38. I See You

1K 65 8
                                    

Kira diam menatap pria itu. Dia masih tertawa. Kulitnya sedikit kecokelatan, namun warnanya masih terlihat sangat kontras dengan surai hitamnya. Warna matanya juga hitam, namun jika kau memperhatikannya, sebenarnya mata itu berwarna merah. Wajah pria itu terkesan sedikit sombang, atau kau bisa menyebutnya aristokrat. Sepertinya dia berasal dari golongan bangsawan.

Kira kembali sadar ketika pria itu mencoba menghapus air matanya. Karena merasa tak kenal, Kira segera membuang wajahnya, membuat kontak jemari pria itu terlepas dari kulit wajahnya. Ada sedikit rasa malu ketika menyadari bahwa seseorang melihatnya menangis. Apalagi orang itu adalah pria. Kira tak ingin ada yang melihatnya menangis, walaupun itu ayah atau ibunya. Meskipun jika diingat-ingat, ia sudah pernah menangis didepan orang lain. Didepan Mars lebih tepatnya.

"Sepertinya kau bukan berasal dari sini. Siapa kau? Kenapa kau menangis disini?"

Pertanyaan bertubi-tubi itu seolah tak pernah keluar dari bibir pria itu. Sungguh, Kira tak mendengarnya, karena ia sibuk memikirkan bagaimana agar ia bisa sampai di kerajaan itu. "Kau tahu ada sebuah kerajaan disekitar sini bukan?"

Perkataan Kira yang sama sekali tak berhubungan dengan pertanyaannya barusan membuat sebelah alis pria itu terangkat. Namun ia pikir Kira sedang dalam masalah penting, jadi ia memutuskan untuk mengikuti apa yang diinginkan gadis itu saja. "Kerajaan Nocturn maksudmu?"

"Apalah itu terserah. Kau bisa antar aku kesana?"

Pria itu mengernyit heran. Ia pun melirik sekilas penampilan Kira. "Kau yakin kau akan masuk kesana dengan penampilan acak-acakkan seperti itu?"

"Kumohon, ini sangat penting. Ada seseorang disana yang benar-benar harus kutemui. Aku harus melihat keadaannya." Baiklah, ini kedua kalinya Kira memohon pada seseorang. Tapi Kira benar-benar putus asa sekarang.

Pria itu masih diam. Sejujurnya ia masih tak percaya pada Kira, yang notabene-nya orang asing baginya. Tapi ketika ia mengingat bahwa ia melihat seseorang yang membawa orang lain ke dalam istana, ia pun memutuskan untuk membantu Kira.

Pria itu pun segera berdiri untuk mengantar Kira. Barusaja ia hendak membantu Kira yang terlihat sekarat di matanya, gadis itu sudah menolak. Masih dengan ketidak percayaan dimatanya, pria itu mulai berjalan sebagai penunjuk arah untuk Kira. Sepanjang perjalanan hanya diisi oleh keheningan, itu membuat pria itu memutuskan untuk memecah keheningan tersebut.

"Boleh aku tahu namamu?"

Lagi-lagi Kira tak mendengarnya, ah tidak, kali ini ia memang tak ingin mendengarkannya. "Bisa kita lebih cepat? Dia sedang sekarat."

Pria itu nyaris tertawa mendengarnya. Gadis itu mengatakan orang lain sedang sekarat, padahal dia sendiri juga sekarat, bahkan Kira terus memegang bahu kanannya yang masih berlubang, belum sembuh. "Aku hanya ingin tahu namamu. Kurasa itu tak akan membutuhkan waktu satu menit untuk menjawabnya."

Kira mendengus mendengarnya. Gadis itu benar-benar tak bersyukur, bukankah pria itu sudah berbaik hati menolongnya? "Kira. Sekarang, bisa kita lebih cepat?"

Pada akhirnya, pria itulah yang harus mengalah. Ia menghela nafasnya sejenak sebelum membalas perkataan Kira. "Baiklah, nona. Naiklah."

Kira tak bergeming saat pria itu berjongkok dihadapannya. Ia malah menatap punggung kokoh pria itu dengan tatapan ngeri, apa pria itu berniat menculiknya?

"Kau ingin lebih cepat bukan? Naiklah, aku akan membawamu berlari." Kira tak ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi, jadi ia turuti saja perintah pria itu.

Dengan hati-hati, Kira menaiki punggung pria itu. Setelah itu, ia mengalungkan tangan kirinya keleher pria itu, sedangkan tangan kanannya ia gerakkan dengan hati-hati untuk berpegangan pada pundak pria itu. Hanya rasa perih di bahu yang dapat Kira rasakan saat melakukan hal itu.

Bring Me to Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang