1609

1K 48 7
                                    

Pukul 3 sore. Harusnya Hafizh sudah tiba dari bandara. Nada dering terdengar dari hapenya. Cepat-cepat Gita menyambar layar berpendar itu. Nama yang tertera di layar membuat Gita mengernyitkan dahi, "Reina?"

"Halo, assalamu'alaikum, Bu Gita," terdengar suara parau dari seberang sana.

"Wa'alaikumsalam Reina, ada apa?" mata Gita melirik ke kiri, tanda berpikir.

"Bu Gita sudah menonton tivi?" suaranya masih parau.

"Ada apa di tivi?"

"Oh, ngga ada apa-apa, Bu. Tunggu saya, ya. Saya sedang menuju kesana. 10 menit lagi juga nyampe," tiba-tiba suara parau itu hilang dan nada panik terdengar.

"Ada apa, Rein?" Gita terdengar sangat penasaran. Tapi sambungan sudah diputus.

Gita bergerak ragu ke ruang TV. Matanya melirik remote dan makin penasaran, "Ada apa di TV?" 

Dinyalakannya televisi. TVSatu sedang iklan, ganti. TVSebelah sedang Breaking News, ganti. TVYangItu juga sedang menayangkan berita, ganti. ItuJugaTV menayangkan Sekilas Info tentang kecelakaan pesawat di Juanda, ganti. 

Gita seperti teringat sesuatu. Dikembalikannya pada ItuJugaTV yang menayangkan Sekilas Info, "Pesawat Rajawali Air nomor penerbangan RT517, yang berangkat dari Makassar gagal melakukan pendaratan darurat di Bandara Juanda dan terbakar. Sampai saat ini, petugas pemadam kebakaran masih berjuang memadamkan api. Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui jumlah korban kecelakaan tersebut." 

Mata Gita nanar menatap televisi. Cepat-cepat ia membuka hape dan mencari file gambar boarding pass yang dikirim Hafizh tadi pagi. "Allahu Akbar!" Gita membekap mulutnya sendiri. Lututnya terasa lemas dan matanya berkunang-kunang. Ia terduduk dan menangis. RT517 adalah nomor penerbangan yang ditumpangi Hafizh. Tanpa dikomando, airmata tumpah seperti hujan deras di bulan Desember.

Gita cepat-cepat menghapus airmatanya begitu bel pintu berbunyi. Seorang pemuda dengan baju berlogo Rosy Florist membawakan satu buket mawar merah dan sebuah bingkisan mungil. "Ibu Gita Lesmana?" tanyanya.

Gita hanya mengangguk.

"Silakan tanda tangan disini, Bu," pemuda itu menyodorkan secarik kertas. 

Selesai ditandatangani.

"Terimakasih, Bu," ia pun berlalu.

Tinggallah Gita sendiri. Memandang buket bunga mawar yang kini terasa hampa. Diambilnya kartu yang tersemat di antara bunga.

Maafkan aku tak bisa menemanimu selalu, 

namun percayalah, cintaku selalu hadir untukmu.

Semoga Allah meridhai kita untuk bersama-sama dalam jannah-Nya.

Love you always, Hafizh

 Semua bunga, semua hadiah, semua kata-kata kehilangan makna.  "Aku hanya ingin kamu ada disini, Sayang," suara lirih Gita hilang ditelan isaknya.


Happy AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang