part 19b

2.7K 29 6
                                    

"No, Yo.. kesini sebentar.." panggil Ibu saat mereka akan pergi tidur.

"Hooooaaaammmhh... Riri tidur duluan, ya.. selamat malam.."

"Malam.. mimpi indah, sayang.." jawab Ibu, mewakili 3 kepala lainnya.

"Eh, Ri.. Tidur di kamar sendiri ya.. jangan di kamar gue.."

"Iyee..."jawab Riri malas.

Setelah memastikan Riri sudah tidur terlelap, mereka berempat pergi ke gazebo halaman belakang. Semuanya telah duduk dengan nyaman, tapi pembicaraan belum juga dimulai.

"Kita mau ngapain di sini?" tanya Nino setelah sekian lama.

"We need to talk.." jawwab Ayah.

"About what?"

"Riri.." Nino dan Rio bingung dengan apa yang baru saja dikatakan Ayahnya.

"Ada yang salah sama Riri?"

"Bukan, bukan dia..tapi kalian berdua.." Ayah menarik napas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

"Kalian berdua bersikap terlalu berlebihan padanya. Ayah sama Ibu tahu kalian punya jiwa ingin melindungi yang kental. Tapi yang baru saja tercermin dari sikap kalian itu sudah terlalu over.."

"Over di bagian mananya, Yah? Nino rasa sikap kami wajar.."

"Saat kalian di ruang tengah. Jangan kira kami tidak tahu apa yang terjadi. Kamu membentak Riri seakan dia baru saja mencelakakan dirinya sendiri."

"Tapi dia emang celaka, Yah, Bu.. Ibu lupa tangannya.."

"Kena minyak, Ibu tahu. Tapi itu tidak parah. Tidak sampai mengancam nyawanya. Itu hanya kecelakaan kecil. Tiap orang bisa mengalaminya kapan saja. Bahkan seorang chef profesional saja bisa mengalaminya.."

"Apakah salah kalau kami tidak ingin dia terluka?" tanya Rio yang akhirnya buka suara. Pandangannya jatuh ke kedua telapak tangannya yang saling terpaut di atas pangkuannya.

"Tidak. Itu naluri alami yang dimiliki setiap orang. Tapi sesekali kalian harus memikirkan akibat dari perbuatan kalian. Kalau kalian terlalu melindunginya, dia bisa jadi orang yang lemah. Sedikit terluka akan membuat dia menyerah. Atau dia akan merasa kalian terlalu mengekangnya. Dia akan berontak, semuanya bisa berubah jadi buruk. Dan Ayah harap itu tidak terjadi di keluarga kita."

"Kalian tahu? Sekilas Ibu melihat kalian memperlakukannya seperti porselen langka yang rapuh."

**********

Aku mengrenyit bingung. Memperlakukannya seperti poselen langka? Masa? Ku rasa sikapku biasa saja padanya.

"Kami tahu kalian menyayanginya."

'Sangat.' Kataku meralat perkataan Ayah dalam hati.

"Dan kalian ingin melindunginya. Tapi jika overprotective seperti ini, ini tidak bagus sama sekali." Lanjutnya.

"Menjaga seseorang itu ibarat menambahkan garam kedalam masakan. Jika kita kurang menambahkan garam, masakan jadi kurang nikmat. Dan jika terlalu banyak menambahkan garam akan  tidak enak. Begitu juga cara kita bersikap. Semua yang berlebihan tidak akan berujung baik, nak.." Ibu tersenyum dan beranjak ke dalam rumah. Begitu juga Ayah. Meninggalkan aku dan kak Nino yang masih diam termangu di gazebo.

"Emang sikap kita kaya' begitu?" tanyaku.

"Kalau mereka bilang begitu, berarti emang sikap kita begitu." Jawabnya. Pandangannya masih lurus ke depan.

"Terus kita harus gimana?" ku pandang dia. Berharap dia dapat memberikan aku jawaban terbaik seperti yang biasa dilakukannya.

"I have no idea. Lu udah lama jadi adik gue kan? Masih inget sikap gue ke lu gimana?"

Music in Our LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang