part 20b

2.5K 31 3
                                    

"Kak Darrel kembar!!" seru Nita heboh. Namun tak sejalan dengan Riri. dia tetap tenang menyantap buburnya yang tinggal sedikit lagi.

"Kok lu nggak heboh sih, ri? Gue aja kaget banget. Pas masuk ke rumah lu, tahu-tahu ada dua kak Darrel dengan baju yang berbeda dan posisi yang berbeda. Yang satu lagi asik berkubang di dapur, yang satu lagi duduk manis di dongengin sama kak Rio.." cerocos Nita panjang lebar.

"Haaah.. Gue udah tau kali kalo kak Darrel itu kembar.. Bahkan gue udah bisa bedain mana yang Darrel mana yang Darren.."

"Oh, nama kembarannya Darren.. Eh, canggih juga lu bisa bedain.. Emang apa bedanya?"

"Lu cari tahu aja sendiri.." kata Riri cuek sambil ngeloyor pergi ke luar kamarnya dan turun ke lantai bawah. Menaruh mangkuk kotor di dekat wastafel dapur.

"Lu kenapa kak? Sakit ya?" tanya Riri saat melihat Darrel yang sedang bungkuk bertopang pada wastafel. Di dekatinya dia karena tak kunjung bergerak dan menjawab. Saat tangannya menyentuh lengan Darrel yang tak tertutup pakaian, dia sedikit berjengit. Dingin dan lembab.

"Kak?? Lu kenapa?"

"Kayaknya gue masuk angin deh.. Mual banget ini.."

"Gue ambilin air anget dulu ya.." tanpa menunggu persetujuan Darrel, Riri mengambil air hangat dari dispenser. Lalu dia kembali dan membantu Darrel yang kini telah terduduk lemas di lantai.

"Thanks ya.."

"Lu istirahat aja deh mendingan.. Di kamar kak Rio gitu.. Apa perlu gue panggilin kak Rio sama kak Darren?"

"Nggak.. Nggak usah.. Gue tidur sendiri aja di kamarnya Rio.. Nggak usah bilang siapa-siapa.. Nanti gue dikira hamil.."

"Lu kan cowok kak.. Mana bisa hamil? Yang ada menghamili.. -_-* "

Sementara itu, di ruang tamu. Darren yang masih setia menjadi pendengar yang baik untuk Rio merasakan sesuatu. Perasaan tak enak yang terus berputar di dalam perutnya. Membuatnya tak nyaman. Apa yang terjadi? Apakah ada yang salah dengan tubuhnya? Atau ada yang salah dengan Darrel?

**********

Matahari masih bersinar terik. Namun dia telah pergi dari tempat kerjanya. Setelah melewati cobaan macet Ibukota yang panjang, akhirnya dia sampai juga di tempat yang ingin di tujunya.

"Kalung pesenan saya udah jadi belum, mas?" tanya pria itu pada pengrajin perhiasan.

"Sedikit lagi, mas.. tinggal pasang foto doang.. jadi mungkin besok udah bisa di ambil.."

"Kalau cincinnya?"

"Kalau cincin, ada bahan yang belum ketemu sampai sekarang.. Jadi masih agak lama.. Mungkin minggu depan baru bisa di ambil.."

"Oh, yaudah.. Jangan sampai lebih dari 9 hari ya, mas.. ?Makasih.." dengan senyum terkembang, pria itu pergi meninggalkan toko perhiasan yang cukup terkenal. Dan mengendarai mobilnya menuju destinasi selanjutnya.

**********

Waktu merangkak terlalu cepat. Ujian kenaikan kelas sudah di depan mata. Segala jerih pAyahnya melewatkan istirahat pertamanya setiap hari dan sisa siang dengan belajar akan di buktikan di 7 hari kedepan. Kalau hasilnya memuaskan, dia harus berterimakasih pada ken dan Darren yang sudah bergantian membantunya belajar. Terlebih untuk pelajaran kimia dan fisika yang selama ini tak pernah dikuasainya. Juga karena telah membantu sahabat-sahabatnya yang bernasib tak berbeda jauh dengannya.

Kini dia tak pernah absen sekalipun untuk belajar. Bahkan kakak-kakaknya sampai heran dIbuatnya. Seluruh koleksi novel yang biasanya bertebaran di sekelilingnya kini digantikan oleh buku fisika, kimia, matematika, biologi, sejarah dan kawan-kawan. Dia terus belajar. Bahkan hingga tengah malam terlewati.

Music in Our LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang