Kami sudah memasuki gerbang asrama. Di dalamnya terdapat dua buah bangunan kembar yang saling berhadapan. Mereka dipisahkan oleh sebuah bangunan yang tak kalah besarnya dengan kedua bangunan kembar itu.
Ternyata masih banyak siswa yang beraktivitas di halaman asrama. Pantas saja saat aku keluar dari akademi, aku hampir tak menjumpai seorang siswa pun disana. Semuanya berkumpul disini rupanya.
"Asrama putri disana," ujar Mars sambil menunjuk bangunan di sebelah kiri.
Bangunan itu tidak terlalu buruk. Tapi meskipun terlihat sudah dirawat dengan baik, bangunan itu tetap terkesan mengerikan bagiku.
Tak lama, perhatianku teralihkan pada segerombolan wanita yang tengah menghampiri kami. Ah, tidak. Sepertinya bukan aku yang mereka cari. Buktinya, mereka tidak memanggil namaku.
"Pangeran Mars!"
"Aku pergi." Mendengar itu, aku segera menoleh ke Mars yang ada disampingku. Namun yang mengejutkan adalah, dia tak ada disana.
"Cepat sekali dia pergi," gumamku sambil mencoba mencari keberadaannya. Namun hasilnya tetap nihil.
Gerombolan gadis itu pun sampai di hadapanku. Mereka terlihat sesikit kewalahan. Itu membuatku heran. Jika seluruh iblis bisa bergerak secepat Mars, lalu mengapa mereka harus berlari hingga kelelahan seperti itu?
"Kemana Pangeran Mars tadi?" gumam salah satu dari mereka.
"Ada apa? Kenapa mencari Mars?" tanyaku. Mereka terlihat terkejut mendengarku.
"Apa kau seorang bangsawan?"
Baiklah, pertanyaan itu membuatku terkejut. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Dimana sopan santunmu hah?! Jika kau rakyat biasa, kau harus menyertakan gelar mereka ketika menyebut namanya!" Itu semakin membuatku terkejut. Yah, selain karena aku tak biasa memanggil nama Mars dengan embel-embel pangeran, aku tak ingin memanggilnya 'pangeran' karena itu akan membuatku beranggapan bahwa dia sama seperti para penguasa lainnya. Sebenarnya dia sama seperti penguasa lainnya. Selalu memaksakan kehendaknya dan bertindak semaunya. Tapi dia orang yang cukup baik.
"K-kenapa kalian mencari Pangeran Mars?" ulangku karena mereka belum menjawabku.
"Kau tidak tahu? Apa lagi yang biasa dilakukan gadis dari rakyat biasa seperti kami? Tentu saja melamarnya."
"Apa?" Seketika itu juga tawaku meledak begitu saja. Sekarang aku tahu kenapa dia tak ingin mengantarku ke asrama putri. Bahkan hanya sampai disini saja dia tetap akan menghadapi hal yang sedang dihindarinya. Pantas saja dia pergi secepat itu.
Gadis-gadis itu hanya menatapku yang masih tertawa dengan tatapan aneh. Menyadari itu, aku segera menghentikan tawaku dan menyeka air di mataku.
"Kenapa kalian ingin menikahinya eoh? Kenapa kalian ingin cepat menikah?" ucapku setelah berhasil meredakan tawaku.
"Kau rakyat biasa bukan? Jika benar begitu, maka seharusnya kau tahu kenapa kami mencoba melakukan ini," jawab gadis yang memakai gaun biasa berwarna abu-abu.
"Tidak mungkin hanya karena dia tampan bukan?" balasku mencoba untuk bercanda. Tawaku nyaris kembali meladak ketika wajah mereka semua memerah. Namun seketika itu juga aku menyadari bahwa gadis bergaun abu-abu itu tak suka dengan apa yang kukatakan. Bahkan aku bisa melihat airmata yang menggenang dimatanya. Ada apa? Apa aku salah bicara?
"Ada apa?" Gadis itu hanya diam. Ia pun berbalik meninggalkan teman-temannya yang datang bersamanya tadi. Baiklah, itu membuatku bersalah.
Barusaja aku hendak mengejarnya, sebuah suara yang memanggilku mengalihkan perhatianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me to Life [END]
Fantasy(Fantasy - Romance) Ada rumus didalam rumus. Benar bukan? Lalu bagaimana dengan 'Ada dunia didalam dunia'? Memang sulit dipercaya. Apalagi oleh Jaera. Seorang gadis berusia 19 tahun yang berasal dari sebuah keluarga sederhana di Korea Selatan. Ayahn...