21. RAHASIA

610 85 31
                                    

Tanganku menggigil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanganku menggigil. Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Suara perempuan itu berdengung di telingaku. Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Aku harus tenang. Yang barusan terjadi memang diluar dugaan. Istri manapun akan mencelus jantungnya jika telepon sang suami diangkat oleh perempuan lain.

Aku syok. Tapi tidak berdaya untuk marah. Marah itu perlu tenaga besar, sedangkan aku sudah telanjur lemas saat mendengar suara perempuan itu. Aku tidak memiliki tenaga untuk mengumpat, atau menelepon balik dan memuntahkan tuduhan.

Ada yang nyeri di sudut hatiku. Meskipun aku pernah mengalami kepedihan yang lebih menyedihkan dari ini, aku tetap tidak siap patah hati. Tidak. Tidak akan ada orang yang siap untuk patah hati.

Waktu itu, aku masih berumur 15 tahun ketika jatuh cinta kepada Agam. Umur yang terlalu muda untuk menyimpulkan cinta. Tapi dulu, itulah yang kupikirkan. Kami sudah mengenal sejak kecil. Dia anak lelaki yang mudah tertawa, tinggal bersama omanya di rumah besar sebrang rumahku. Aku sering melihatnya bersepeda setiap sore, dan main bola setiap Minggu pagi.

Dulu, aku tidak memiliki referensi lain di daftar laki-laki yang kuharapkan akan menemaniku hidup hingga mati. Agam yang menggendongku pulang ketika aku jatuh bermain sepeda. Dia yang menemaniku di UKS karena aku pingsan ketika upacara. Dia yang paling memaklumi ketika aku tumbuh jadi remaja centil yang serba ingin tahu.

Aku menyayanginya seperti induk ayam. Aku pencemburu hebat. Aku mudah ngambek kepada siapa saja perempuan yang tampak sangat akrab dengan Agam. Aku tidak pernah berpikir Agam akan mematahkan hatiku. Yeah, orang sering lupa kemungkinan hatinya patah setelah dijatuhkan. Kauhanya akan berpikir bahwa cinta akan mencukupkan segalanya, dan kasih sayang akan melindungi hal-hal buruk yang bisa merusak hubunganmu. Kaulupa bahwa manusia bisa berubah, hati bisa berbalik, dan tidak ada yang abadi di dunia.

Tidak ada yang abadi di dunia....

Setelah satu jam sejak telepon tadi terputus, belum ada usaha menghubungi kembali dari Zaki, kalau memang telepon tadi salah paham. Tapi aku tidak ingin banyak berpikir. Itu bisa membahayakan janin. Aku harus baik-baik saja demi bayiku.

***

Jam dinding masih menunjukkan pukul 5 pagi. Dering ponsel menyambutku ketika aku baru keluar dari kamar mandi. Ada video call, dari Zaki. Aku mengangkatnya setelah lebih dulu membasuh mulut yang basah setelah muntah.

"Zevita...."

Zaki mengusap wajahnya yang kusut. Rambutnya berantakan. Jejak bantal tersisa di pipinya, dia baru bangun tidur.

"Kamu meneleponku semalam?"

Aku memutar bola mata. Tidak bisakah dia mencari tahu sendiri dengan mengecek ponselnya? Atau bertanya pada perempuan yang semalam bersamanya?

"Semalam ponselku ada di Samantha."

Samantha? Perempuan yang kemarin di food court itu?

Fixing a Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang