#DR17 - Masih Belajar Melepas

652 77 14
                                    


hai hai.... setelah libur satu bulan dari post Don't Reach, adakah yang masih menunggu dengan setia cerita kisah Raya dan Mondy ini?

maaf kalau kurang puas dengan jalan ceritanya yang mungkin bertele-tele, tapi author sengaja ingin menguatkan tiap karakter yang ada di story ini. supaya tidak fokus pada satu atau dua tokoh saja, tapi setiap tokoh yang ada itu jelas.

minta saran kalian dalam bentuk vote dan komen ya...

silahkan baca dengan santai 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Assalamu'alaikum..."

Aku membuka pintu rumah dan melihat senyum indah ibuku yang ternyata menungguku pulang

"Pulang sama siapa sayang?"

"sama orang yang Raya buat celaka bu"

"kenapa Cuma didepan gerbang? Harusnya kamu suruh mampir dulu Raya"

Ah, nampaknya ibuku ingin mengenal Mondy. Ibuku merupakan orang tua yang perhatian lagi pengertian, ia tak membatasi aku berteman dengan siapapun asal teman itu tidak membawa pengaruh tidak baik dan asalkan aku juga tetap membawa prinsip kuat keluargaku bahwa dimanapun Tuhan selalu melihatnya.

"sudah malam bu, Raya pikir tidak baik bukan untuk bertamu?"

Ibuku mulai meneliti jam dinding yang bertengger nyaman seraya menganggukkan kepala untuk sepaham dengan anaknya ini.

"ya sudah, kamu langsung tidur ya" ibuku mencium pipi kananku lembut sebagai ritual malam yang sejak kecil tak pudar sedikitpun

"Raya pamit ke atas dulu ya bu?"

"tentu, selamat istirahat"

Aku hendak membuka kamar yang tepat berada dibawah anak tangga tetapi pegangan tangan pada knop pintu terhenti karena ibuku mengatakan bahwa Ayah ada urusan penting di kantor yang memang harus diselesaikan sekarang juga. Orang kantoran itu memang harus siap kapanpun, bahkan saat libur saja ayahku tidak bisa menolak perintah atasannya.

Menghela nafas lelah juga kecewa aku mulai menapaki satu persatu anak tangga, menatap kayu coklat dengan knop dorong yang terpampang didepan pandanganku. Ini dia kamarku, kehidupan selanjutnya yang aku sukai.

Merebahkan tubuh yang penat juga mengurai kusutnya pikiran ini, aku masih saja belum bisa melupakan bahwa race Centul kemarin menjadi race terakhirku.

"Ya Allah... bagaimana aku menjalaninya, mengendarai motor tanpa menginginkan balapan?"

Air mata ini tanpa aku sadari sudah mengalir, ternyata memang ikhlas itu mudah untuk diucapkan tapi untuk praktiknya benar-benar dibutuhkan waktu yang tak singkat. Aku benar-benar harus bisa lepas dari keinginanku untuk bisa mengikuti balapan. Entah aku harus menjadi asing pada motor atau aku akan menenggelamkan diri pada kegiatan lain yang aku tak tau apa.

Aku sudah mematikan lampu kamar hingga tersisa lampu tidur yang masih setia menyala, membuka selimut dan mulai merebahkan tubuh yang penat ini.

"semoga esok aku lebih baik lagi" begitulah harapan beserta doa yang aku rapalkan menjelang tidurku

Drrrtt.. drrttt.. drrrtt...

Niat untuk menjemput mimpiku terganggu dengan getar ponsel yang berada di meja samping tempat tidur,  ku raih ponsel itu dan membaca pesan masuk yang ternyata dari Mondy

From : Mondy

Ray, besok jika kamu tidak sibuk silahkan mampir ke bengkelku. Ini mengenai kerusakan motorku waktu itu.

To : Mondy

Oke, tapi dimana alamat bengkelnya?

From : Mondy

Aku jemput kamu saja, jadi kabari aku jika kamu sudah siap. Oke?

To : Mondy

Jika tidak merepotkan, baiklah. Aku tunggu nanti jam 09.00 am dirumahku.

From : Mondy

Siap, selamat mimpi indah Ray

To : Mondy

Kamu juga ya

Membaca pesan terakhir yang aku rasa tak perlu lagi dibalas, aku menjauhkan ponselku dan mencoba memejamkan mata agar rasa yang menekan hati ini tak begitu menyekat semakin dalam. Tenggelam dalam gelap malam yang kian pekat dengan senandung detak jarum jam yang tak lelah berputar.


05 September 2017, Indonesia.

Don't ReachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang