LID - PROLOG

3.2K 96 12
                                    

Suara musik menggema di sebuah tempat terlarang di kota metropolitan. Musik berderu dengan kencang membuat setiap orang yang berada di dalam sana menjadi bersemangat dalam melakukan perbuatan yang mereka suka tanpa memikirkan akibat dari perbuatan itu.

Ruangannya sangat gelap dan menjadi berwarna warni karena sebuah permainan lampu di dalamnya. Bau alkohol dan asap rokok menyebar di penjuru ruangan. Dan yang menjadi ciri khas dari tempat ini adalah, dipenuhi oleh manusia manusia yang merusak harga diri mereka sendiri.

Melody's club adalah nama dari tempat terlarang ini. Tempat yang menjadi tujuan orang – orang tertentu yang tidak bisa menghadapi hidup.

Beberapa wanita dengan pakaian yang sangat minim sedang asyik meliuk liukkan tubuhnya di tengah ruangan dengan didampingi oleh beberapa pria yang asyik menikmati tubuh terbukanya. Sesekali tangan mereka meraba sekujur tubuh sang wanita.

Sedangkan di tempat bar kecil, tampaklah bartender yang sepertinya sedang sibuk mengurusi para pelanggan. Sesekali wanita yang memesan minuman apapun tampak menggoda bartender tersebut.

Serta di sofa sofa panjang yang mengelilingi ruangan itu, beberapa pasangan sedang asyik melakukan perbuatan yang dilarang. Mereka tidak perduli jika ada seseorang yang melihat kelakuan mereka. Yang menjadi prinsip para pria datang ke tempat ini adalah, bersenang senang dengan semua wanita penggoda yang ada disana.

Tetapi tidak dengan di sofa kecil yang berada pada ujung ruangan. Disana terlihat beberapa pria yang sedang asyik meminum sesuatu berkadar tinggi. Mereka tidak tertarik untuk turun ke lantai dansa ataupun mengajak para wanita penggoda yang dari mereka masuk ke dalam tempat ini sudah menyambutnya.

Mario Raditya dan Alvin William. Dua orang bersahabat itu selalu datang ke tempat terlarang ini. Tapi sampai sejauh ini pun mereka tidak pernah menyentuh para wanita penggoda yang ada di sana. Mereka hanya ingin merileks'kan pikirannya yang setiap harinya selalu dipenuhi oleh masalah.

Tidak akan ada yang percaya bahwa dua orang bersahabat itu merupakan pemimpin sebuah perusahaan ternama di kota metropolitan ini. Karena mereka tidak pernah bertemu dengan pekerja yang ada di kantor mereka di tempat ini. Dan juga, tempat ini terletak sangat jauh dari perusahaan mereka.

Mario kembali menenggak minuman beralkohol dengan kadar yang cukup tinggi itu. Karena sudah terbiasa, berapa banyak pun minuman yang ia tenggak, tidak akan bisa membuatnya kehilangan keasadarannya. Walaupun itu hanya 10 % saja.

"Loe beneran gak mau main bro ??" Tanya Alvin yang sudah terkapar dengan bersender pada senderan sofa.

Mario melirik ke sahabatnya yang sepertinya benar – benar tidak mempunyai kesadarannya lagi. Dia menghembuskan nafasnya secara kasar. Dengan kasar, dia meletakkan botol beralkohol tinggi itu ke meja kaca kecil di hadapannya sampai menghasilkan bunyi yang keras.

Laki – laki itu menatap ke lantai dansa. Kemudian tersenyum miring. Laki – laki ini benar – benar muak dengan semua wanita yang ada disini. Mereka seperti tidak mempunyai harga diri. Menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan sejumlah uang. Rela tubuhnya dijamah hanya untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan.

"Wanita murahan." Gumamnya pelan.

Kemudian Mario berjalan menuju kearah toillet. Sesekali tangannya mengusir wanita – wanita yang mengajaknya 'bermain'. Dia tidak akan pernah rela jika harus bersentuhan dengan wanita – wanita penggoda seperti mereka.

"Loe itu bayar gue buat nemenin loe minum kan. Bukan buat main sama loe. Jadi lepaskan gue."

Teriakan itu menggema begitu keras. Mario berhenti berjalan kemudian memutar tubuhnya sehingga sekarang dia menghadap ke sebuah kamar dengan pintu tertutup. Mario sangat yakin, jika teriakan itu berasal dari dalam.

LOVE IN DANGER (RIFY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang