16. Question

620 55 0
                                    

Mars sungguh-sungguh mengatakan bahwa ia akan mengantarku mengunjungi ayahku. Buktinya aku sudah berada dihadapan sebuah pohon tua dimana portal menuju dunia manusia berada. Hah, kira-kira, berapa lama aku meninggalkan ayah sendirian ya? Rasanya aku tak siap menemuinya.

Mars berjalan di depanku. Tiba-tiba ia berhenti dihadapan pohon itu. Dia pun berbalik padaku. "Kapan terakhir kali kau makan?"

Dahiku mengerut mendengarnya. "Makan? Aku setiap hari makan-" Kata-kataku terhenti. Bukan karena Mars memotongnya. Tapi karena sesuatu yang terlintas di benakku.

Aku pun menatap Mars yang menatapku. Namun tatapannya padaku itu seolah mengatakan 'bodoh' padaku. "Kenapa kau menanyakan hal itu?"

Mars menghela nafas. "Kemari."

Mataku menyipit curiga mendengarnya. Apa yang sedang coba ia lakukan? "Untuk apa?"

"Esensi kehidupan manusia lebih besar dari pada iblis karena mereka makhluk hidup. Aku tak bisa menjamin kau tak akan melukai siapapun begitu kau sampai disana. Sekarang kemarilah."

Bukannya menurut, aku malah diam ditempatku dengan terkejut. Bagaimana tidak? Kurasa ini pertama kalinya ia tak bermain teka-teki denganku. Bahkan Mars juga menjawab pertanyaanku. Iblis jenis apa yang barusaja merasukinya kali ini?

Karena tak mendapat respon dariku, Mars pun menarikku mendekat padanya. "Apa sejarang itukah aku menjawab pertanyaanmu?" tanya Mars. Tangannya masih mencengkeram tanganku. Ada nada frustasi dalam suaranya.

Ingin sekali aku berteriak 'ya' padanya. Namun nyaliku seketika itu ciut saat menyadari hilangnya jarak diantara kami. Itu membuatku gugup. Alhasil, aku hanya mengalihkan pandanganku saja.

"Aku sudah ada dihadapanmu. Ada apa?"

"Hanya untuk berjaga-jaga." Kalimat itu menarik perhatianku. Aku pun menoleh pada Mars begitu mendengarnya. Namun Mars hanya menatapku datar.

"Berjaga-jaga?" ulangku. Mars hanya diam. Tiba-tiba, kilat merah terlihat dimatanya. Seketika itu juga aku mengerti maksud Mars. Entah mengapa, saat memikirkannya, tiba-tiba aku merasa lapar. Tidak, ini berbeda. Lapar yang ini membuat tubuhku terasa sakit. Aish, mataku pasti berwarna merah sekarang. Sama seperti Mars.

Perlahan Mars mulai mendekatiku. Entah iblis mana yang merasukiku hingga membiarkannya menghapus jarak diantara kami. Yang kurasakan saat ini hanyalah lapar. Lapar yang menyiksa.

Energi besar mulai mengalir ke seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan tubuhku terlahir kembali. Benar-benar menyegarkan. Segalanya disekitarku serasa tak ada pengaruhnya untukku. Aku hanya ingin energi itu lagi, dan lagi.

Tiba-tiba energi itu berhenti mengalir kedalam tubuhku. Barusaja aku hendak mencoba menarik kembali energi itu, suara seseorang mengisi pendengaranku.

"Jaera. Sudah cukup."

Kesadaranku perlahan kembali seiring aku membuka mataku. Aku terkejut ketika melihat api yang berkobar disekelilingku. "A-apa ini?"

"Itu apimu. Cepat padamkan sebelum kau benar-benar menghanguskan hutan ini," ujar Mars lalu berjalan melewati kobaran api yang ternyata juga mengelilinginya.

"Aku? Apiku? Aku bahkan tak bisa mengeluarkannya," sangkalku.

"Apa kau masih belum menyadarinya? Kau melakukannya secara tak sadar. Sudahlah, cepat padamkan api-api itu." Aku hanya mendengus mendengarnya.

"Aku mendapatkan api itu darimu, bodoh!" gerutuku lalu segera mengikutinya. "Oh ya, ngomong-ngomong apa yang barusaja kau lakukan padaku tadi?" sambungku setelah sampai disampingnya.

Bring Me to Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang