mungkin sedang sial karena kenyataannya, aku tidak tersedak sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mungkin sedang sial karena kenyataannya, aku tidak tersedak sama sekali. Potongan apel itu tidak membuatku terbatuk-batuk saat kutelan dengan rakus. Atau mungkin beruntung karena air mataku tidak bercucuran seperti yang kuperkirakan.

Zaki menyerahkan gelas berisi air putih yang isinya tinggal setengah. "Kamu marah, omonganmu ngaco," katanya.

Kuambil gelas sebisa mungkin tanpa menyentuh tangannya. Aku kesal ketika ia mengataiku bayi. Tapi ia mungkin lebih kesal mengurusku selama ini. Jadi, aku bersikap menyebalkan.

Aku melotot ketika Zaki menggeser duduknya semakin rapat, membuatku terpojok di sisi sofa. Diskusi yang dilakukan dengan bahu saling menempel tidak pernah tuntas. Malam lalu misalnya, kami terbawa suasana, bercumbu, lalu aku kejang.

Ya, kejang.

"Aku gak ngaco, Zaki. Aku mengatakannya dengan sadar," kataku, lalu bersedekap. Aku tak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Kutatap Zaki lamat-lamat. Aku mungkin akan kehilangan keleluasaan untuk menatapnya sedekat ini. Aku mungkin tidak akan bisa menatapnya sama sekali. "Aku mengizinkan kamu untuk menikahi Mika."

"Terima kasih," katanya, "tapi aku bukan penganut paham poligami."

Ia mungkin menganggapku sinting. Tapi tidak jika ia jadi aku. Aku telah memikirkan ini berkali-kali, nyaris sepanjang waktu. "Mika sudah tidak memiliki orang tua," kataku memulai, "suaminya meninggal ketika Tari masih bayi, keadaan ekonomi mereka nggak stabil, dan musibah yang menimpa Tari lebih menyiksa Mika--"

"Aku tahu, Zevita," potong Zaki, "Aku sudah bertemu orang tua korban penganiayaan seksual ratusan kali dalam hidupku. Aku melihat bagaimana para orang tua itu hancur meski anak-anak merekalah yang disakiti. Kamu tidak perlu mengingatkanku betapa hidup Mika memprihatinkan. Kalau mereka mau, aku bisa membiayai Tari hingga dewasa. Kamu tahu aku gak akan keberatan dengan itu."

"Tapi Tari butuh lebih dari itu! Kita melihat bagaimana Tari memandangmu, bagaimana ia diam-diam menyebutmu papa di belakangku. Kita melihat bagaimana Mika berusaha menjadi ibu sekaligus ayah bagi Tari. Ia membanting tulang delapan jam sehari, lalu pulang membacakan buku dongeng untuknya. Tapi ada bagian-bagian yang tak bisa Mika perankan. Tari butuh sosok ayah. Bukan sekadar orang yang mampu membiayainya sekolah...."

Zaki berdiri dengan kasar. "Lalu kenapa harus aku?!" ucapnya keras. Marah karena aku benar.

"Aku sakit Zaki, dan gak ada perempuan yang bisa kupercaya untuk memeliharamu selain Mika."

Aku pernah membayangkan hal ini: Suatu hari nanti, Zaki mungkin akan lelah mengurusiku, lalu kami bercerai dan ia menikah dengan perempuan lain. Karena ia sadar bahwa hidupnya lebih berharga untuk diselamatkan daripada terjebak bersama perempuan yang bisa kejang kapan saja sepertiku. Aku akan mengatasi kehilangan dan menerima kenyataan jika nanti perempuan lainlah yang setiap malam berbaring di sampingnya, memakan jeruk bersih dari tangannya, tapi aku tidak bisa jika harus kehilangan kesempatan bertemu sama sekali. Istri barunya nanti, mungkin akan cemburu melihat aku bernapas di ruang yang sama dengan Zaki.

Fixing a Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang