14. Hutang dan Pertengkaran

180 23 10
                                    

Yura ketakutan ditempatnya. Tiga pria penagih hutang kini tengah mengobrak-abrik isi rumahnya dan mengambil apa saja yang terlihat mahal. Bahkan beberapa barang elektronik sudah mereka ambil. Yura tak berani menghalau karena ia yakin kalau ialah yang akan terpental nantinya.

Ketakutan Yura semakin besar saat mereka berhenti mencari dan justru berdiri dihadapan gadis itu dengan ekspresi keras. "Bahkan kalau kami menjual seluruh barangmu, semua itu tak akan melunasi hutangnya. Kapan lagi kau mau menunda membayarnya, huh!"

Yura terisak pelan. Ketakutannya tak berarti bagi tiga pria itu. Bahkan mereka sangat senang bisa menakuti gadis mungil itu hingga menangis. "Ku-kumohon be-beri waktu sedikit lagi."

Yura merasa bodoh karena kemarin ia lupa meminta gaji lebih awal pada atasan kerjanya karena terlalu sibuk untuk memperdulikan keberadaan Chanyeol disekitarnya. Kini Yura tak bisa berkutik apa-apa lagi tanpa setumpuk uang dikantungnya. Yura merutuk dalam tangisnya.

Salah seorang pria itu geram dan mengumpat keras. "Sampai kapan, huh?! Kau ini sudah menundanya sangat lama! Kau mau mencoba kabur lagi setelah ini?!" Pria itu meraup rahang Yura dengan satu tangan besarnya. Ia mencengkeram erat dan membuat rahang Yura terasa ngilu luar biasa. Tak berhenti sampai situ, pria itu menggerakkan tangannya dan membuat kepala Yura terbawa kesana kemari, seolah ingin melepaskan rahang Yura dari pangkalnya. "Kau mau aku memukulmu lagi, huh?!" Ia menghempaskan Yura.

Yura masih terisak dengan memegangi rahangnya yang mati rasa. Dan kesakitannya tak juga berhenti.

Plak

Pria itu menampar kuat pipi Yura dan membuat gadis itu hingga tersungkur dilantai rumahnya sendiri. Bahkan pekikan Yura tak diindahkan oleh ketiganya. Yura bisa merasakan cairan besi dimulutnya. Belum lagi sudut bibirnya terasa perih luar biasa. Ia menduga mungkin ada beberapa robekan disudut bibir dan menimbulkan luka. Lukanya tak hanya itu, Yura merasakan cairan kental mengalir dari hidungnya dan memiliki bau seperti darah. Ia mimisan.

"Kita bisa menjualnya dipasar gelap." Salah satu dari pria itu berceletuk dan membuat yang lain tersenyum sumringah. "Menjual organnya atau tubuhnya kurasa untung kita bisa sangat besar. Kita hanya akan membuang tenaga dengan menagihnya terus-menerus"

Mata Yura membulat. Tubuhnya semakin bergetar. Ia berinisiatif meraih kaki pria itu dan memohon. "Ja-jangan jual. Aku akan melunasinya dengan cepat. Kumohon." Pria itu menatap jijik dan menendang tubuh Yura agar menjauh. Namun, Yura kembali dan meraih kaki itu lagi dan melupakan nyeri luar biasa pada perutnya. "Ku-kumohon."

"Kita tak akan menurutimu lagi. Sekarang persiapkan dirimu, aku akan membawamu dalam sepuluh menit dan-"

"Bukankah dia sudah berkata akan melunasinya?"

Yura menoleh cepat begitu suara familiar menyapu indera pendengarnya. Gadis itu menangis semakin keras merasa malu saat Sehun berdiri diambang pintu rumahnya dan melihat keadaan menyedihkan dirinya.

Sehun berjalan mendekat dan mendorong tubuh besar pria yang kakinya tengah dipeluk Yura, membuat pria besar itu terpisah cukup jauh dari gadis itu. Ia mengulurkan tangannya, berharap gadis itu mau menyambutnya. Begitu tangan ringkih itu menerimanya, Sehun membantu Yura berdiri. "Aku tak akan bertanya kau baik-baik saja atau tidak karena aku tak kau pasti sedang dalam keadaan yang tak baik."

Yura tanpa sadar meraih ujung jas Sehun dan mencengkeramnya erat, mencari perlindungan pada pria itu. Sehun hanya satu-satunya orang yang bisa ia gantungkan kini. Mengetahui itu, Sehun tersenyum miring dan menarik gadis itu semakin dekat. "Tak apa, ada aku disini." Yura mengangguk percaya. Wajahnya ia tenggelamkan dalam dada Sehun. "Aku akan mengurus mereka dan tenanglah, oke?"

The VampsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang