The Power of Curhat

993 42 0
                                    

Pukul 07.00 pagi. Berarti masih jam 06.00 di Bogor. Aku tersenyum menimang hape, teringat balasan chat semalam. Pasti Sayangku kesal sekali membacanya. Pertanyaan dibalas pertanyaan,  siapa yang suka?

Kutekan tombol call. Andre dan Indri pasti sudah berangkat jam segini. Mungkin tinggal Sandra di rumah, yang masih terlelap. Hanya 2 nada dering, dan telepon langsung diangkat. "Halo, assalamu'alaikum, Sayangku," aku membayangkan wajahnya yang berlipat karena membaca jawaban messagenya semalam.

"Wa'alaikumsalam," suara disana terdengar lirih.

"Kenapa?" kenapa suaranya terdengar ragu menjawab salam?

"Ngga, pa-pa, kok wa aku ngga dijawab?"

"Kan udah?"

"Kok gitu jawabnya?"

"Trus mau dijawab gimana lagi?"

Tak ada respon dari seberang sana, hening.

"Apa masih perlu dipertanyakan setelah sekian lama?" ugh, masalah di kantor sudah cukup ruwet, sekarang masih harus berdebat masalah picisan kaya gini?

Hening lagi.

Sudahlah, masih pagi. Aku tak mau semangat pagiku rusak hanya karena perkara recehan, "Oya, kayanya aku harus nambah waktu disini. Urusan yang tadinya kukira cuma miskomunikasi direktur sama manajernya ternyata berkembang kemana-mana..." lalu entah kenapa aku mulai menceritakan masalah kantor kali ini dengan detil. Biasanya paling malas membicarakan urusan kantor dengan isteri. Bukan apa-apa, dia kan sudah sibuk dengan anak-anak dan urusan rumah yang ngga cuma satu dua. Kasihan sekali kalau masih harus ditambahi dengan urusan kantor yang sebenarnya tidak perlu diurusi olehnya. 

Tapi kali ini terasa berbeda. Benang kusut di sini benar-benar menguras energi untuk menguraikannya. Otakku mungkin sudah overload sampai luber lewat mulut pagi ini. "Jadi kayanya aku ngga jadi pulang besok, diundur sampai sabtu biar masalahnya kelar dulu." Selesai mengucapkan kalimat ini, entah kenapa seperti ada neon 50 watt berpendar di kepala. Penyelesaian masalah terasa sangat terang dan jalan menuju kesana terbuka lebar. 

Wow! Luar biasa sekali berkah curhat dengan isteri, ya. Mungkin sebaiknya aku harus lebih banyak lagi curhat dengan Sayangku, sangat membantu menstrukturkan pikiran.

"Sabtu?"

"Iya, Sabtu," aku bersiap pamit.

"Tanggal 16, dong?"

"Iya, kenapa?"

"Ngga pa-pa," lemah terdengar suara dari sana.

Tapi aku tak mau apa pun melemahkan semangatku disini. Masalah ini harus segera selesai, "Oke, Sayang, aku sarapan dulu, ya. I love you so much," sudah terjawab kan? 

Happy AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang