Part 25

2.4K 34 2
                                    

Aku berjalan di lorong rumah sakit. Rumah sakit yang sama dengan yang kemarin. Tempat pertama kali aku magang. Tempat pertama kali aku mengetahui kalau Rio dan Riri adalah saudara kandung, mengenai perihal penyakit Riri, tempat dirawatnya Darrel dan Fred yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Dan.. tempat aku melihat tubuh Rio yang terbujur kaku. Tiga minggu yang lalu. Tak bergerak. Berubah dingin dan pucat.

Dengan menelusuri lorong rumah sakit ini, aku juga ingat saat-saat setelah kepergiannya. Mario Stevano Kusuma.

 

**********

Nino datang bersama kedua orang tuanya ke rumah sakit dengan terburu-buru. Setelah mendapat berita dari Fred. Saat memberitahu mereka, Fred berkata dia sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit ini. Dia berkata kalau keadaan Rio parah sekali. Lalu tak lagi terdengar apapun karena sambungan terputus.

Saat mereka tiba di sana, mereka melihat Riri yang berjalan sempoyongan. Sungguh, ini pertama kalinya mereka melihat Riri 'sekosong' ini. Tak ada sedikitpun sorot matanya yang terlihat hidup. Hanya kosong. Pakaiannya basah oleh darah yang mulai menghitam. Tak lama kemudian, Riri jatuh.

Nino langsung berlari melihat keadaanya. Dia berjengit kaget saat menyentuh tubuh Riri. Dingin sekali. Dan napasnya.., napasnya pelan, lemah. Dokter segera menanganinya. Sebelum dokter masuk kembali ke ruang UGD, Fred memanggilnya.

"Dok, tolong adakan biopsy untuk mereka berdua. Periksa apakah sumsum tulang Rio cocok dengan milik Riri." Dokter mengangguk dan masuk kedalam ruangan.

"Kenapa harus mengadakan biopsy?" Tanya Nino.

""Itu permintaan terakhir dari Rio." Fred mengatakannya dengan kepala tertunduk. Tak mampu melihat sorot kesedihan yang akan terpancar dari orang-orang yang ada di hadapannya. Dia tak sanggup menanggungya.

"Maksudmu.. Rio.." Fred mengangguk membenarkan perkataan ibu.

Dia tak kuasa menahan tangisnya. Salah satu anaknya pergi meninggalkan dia tanpa memberikan kesempatan untuk mengucapkan kata perpisahan.

Nino hanya mampu terdiam. Tak menyangka semuanya akan berakhir seperti ini. Dia berharap semua ini akan berakhir seperti apa yang terjadi dengan Darrel dulu. Berharap pada akhirnya Rio akan kembali menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Nggak akan sama kaya' Darrel, Kak. Jangan mengucapkan harapan kosong. Jangan." Nino menatap Fred. Tak mengerti darimana dia mengetahui isi pikirannya.

 "Lukanya terlalu parah. Paru-parunya tertusuk tulang rusuknya yang patah dan hatinya telah rusak karena tak sengaja meminum sedikit racun untuk menyelamatkan Riri. Racun itu terlalu kuat mempengaruhi tubuhnya. Dia tak mampu menahannya."

"Pneumotoraks traumatic1." Kata Nino pelan.

"Om, Tante, Kak Nino, jika sumsum tulang belakang Rio ternyata cocok dengan milik Riri, apakah kalian akan memberikan izin untuk dilakukan transplantasi?"

Semuanya terdiam. Dan saling berpandangan. Seperti melihat reaksi masing-masing yang akan mempengaruhi keputusan penting itu.

"Ya, jika itu adalah permintaan terakhir Rio dan satu-satunya jalan untuk menyembuhkan Riri. Kami semua menyetujuinya." Jawab Ayah. Kedua tangannya lalu memeluk istrinya. Meyakinkan dia kalau pilihan mereka takkan salah. Kalau pilihan mereka akan membahagiakan Rio.

**********

Aku meraih gagang pintu di hadapanku. Seminggu yang lalu dia sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa. Karena pada minggu-minggu awal pasca-transplantasi, dia harus ditempatkan di ruang isolasi. Menjaga dari Papiran bakteri dan virus sambil menunggu daya tahannya tumbuh kembali. Ternyata sumsum tulang milik mereka berdua cocok.

Music in Our LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang