1. Menemukanmu

1.2K 79 8
                                    

Yura tak pernah memikirkan akan akhir dari usahanya menata keranjang yang penuh dengan bola basket. Ia merasa kesialan mulai menghampirinya satu-persatu tanpa memperdulikan tenaganya yang sudah mulai menipis menghadapi kesialan itu. Umpatan kasar sudah berada diujung lidahnya. Namun ia urungkan begitu melihat sunbaenya menatap dari arah pintu yang terbuka separuh. Tatapan itu benar-benar mengikis harapan hidup untuk Yura.

"Lakukan dengan benar dan cepatlah pulang. Aku bosan melihatmu setiap hari kesini." Yura hanya mengangguk ragu begitu mendapat semprotan dari sunbaenya itu. Ingin membalas, tapi akan semakin rumit urusannya. Jadi, Yura memilih bungkam dan menyelesaikan pekerjaannya. Seharusnya gadis itu bisa kapok dengan mendapat hukuman membersihkan gedung olahraga milik sekolah karena terlambat satu jam dari jam masuk. Tapi toh Yura sendiri seolah bebal akan semua itu. Lima kali dalam seminggu ini ia habiskan untuk membersihkan gedung olahraga. Itu artinya sudah separuh lebih hari-hari dalam satu minggu ia buat terlambat masuk.

"Sudah sana pergi!"

Yura beranjak dari ruang perlengkapan begitu mendapat usiran terakhir dari sunbae yang akhir-akhir ini sering mengomelinya ketika ia tengah merapihkan barang di ruang perlengkapan. Sunbae itu seolah selalu berada dalam ruang perlengkapan. Tiap saat Yura pergi kesana, selalu saja ada sunbae itu. Hal seperti inilah yang membuatnya sedikit ngeri.

Yura menghela nafasnya begitu udara dingin menyergap kuat saat itu melaju menerobos pintu keluar gedung olahraga. Ia menggigil dan mengusap kedua lengannya, berharap mendapat kehangatan dari tindakannya itu. "Ah, seharusnya aku membawa syalku tadi pagi, bodoh!" Yura merutuki dirinya sendiri.

Yura melangkah perlahan menyusuri lapangan basket yang secara sengaja terletak tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu bisa melihat betapa cerianya teman-teman sekolahnya baik kakak kelas ataupun adik kelas. Senyum mereka merekah indah dengan dihiasi tawa tiap senti tarikan bibir mereka.

Yura terkadang merasa iri pada mereka. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya 'bahagia'. Selama ini ia selalu berspekulasi kalau 'bahagia' diartikan dalam sebuah senyuman. Tapi, rata-rata orang menyembunyikan kesedihan mereka dalam senyum palsu. Ia juga terkadang berpikir kalau 'bahagia' itu bisa di ekspresikan dalam sebuah tawa. Namun, banyak orang tertawa dengan terpaksa hanya untuk membuat senang orang lain. Maka dari itu ia tak pernah lagi berani mendeskripsikan apa itu 'bahagia'.

"Sudah menyelesaikan hukumanmu?"

Yura tersentak ke belakang begitu menyadari ada seorang pria berdiri tiba-tiba dan menghalangi jalannya. Sejak kapan pria itu berdiri disana?

"Ha?" Yura menaikkan alisnya tinggi-tinggi. Ia tak mengerti kenapa pria-yang-entah-siapa bertanya seperti itu. Pria itu mencebik kesal dan melipat kedua tangannya didepan dada. Tubuhnya ia tumpukan pada salah satu kakinya. Ia hanya mengenakan kaus putih tipis dan celana army selutut. Yura mencibir pelan gaya berpakaian pria itu di cuaca sedingin ini. Setidaknya pria itu harus mengenakan pakaian yang lebih hangat.

"Apa kau sudah menyelesaikan hukumanmu?" Ulang pria itu. Yura menarik salah satu sudut bibirnya. Ia masih bingung mengapa pria itu berbicara padanya. Padahal mereka tak pernah sedekat ini sebelumnya. Katakan saja pria itu adalah sunbaenya yang cukup populer. Sama seperti sunbae lain yang ia temui di ruang perlengkapan tadi. Maksudnya, mereka sama-sama populer. Tampan dan menarik.

"Ah," Yura menggaruk tengkuknya. Merasa canggung berbicara seperti ini. Ia tak pernah bertegur sapa dengan sunbaenya itu. Sialnya, hari ini ia justru diajak berbicara akrab seperti ini, dan itu benar-benar menjadi beban untuknya. "Aku menyelesaikannya dengan baik."

"Bagus kalau begitu." Pria itu berlalu melewati Yura. Yura mengernyit begitu membaui parfum milik pria itu. Aroma tembakau yang bercampur dengan bau anyir. Darah? Apa dia terluka?

The VampsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang